Pemuda Muhammadiyah: Kelakar Zulhas Tak Dapat Dikategorikan Penistaan Agama

21 Desember 2023 12:09 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menghadiri Rakorwil dan Temu Bisnis UMKM Lembaga Pengembang (LP) UMKM Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (7/10/2023). Foto: Kemendag RI
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menghadiri Rakorwil dan Temu Bisnis UMKM Lembaga Pengembang (LP) UMKM Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (7/10/2023). Foto: Kemendag RI
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Video potongan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) mengenai bacaan salat dan tahiyat akhir viral di media sosial. Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah menilai hal tersebut menjadi diskursus dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
“Kelakar yang disampaikan Zulhas pada Rakernas Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) di Kota Semarang, Jawa Tengah menimbulkan diskursus. Kami memilih diksi diskursus bukan konflik karena sejatinya perlu dilihat dengan sudut pandang yang beragam sekaligus sebagai proses pendewasaan beragama dan berpolitik,” ujar Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dzulfikar Ahmad dalam keterangan resminya, dikutip Kamis (21/12/2023)
Tangkapan layar Menteri perdagangan Zulkifli Hasan yang juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) saat mencontohkan gerakan dua jari di Rakernas. Foto: Youtube/Garuda TV
Ia juga menjelaskan diskursus tersebut dapat dipahami dengan merujuk beberapa pandangan.
Pertama, perlu kiranya melihat diskursus ini dari berbagai perspektif, jangan hanya dari satu sisi lalu disimpulkan menurut pandangan masing-masing. Tidak bisa langsung dikaitkan dengan agenda politik karena ini disampaikan pada Rakernas Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Kedua, apa yang disampaikan oleh Zulkifli Hasan pada kesempatan tersebut sepenuhnya menceritakan pengalaman yang dijumpainya dalam masyarakat lalu diungkapkan dalam sambutannya.
ADVERTISEMENT
Ketiga, dalam hal menyampaikan apa yang didengarnya di lapangan tidak bisa serta merta itu dianggap pendapat atau pandangannya pribadi apa lagi dikaitkan dengan diksi Delik Penistaan Agama.
Keempat, untuk dapat dikatakan memenuhi delik penistaan agama terlebih dahulu harus mengkaji dan merujuk pada ketentuan dan pengaturannya yang terdapat dalam Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sementara itu, dalam Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana (namun mulai berlaku efektif tahun 2026), terdapat juga beberapa pasal yang dapat menjerat pelaku penistaan agama, salah satunya diatur dalam Pasal 304.
Lalu Pasal 1 Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1/PNPS Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama. Ketiga, Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008, perlu diperhatikan dalam Lampiran SKB UU ITE bahwa perbuatan yang dilarang dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE motifnya membangkitkan rasa kebencian dan/atau permusuhan atas dasar SARA.
ADVERTISEMENT
Kelima, berdasarkan seperangkat aturan apa yang disampaikan oleh Zulhas sebagai kelakar tersebut tidak lah dapat dikategorikan sebagai upaya penistaan agama karena sama sekali tidak ada motif mempengaruhi, menggerakkan masyarakat, menghasut/mengadu domba dengan tujuan menimbulkan kebencian, dan/atau permusuhan atas dasar SARA.
“Pemuda Muhammadiyah mengimbau segenap anak bangsa untuk tidak menjadikan ini sebagai polemik yang dapat berujung pada kegaduhan dan mengusik rasa persaudaraan, terlebih jika diskursus ini ditarik ke ranah politik dan Pilpres. Kita tentu sebagai bangsa yang memilki nilai keluhuran yang tinggi dan keadaban maka mari kita maknai ini sebagai proses pendewasaan kita dalam beragama dan berpolitik yang rahmatan lil’alamin,” pungkas Dzulfikar.
(AI)