LIPSUS- Pemuda Pancasila

Pemuda Pancasila, Dulu Menghantam Komunis, Kini… (1)

6 Desember 2021 11:02 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
(Hampir) tak ada orang yang ingin kena hantam Pemuda Pancasila. PP bukan organisasi kemarin sore yang segan berkonflik. Sejarahnya terentang sejak 1959—lebih dari 60 tahun. Berawal dari cita-cita memberangus komunisme di Indonesia, Pemuda Pancasila berdiri, bertumbuh, berderap, dan bercokol kokoh di berbagai daerah.
Dari dulu, Pemuda Pancasila tak segan bersikap agresif. Pada era Demokrasi Terpimpin, ia kerap berseteru dengan organisasi sayap atau yang terafiliasi dengan PKI. Tujuannya saat itu hanya satu: menghantam komunis.
“Kami ada bukan karena diciptakan, tapi karena panggilan sejarah untuk menghantam kekuatan komunis—dulu Barisan Tani, Pemuda Rakyat, segala macam underbow komunis,” kata Sekjen Majelis Pimpinan Nasional Pemuda Pancasila, Arif Rahman di kantornya, Pejaten Barat, Jakarta Selatan, Selasa (30/11).
Yorrys Raweyai, politisi dan anggota DPD RI yang bergabung dengan Pemuda Pancasila sejak akhir 1970-an, tak menampik organisasinya dianggap kental dengan “kekerasan”. Hal ini, menurutnya, tak lepas dari akar sejarah PP yang mau tak mau harus bersikap keras dalam menjaga Pancasila.
“Proses dan situasi waktu itu membuat orang melihat PP begitu militan—‘beringas’. Kami dulu yang penting otot. Itu menjadi stigma,” ujar Yorrys di kediamannya, Mampang, Jakarta Selatan.
Seiring waktu, Pemuda Pancasila bahkan lekat dengan kata “preman”. Arif Rahman, dalam perbincangan sebelumnya pada Desember 2019, membenarkan banyak kadernya yang berlatar belakang preman. Preman-preman itu, menurutnya, bergabung dan dibina oleh PP.
“Kan tidak ada program dari pemerintah untuk membina (preman). Kami hadir untuk mengisi ruang itu,” ujar Arif.
Perspektif “preman” bagi Pemuda Pancasila berbeda dengan umum. Bila kebanyakan orang memandang preman sebagai penjahat, PP tak melulu demikian.
“Sebenarnya bukan ‘preman’, tapi free men—orang yang bebas, orang yang berani. Ada yang jadi calo tiket bioskop, tukang parkir, jagoan pasar—semua orang berani. Mereka bekerja untuk urusan perut. Kami dulu merekrut free men untuk mengimbangi PKI, untuk menjaga ideologi bangsa,” kata Arif.
“Kepremanan” Pemuda Pancasila, menurut Jusuf Kalla pada 2009, bahkan dibutuhkan oleh bangsa Indonesia.
“Semangat yang ada pada Pemuda Pancasila, banyak orang katakan itu preman. Preman artinya orang yang bekerja di luar pemerintah—free men. Karena itu free men dibutuhkan bangsa ini. [...] Kita butuh preman yang berani mengambil risiko,” kata JK pada pembukaan Musyawarah Besar VIII Pemuda Pancasila di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, 21 Februari 2009.
Presiden Jokowi bahkan terbilang dekat dengan Ketua Umum Pemuda Pancasila, Japto Soerjosoemarno. Mereka sama-sama berasal dari Solo. Japto—yang bergelar Kanjeng Pangeran Haryo—adalah cucu Sultan Mangkunegara V. Ia dan Pemuda Pancasila-nya mendukung Jokowi kala mantan wali kota Solo itu mencalonkan diri sebagai presiden pada Pemilu 2014 dan 2019.
Jokowi mengenakan jaket Pemuda Pancasila bersama Ketua Umum Pemuda Pancasila Japto Soerjosoemarno (kiri) saat Deklarasi Relawan Pemuda Pancasila DKI Jakarta di Istora Senayan, Minggu (3/3/2019). Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
“Dulu saat saya masih Wali Kota Solo, kalau Pak Japto ulang tahun, saya diundang ke rumah beliau di Solo. Tapi begitu saya pindah ke Jakarta—jadi gubernur, presiden, enggak tahu, lupa,” kata Jokowi berseloroh saat menghadiri peringatan Hari Ulang Tahun ke-58 Pemuda Pancasila di Solo, 28 Oktober 2017.
Dua tahun kemudian, 26 Oktober 2019, dalam pembukaan Musyawarah Besar X Pemuda Pancasila di Jakarta, Ketua MPR Bambang Soesatyo yang juga Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila, menyatakan bahwa para anggota organisasinya tak segan menjadi preman bila ada yang mengusik Jokowi.
“Kami akan menjelma jadi preman dan buas kembali manakala ada yang menganggu kedaulatan NKRI dan Pancasila, termasuk mengganggu Pak Jokowi sebagai kepala negara. Pasti akan kami hadapi sampai titik darah penghabisan,” ujarnya.
Presiden Jokowi menekan tombol sirine saat membuka Musyawarah Besar X Pemuda Pancasila di Hotel Sultan, Jakarta, 26 Oktober 2019. Foto: Rusman/Biro Pers Sekretariat Presiden
Menurut Bamsoet, Pemuda Pancasila bukan lagi organisasi preman. “Kami tidak lagi gunakan otot, golok, tato. Kami sekarang mengedepankan otak, pengetahuan, dan kecerdikan dalam menguasai wilayah.”
Pun begitu, riwayat rusuh tak mudah lepas dari Pemuda Pancasila. Bukan sekali-dua kali Pemuda Pancasila terlibat bentrok dan kekerasan, termasuk dengan sesama ormas seperti Forum Betawi Rempug. FBR dan PP bahkan terhitung sering ribut bak musuh bebuyutan, termasuk untuk urusan yang terkesan sepele seperti berpapasan saat sedang konvoi di jalan.
Itu pula yang terjadi pada insiden terbaru di Pasar Lembang, Ciledug, Tangerang, 19 November 2021. Anggota FBR Kota Tangerang, Rohman, bercerita bahwa rekannya saat itu sedang duduk-duduk di sebuah warung. Kemudian, lewatlah konvoi motor dari beberapa kader Pemuda Pancasila yang tengah merayakan ulang tahun. Bentrok pun terjadi.
Para kader Pemuda Pancasila. Foto: Nadia Riso/kumparan
Wasekjen Pengurus Pusat FBR Ibrahim mengatakan bahwa akar bentrokan disebabkan oleh penurunan bendera Pemuda Pancasila. Hal ini membuat anggota PP menyerang salah satu gardu FBR di Ciledug. Akibatnya, anggota FBR terkena bacokan di kepala dan anggota lainnya tertusuk senjata tajam di perut.
Biasanya, bentrokan merupakan lanjutan dari insiden sebelumnya, macam aksi saling balas. Sudah rahasia umum bahwa FBR dan Pemuda Pancasila ibarat dua seteru yang terus ribut di akar rumput. Pangkal masalah umumnya soal penguasaan lahan.
“Tahun 2017 kami sudah tahu akar permasalahannya ada di segitiga Jaksel antara Bintaro, Tanah Kusir, dan Ciledug. Di situ aja. Jadi ributnya pasti di situ,” kata Ibrahim.
Ia mengatakan, FBR dan PP sama-sama memiliki jiwa korsa yang kuat. Sentimen organisasi dengan mudah menyulut bentrokan tanpa peduli siapa yang memulai.
Deklarasi damai antara PP dan FBR di Polsek Ciledug. Foto: Dok. Polsek Ciledug
Ketua Majelis Pimpinan Cabang PP Jakarta Timur, Norman Silitonga, menegaskan bahwa bentrokan terjadi bukan atas arahan organisasi. “Anggota kami kan banyak, dari berbagai kalangan. Kalau ada gesekan di lapangan, itu individu. Kebetulan mereka pakai topi atau kaus organisasi sehingga kalau jiwa korsa muncul, itu wajar.”
Namun, tidak demikian menurut Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Girsang. Ia meminta Kementerian Dalam Negeri meninjau perizinan ormas yang sering bentrok. Inilah yang kemudian memicu keributan baru.
Permintaan Junimart dianggap kurang ajar oleh Pemuda Pancasila. Maka, seperti FBR, Junimart pun kena “hantam” Pemuda Pancasila. Rabu, 24 November 2021, pimpinan pusat Pemuda Pancasila mengeluarkan perintah untuk “memburu” Junimart.
Junimart Girsang. Foto: Prasetyo Utomo/Antara
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten