Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Basuki Tjahaja Purnama tak lagi bebas setelah majelis hakim memutuskan Gubernur DKI Jakarta non-aktif itu harus ditahan. Kini, Basuki alias Ahok mendekam di Rutan Cipinang, Jakarta Timur.
ADVERTISEMENT
"Menurut saya, penahanan Ahok susah dilihat urgensinya," kata ahli hukum pidana Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji, saat dihubungi, Selasa (9/5).
Indriyanto menuturkan, kasus pidana dengan vonis hukuman 2 tahun, biasanya tidak langsung membuat terdakwa yang sebelumnya bebas menjadi ditahan. Sebab, setelah vonis pengadilan tingkat pertama itu masih ada upaya hukum lain yaitu banding, kasasi, dan peninjauan kembali.
"Jarang sekali langsung dilaksanakan penahanan karena masih ada upaya hukum banding dan kasasi yang membenarkan untuk tidak dilaksanakan penahanan langsung," ujar Indriyanto.
Indriyanto menyebut majelis hakim memiliki kebebasan menjalankan tugas teknis yudisial. Kendati demikian, menurut eks pelaksana tugas Wakil Ketua KPK itu, biasanya hakim tidak akan bergeser jauh dari pembuktian jaksa penuntut umum. "Yang terbatas Pasal 156 KUHP saja," katanya.
ADVERTISEMENT
Vonis untuk Ahok dibacakan majelis hakim PN Jakarta Utara yang dipimpin Dwiarso Budi Santiarto, dalam sidang yang digelar di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (9/5). Selain memberlakukan penahanan, majelis memvonis Ahok hukuman penjara 2 tahun.
Sejumlah pihak menyesalkan keputusan hakim menahan Ahok. Selain Indriyanto, penahanan itu dikritik Institute for Criminal Justice Reform (ICJR).
Supriyadi Widodo Eddyono, Direktur Eksekutif ICJR, menilai delik penodaan agama telah berkembang sedemikian jauh sehingga kerap merugikan kepentingan kelompok minoritas.
"Kami juga menyesalkan perintah penahanan, karena kami memandang syarat-syarat penahanan justru tidak terpenuhi karena Ahok telah bersikap kooperatif terhadap seluruh proses persidangan," kata Supriyadi.
ADVERTISEMENT
Live Update
Pada 5 November 2024, jutaan warga Amerika Serikat memberikan suara mereka untuk memilih presiden selanjutnya. Tahun ini, capres dari partai Demokrat, Kamala Harris bersaing dengan capres partai Republik Donald Trump untuk memenangkan Gedung Putih.
Updated 5 November 2024, 20:55 WIB
Aktifkan Notifikasi Breaking News Ini