Penerbangan Haji Tak Terapkan Physical Distancing Jika Sudah Divaksin atau Swab

19 Januari 2021 12:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Kemenag hingga saat ini masih menunggu kepastian pemerintah Kerajaan Arab Saudi terkait pelaksanaan Haji 2021. Arab Saudi masih belum mengeluarkan keputusan karena masih fokus dengan penanganan pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Menag Yaqut Cholil Coumas mengatakan, sesuai perkiraan awal, kloter pertama jemaah Haji akan diberangkatkan pada 15 Juni mendatang. Namun, keputusan apakah jemaah Haji bisa diberangkatkan pada tanggal tersebut bergantung pada Arab Saudi. Apalagi hingga saat ini, Arab Saudi belum menentukan jumlah kuota jemaah Haji Indonesia.
"Pagi tadi kami membentuk crisis centre Haji dalam rangka mempersiapkan mitigasi rencana haji. Ada tiga opsi, pertama kuota penuh, kuota terbatas dan tidak memberangkatkan jemaah haji seperti tahun lalu. Pemerintah bekerja menyiapkan opsi pertama," kata Gus Yaqut di Kompleks Parlemen, Selasa (19/1).
Jemaah haji melakukan Tawaf terakhir mereka, menandai berakhirnya ibadah haji, di Makkah, Arab Saudi, (2/8). Foto: Kementerian Media Arab Saudi
"Kita harap wabah segera berakhir agar ibadah haji dapat berjalan secara normal," lanjutnya.
Gus Yaqut mengatakan, jemaah haji yang akan diberangkatkan pada ibadah haji 2021 adalah jemaah haji yang berhak berangkat pada ibadah haji 1441 H atau pada tahun lalu. Untuk pemberangkatan calon jemaah Haji, Kemenag juga telah menyusun sejumlah skenario.
ADVERTISEMENT
Skenario yang disiapkan adalah penerbangan dengan physical distancing dan tidak menerapkan physical distancing. Untuk kedua skenario tersebut, Kemenag telah berkoordinasi dengan sejumlah maskapai penerbangan, di antaranya Garuda Indonesia dan Saudi Airlines.
Gus Yaqut (kanan) di Istana Negara, Jakarta, Kmais (12/3). Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan
"Terkait kebijakan ada tidaknya physical distancing sebetulnya diserahkan kepada pemerintah Indonesia. Dalam kaitan ini, kami (memilih skenario) tanpa ada physical distancing namun dengan penerapan protokol kesehatan ketat, yaitu jemaah haji dapat vaksinasi," ungkapnya.
Namun jika skenario pertama tidak bisa dijalankan, maka opsi berikutnya adalah calon jemaah haji wajib melakukan tes swab dan melaksanakan karantina.
"Kebijakan tidak menerapkan physical distancing karena pengalaman umrah tidak physical distancing, karena jemaah sudah dikarantina dan itu menghemat biaya. Opsi dengan physical distancing akan berimplikasi dengan naiknya BPIH dan BIPIH," pungkasnya.
ADVERTISEMENT