Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Tersangka kasus dugaan perencanaan peledakan bom ikan di beberapa titik di Jakarta, Abdul Basith, mengaku pernah bertemu dengan eks Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko. Pernyataan ini disampaikan oleh Ghufron, pengacara Basith.
ADVERTISEMENT
"Memang, ya, dia (Basith) kenal Soenarko, dan ada pertemuan. Setahu kami emang ada, pernah rapat dengan Soenarko," ujar Ghufron saat dihubungi kumparan, Senin (7/10).
Tudingan keterlibatan Soenarko dalam rencana kerusuhan mendomplengi Aksi Mujahid 212 sebelumnya disampaikan Basith dalam wawancara di majalah TEMPO Edisi 7-13 Oktober 2019. Dosen Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB itu mengklaim gagasan peledakan di tujuh lokasi dilancarkan di rumah Soenarko, tepatnya 20 September lalu.
Menurut Basith, pertemuan itu dihadiri sekitar 15 orang, termasuk kehadiran eks Kepala Staf TNI Angkatan Laut (AL), Laksamana Slamet Soebijanto, Laksamana Muda (Purnawirawan) Sony Santoso, dan anggota Majelis Kebangsaan Pancasila Jiwa Nusantara, Laode Sugiono. Rencana peledakan dilakukan untuk 'mengusir' orang-orang China yang dinilai mengganggu stabilitas negara.
ADVERTISEMENT
Saat ditanya apa saja yang dibahas dalam pertemuan itu, Ghufron belum bisa merinci banyak. "Intinya diskusi kebangsaan mungkin, dan punya rencana-rencana, tapi detailnya belum, ya," ungkap Ghufron.
Selama ini, Basith memang aktif berkecimpung di organisasi Majelis Kebangsaan Pancasila Jiwa Nusantara. Kelompok itu merupakan forum diskusi wawasan kebangsaan, yang disebut-sebut merencanakan pemikiran bahwa MPR terdiri dari agamawan, cendekiawan, TNI, serta balacadangan, raja atau sultan dan profesional. Namun, organisasi itu dituding polisi sebagai dalang dalam peledakan bom ikan yang direncanakan Basith dan delapan tersangka lainnya.
Basith juga menyebut, Slamet, sebagai pimpinan Majelis Kebangsaan Pancasila Jiwa Nusantara, ikut menggerakkan orang-orang untuk berunjuk rasa, dan meminta anggota TNI untuk turun ke lapangan menduduki MPR/DPR, Rabu, 25 September lalu. Bahkan Slamet sudah dipanggil POM TNI untuk mengklarifikasi apa yang disampaikannya dalam demonstrasi itu.
ADVERTISEMENT
Ketika dikonfirmasi isu ini, Ghufron pun juga belum membeberkan banyak penjelasan. Termasuk hubungan Basith dengan Slamet dan Soenarko.
"Secara detail kita belum tahu, ketuanya kalau enggak salah Pak Slamet," tuturnya.
"Beberapa kali 'kan kita batal pemeriksaan lanjutan, jadi belum mendalam," imbuhnya.
Sejauh ini, Ghufron baru bisa meluruskan bahwa kliennya bukan dalang kerusuhan aksi itu. Dia juga mempertanyakan barang bukti bom yang masih disimpan polisi.
"Terkait barang bukti bom molotov, kami juga enggak yakin, karena sampai hari ini kami belum diperlihatkan barbuk, termasuk berita acara penggeledahan," tuturnya.
Pengacara Soenarko, Ferry Firman Nurwahyu, mengaku memang ada pertemuan dengan Basith di rumah Soenarko. Namun, Ferry membantah pertemuan itu untuk melancarkan rencana ledakan.
ADVERTISEMENT
"Logika, dong. Ada orang datang ke rumahnya [Soenarko], masa dia ngomong itu (mau meledakkan bom). Sekarang coba kita berandai-andai, misal, kita mau melakukan sesuatu, kenapa dan ngapain dilakukan di rumah? Dan itu 'kan pertemuan terbuka, itu ruangan di belakang dan terbuka, siapa saja hilir mudik masuk di situ, kalau punya niat buruk misalkan, pasti mereka mencari tempat bersembunyi, ngapain dibawa ke rumah?" kata Ferry.
"Itu 'kan ramai, di situ jumlah orangnya ramai, ada ibu-ibu, ada sekitar 20 orang dan itu sangat terbuka. Mereka datang silaturahmi, 'Cuma mau kenal sama Bapak (Soenarko)," tambahnya.
Basith kini ditahan bersama delapan tersangka lainnya di rumah tahanan (rutan) Polda Metro Jaya. Polisi meyakini Basith dan delapan tersangka lainnya terlibat dalam perakitan 28 bom ikan yang dibuat di rumahnya di Dramaga, Bogor. Selain Basith, dua tersangka lainnya adalah Sony Santoso dan Laode Sugiono.
ADVERTISEMENT