Pengacara Eks Sekda Depok Klaim Polisi Belum Singgung Soal Penahanan

13 September 2018 0:54 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Eks Sekda Depok, Harry Prihanto di Polresta Depok. (Foto: Lutfan Darmawan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Eks Sekda Depok, Harry Prihanto di Polresta Depok. (Foto: Lutfan Darmawan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Depok, Harry Prihanto, selesai menjalani pemeriksaan di Polresta Depok pada hari ini, Rabu (13/9) sekitar 22.00 WIB. Harry yang hadir mengenakan batik berwarna hijau menjalani pemeriksaan selama lebih dari 13 jam.
ADVERTISEMENT
Pengacara Harry, Harapan Jaya Siahaan, mengatakan dalam pemeriksaan tersebut, kliennya dicecar ratusan pertanyaan yang menyangkut kasus korupsi Jalan Nangka.
"Tadi di dalam berjalan dengan lancar, ada 171 pertanyaan yang ditanyakan penyidik, semua berjalan dengan seharusnya," kata Harapan Jaya Siahaan di Polresta Depok, Rabu (12/9).
Disinggung mengenai adanya opsi penahanan dari penyidik, pengacara Harry lainnya, Ahmar Ikhsan Rangkuti mengatakan opsi itu tidak muncul saat pemeriksaan berlangsung.
"Tidak sejauh itu, tapi kami sampaikan kami akan kooperatif untuk memberikan keterangan," kata Ahmar di Polresta Depok.
Meskipun demikian, para kuasa hukum Harry enggan menjawab pertanyaan wartawan terkait substansi penyidikan. "Kalau masalah substansi, tanyakan sajalah langsung ke penyidik itu bukan hak kita ya buat menjawab," ujar Ahmar.
ADVERTISEMENT
Mengenai jadwal pemeriksaan selanjutnya, Ahmar mengatakan saat ini belum ada jadwal yang ditetapkan oleh penyidik. Ahmar mengatakan akan berkoordinasi dengan pihak kepolisian. "Kita akan koordinasikan dengan pihak kepolisian (soal jadwal)," pungkas Ahmar.
Harry Prihanto sendiri ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian pada 20 Agustus lalu. Polisi menetapkan Harry sebagai tersangka bersama dengan mantan wali kota Depok Nur Mahmudi Ismail atas dugaan korupsi pelebaran Jalan Nangka di Tapos, Depok.
Penetapan tersebut berdasarkan audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKBP) Jawa Barat. Kerugian negara akibat proyek itu mencapai Rp 10,7 Miliar.