Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Pengacara Nilai Baiq Nuril Tidak Bisa Dijerat UU ITE
16 November 2018 19:58 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
ADVERTISEMENT
Mahkamah Agung (MA) menghukum eks tenaga honorer SMAN 7 Mataram, Baiq Nuril , karena dinilai menyebarkan rekaman pembicaraannya dengan Kepala Sekolah SMA tersebut, Muslim, yang bernada mesum. Perbuatan Nuril itu, menurut majelis hakim MA, telah melanggar Pasal 27 ayat 1 Juncto Pasal 45 ayat 1 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
ADVERTISEMENT
Pasal itu melarang seseorang untuk mentransmisikan atau menyebarluaskan rekaman perkataan orang lain tanpa sepengetahuan yang bersangkutan. Namun pengacara Baiq Nuril, Aziz Fauzi, mengatakan kliennya seharusnya tidak dapat dijerat dengan UU ITE.
Sebab berdasarkan fakta persidangan di Pengadilan Negeri Mataram, Nuril terbukti hanya menyerahkan handphone yang berisi rekaman bernada asusila kepada rekan kerjanya, Imam Mudawim. Imam kemudian yang mentransfer rekaman itu ke HP-nya sendiri hingga kemudian rekaman itu tersebar.
“UU ITE dalam konteks pidana hanya menjerat subjek hukum pidana dalam konteks transaksi elektronik. Klien kami tidak melakukan transaksi elektronik, hanya memberikan HP,” kata Aziz dalam konferensi pers di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers di Jakarta Selatan, Jumat (16/11).
“Hal ini terkonfirmasi dari keterangan dua orang saksi dan ahli UU ITE dari Kominfo yang merupakan penyusun UU ITE Tahun 2008 dan perubahannya di tahun 2016,” imbuh Aziz.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Aziz menilai barang bukti berupa rekaman yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak memenuhi ketentuan Pasal 6 UU ITE yang menyebutkan 4 kriteria kumulatif agar barang bukti elektronik bisa menjadi alat bukti hukum yang sah yakni dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.
Sementara menurut Aziz, pada saat persidangan di PN Mataram, barang bukti rekaman yang diajukan JPU bukan barang bukti primer atau berupa rekaman asli. Barang bukti yang diajukan merupakan salinan rekaman.
“Bukti yang diajukan itu adalah bukti baru berupa dari copy kesekian rekaman, bukti primernya tidak ada, rekaman asli dengan tempat penyimpanan aslinya itu tidak dapat dihadirkan oleh JPU,” ujar Aziz.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, berdasarkan keterangan para saksi di persidangan, rekaman dan transkrip pembicaraan yang dihadirkan oleh JPU berbeda dengan rekaman yang asli.
“Dikonfirmasi dari saksi persidangan, saksi semua mengatakan bahwa rekaman yang pertama kali mereka dengar di sekolah itu berbeda yang diperdengarkan di persidangan,” kata Aziz.
“Selain itu antara transkrip dengan rekaman bukan hanya kata per kata berbeda, sampai majelis hakim juga geleng-geleng, tapi kalimat secara utuh disitu pun berbeda,” imbuhnya.
Aziz juga mengatakan, rekaman yang dimiliki Nuril tidak sah untuk dijadikan barang bukti sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, ia merekam percapakan tersebut atas inisiatif sendiri, bukan karena permintaan aparat penegak hukum.
“Rekaman percakapan pribadi baru dapat jadi bukti yang sah itu manakala percakapan diminta dari penegak hukum. Karena yang dilakukan klien kami itu bukan diminta secara hukum oleh kepolisian atau jaksa, rekaman itu dilakukan atas inisiatif sendiri demi mempertahankan harkat dan martabatnya. Jadi dua aspek itu secara formil bukti yang diajukan oleh JPU itu tidak sah,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini, PN Mataram sebelumnya telah membebaskan Nuril dari dakwaan melanggar Pasal 27 ayat 1 Juncto Pasal 45 ayat 1 UU ITE. Hakim PN Mataram menyatakan, yang mendistribusikan hasil rekaman tersebut adalah Imam Mudawin, rekan kerja Baiq Nuril, saat masih menjadi tenaga honorer di SMAN 7 Mataram.
Meskipun begitu, MA berpandangan berbeda dengan PN Mataram. MA memutuskan Nuril bersalah karena dianggap telah menyebarluaskan rekaman bernada asusila yang dilakukan oleh Muslim tanpa sepengetahuan pihak yang bersangkutan. Nuril pun dihukum 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.