Pengacara Rektor Universitas Pancasila Bantah soal Dugaan Pelecehan Seksual

25 Februari 2024 14:31 WIB
·
waktu baca 3 menit
Rektor Universitas Pancasila, Prof. Dr. Edie Toet Hendratno. SH. M,Si. Dok: univpancasila.ac.id
zoom-in-whitePerbesar
Rektor Universitas Pancasila, Prof. Dr. Edie Toet Hendratno. SH. M,Si. Dok: univpancasila.ac.id
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Raden Nanda Setiawan, pengacara Rektor Universitas Pancasila, Prof. Edie Toet Hendratno, membantah soal kasus dugaan pelecehan seksual yang menimpa kliennya.
ADVERTISEMENT
Edie dilaporkan ke polisi oleh 2 karyawati yang menjadi korban pelecehan seksual, dan Raden menyebut laporan tersebut tidak berdasarkan fakta.
"Berita tersebut kami pastikan didasarkan atas laporan yang tidak benar, dan tidak pernah terjadi peristiwa yang dilaporkan tersebut," kata Raden kepada kumparan, Minggu (25/2).
Raden menyinggung bahwa melaporkan sesuatu ke polisi adalah hak setiap orang, tapi, laporan atas suatu peristiwa fiktif akan ada konsekuensi hukumnya.
"Terhadap isu hukum atas berita yang beredar tersebut kita harus menjunjung tinggi prinsip praduga tak bersalah (presumption of innocent)," katanya.
Raden juga menyinggung soal pemilihan rektor.
"Terlebih lagi isu pelecehan seksual yang terjadi 1 tahun lalu, terlalu janggal jika baru dilaporkan pada saat ini dalam proses pemilihan rektor baru," ujar Raden.
ADVERTISEMENT
Raden pun mempercayakan ke pihak Kepolisian untuk memproses secara profesional.

Dicium, Diremas Payudara

Ilustrasi pelecehan seksual di kantor. Foto: Shutter Stock
Pengacara korban, Amanda Manthovani, mengungkapkan bentuk dugaan pelecehan seksual itu.
Ada 2 karyawati yang menjadi korban.
Korban pertama mengaku mengalami pelecehan seksual pada Februari 2023, di ruangan rektor.
"Setelah dia (korban) masuk, diambil posisi duduk, posisinya agak jauh, rektor di tempat kursi dia dan dia (korban) di kursi panjang, sambil rektor itu memberikan perintah-perintah masalah pekerjaan," kata Amanda kepada kumparan, Sabtu (24/2).
Korban pun mencatat perintah-perintah yang disampaikan rektor tersebut dalam buku catatan yang ia bawa. Tengah sibuk mencatat, tiba-tiba sang rektor pindah posisi dan duduk di sebelahnya.
"Enggak lama kemudian, dia sambil duduk nyatet-nyatet, tiba-tiba dia dicium sama rektor, pipinya," ungkap Amanda.
ADVERTISEMENT
Atas perlakuan itu, korban langsung syok. Ia berdiri. Dalam benaknya, korban ingin langsung memarahi oknum rektor tersebut. Namun ia sadar pelaku adalah atasannya.
Korban pun mencoba keluar dari ruangan rektor, namun dihalangi. Rektor itu kemudian meminta korban untuk meneteskan obat tetes mata.
"Katanya 'Mata saya merah enggak?'. Mbak korban bilang 'Enggak, Prof, enggak merah', 'Ya sudah nih tetesin dulu'. Dia ngambil obat tetes tuh. Dia menuju tasnya, tasnya rektor diambil, 'Tetesin saya dulu baru keluar'," kata Amanda menirukan percakapan kliennya dengan rektor.
"Karena udah kejadian tadi dicium, dia enggak berani dong deket-deket. Jadi rektor duduk, korban berdiri, tapi posisi korban ada di samping kanannya rektor sambil agak menjauh. Tapi secara tiba-tiba tangan kanannya prof itu meremas payudara korban," ujar Amanda.
ADVERTISEMENT
Peristiwa yang mirip juga dialami korban kedua. Ia merupakan pegawai honorer saat pelecehan terjadi, yakni sekitar Desember 2022.
"Ia juga posisinya itu di ruangan (rektor) itu, dia mendadak dicium sama si pelaku itu. Memang dicium, tapi posisinya itu mukanya itu dipegangin terus diciumin," kata Amanda.
Tak lama setelah kejadian, korban kedua ini memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena merasa takut dengan oknum rektor itu.
Edie Toet Hendratno pun dilaporkan ke polisi. Korban pertama melapor ke Polda Metro Jaya pada 12 Januari 2024, korban kedua melapor ke Bareskrim Polri pada 29 Januari 2024.