Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Syahganda Nainggolan , tengah menjadi terdakwa dugaan menyebarkan berita bohong alias hoaks tentang Omnibus Law. Kasusnya disidang di Pengadilan Negeri (PN) Depok.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan jadwal PN Depok, perkara Syahganda telah memasuki sidang keempat. Terakhir, sidang digelar pada Kamis (28/1) dengan agenda pemeriksaan saksi. Namun tim pengacara Syahganda keluar alias walk out dari persidangan karena saksi tidak dihadirkan langsung di ruang sidang, melainkan hanya virtual.
Pengacara Syahganda, Abdullah Alkatiri, menilai kehadiran saksi secara virtual tersebut melanggar KUHAP serta Pasal 11 ayat (1) dan (2) Peraturan Mahkamah Agung (PerMA) 4 Tahun 2020 mengenai sidang elektronik. Ia menyebut Pasal 11 ayat (1) dan (2) PerMA 4/2020 menegaskan saksi atau ahli dihadirkan di ruang sidang meski persidangan digelar virtual.
Selain itu, kata Alkatiri, pemeriksaan saksi secara virtual tidak akan maksimal lantaran bisa terganggu seperti masalah sinyal.
ADVERTISEMENT
"Kami selaku tim penasihat hukum melakukan walk out dilakukan demi tegaknya hukum dan keadilan. Bagaimana kami bisa mengungkap kebenaran jika saksi tidak dihadirkan (di ruang sidang)" ujar Alkatiri dalam konferensi pers virtual, Jumat (29/1).
Alkatiri mengaku telah meminta kepada majelis hakim agar saksi dihadirkan langsung di ruang sidang. Sebab lokasi saksi memberikan keterangan virtual ada di Kejari Depok yang berada tepat di samping PN Depok. Namun permohonan tersebut ditolak majelis hakim hingga akhirnya tim pengacara WO.
"Bagaimana kami bisa membela, membuka kebenaran jika saksi tidak dihadirkan (di ruang sidang). Yang kami sangat kecewa saksi ada di samping gedung (Kejari Depok), itu (jarak dengan PN Depok) hanya 5 meter. Kami heran ini (persidangan) untuk kepentingan siapa, yang ditakutkan siapa, tidak jelas," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Alkatiri menilai penolakan tersebut menunjukkan majelis hakim tidak berlaku adil. Sehingga pihaknya melaporkan majelis hakim yang diketuai Ramon Wahyudi ke Mahkamah Agung (MA), Komisi Yudisial (KY), dan Komisi III DPR atas dugaan melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH).
"Patut diduga majelis hakim tidak bertindak independen, imparsial, atau malah terlibat dugaan adanya agenda lain yang dapat merugikan terdakwa. Sikap majelis yang menolak menghadirkan terdakwa dan saksi merupakan pelanggaran kode etik yang melanggar prinsip berperilaku adil," kata Alkatiri.
"Oleh karena itu kami ajukan pengaduan, kami adukan hakim tadi siang. Kami laporkan ke Ketua Bawas MA, diterima hari ini jam 2 siang dan kami ajukan ke Ketua KY sehubungan laporan dugaan pelanggaran kode etik. Untuk kepentingan yang sama, penasihat Syahganda telah adukan ke Komisi III DPR," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Alkatiri menambahkan, tim pengacara juga akan mengajukan surat ke Ketua PN Depok meminta majelis hakim diganti.
"Kami minta hakimnya diganti, nanti akan kami ajukan ke Ketua PN Depok yang menurut kami (majelis hakim) tidak fair. Pada akhirnya jika tidak ditanggapi, kami akan ajukan (aduan) ke Ombudsman," tutup Alkatiri.