Pengacara Tom Lembong Protes SPDP Diterima 7 Hari Lebih Usai Penerbitan Sprindik

25 November 2024 14:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengacara membacakan kesimpulan dalam sidang lanjutan praperadilan Tom Lembong di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (25/11/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pengacara membacakan kesimpulan dalam sidang lanjutan praperadilan Tom Lembong di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (25/11/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
Pengacara eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, mengungkapkan bahwa kliennya menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) lebih dari 7 hari setelah terbitnya surat perintah penyidikan (Sprindik).
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikannya saat pembacaan kesimpulan sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (25/11).
"Pemohon baru tahu adanya Sprindik 3 Oktober 2023 melalui Surat Pemberitahuan Penyidikan Perkara Tindak Pidana Korupsi No. R-3163/F.2/Fd.2/10/2024 tertanggal 29 Oktober 2024, sama sekali tidak terbantahkan," ujar Ari dalam persidangan, Senin (25/11).
Padahal, lanjutnya, hal itu bertentangan dengan putusan MK Nomor 130/PUU-XIII/2015. Putusan itu mengamanatkan bahwa SPDP harus sudah diterima terlapor atau tersangka, paling lambat 7 hari setelah diterbitkannya Sprindik.
Ari menjelaskan bahwa Kejagung justru berdalih pihaknya menggunakan Sprindik umum yang belum menyebutkan nama tersangkanya.
Ia menyebut, dalih itu kemudian terbantahkan oleh keterangan ahli pidana yang dihadirkan kubu Tom Lembong, Chairul Huda yang menyatakan bahwa tidak ada pembedaan Surat Perintah Penyidikan umum atau khusus.
ADVERTISEMENT
"Surat Perintah Penyidikan umum sekali pun, tetap saja sudah jelas siapa yang akan dijadikan sebagai calon tersangkanya. Dengan demikian, maka Termohon [Kejagung] berkewajiban untuk menyampaikan kepada calon tersangka," tutur dia.
"Oleh karena itu, berdasarkan semua fakta penetapan tersangka tanpa terlebih dahulu menyampaikan SPDP kepada calon tersangka, merupakan tindakan yang tidak sah," jelasnya.
Ari juga membeberkan bahwa kliennya tak diberi kesempatan untuk memilih penasihat hukumnya sendiri. Padahal, hal tersebut telah diatur dalam Pasal 54 dan 55 KUHAP. Namun, lanjutnya, ketentuan itu justru dilanggar oleh Kejagung.
Ari pun menyebut bahwa tindakan Kejagung dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka merupakan perbuatan yang sewenang-wenang.
"Hal ini terbukti dari keterangan tertulis Pemohon (Principal) yang disampaikan pula secara daring dalam persidangan, bahwa Termohon tidak memberikan kesempatan yang layak dan patut untuk Pemohon memutuskan penasihat hukum yang ingin Pemohon tunjuk mendampingi Pemohon dalam perkara ini," kata dia.
ADVERTISEMENT
Dalam persidangan, juga dihadirkan ahli hukum pidana dari pihak Pemohon, yakni Mudzakkir. Dalam keterangannya, Mudzakkir menjelaskan bahwa jika seseorang tidak dapat menunjuk sendiri penasihat hukumnya sebagaimana dimaksud Pasal 54 dan 55 KUHAP dan selanjutnya justru ditunjuk oleh Penyidik, hal tersebut merupakan perbuatan yang menyimpang dan melawan hukum.
"Karena itu penetapan Tersangka tersebut adalah tidak sah karena melanggar ketentuan Pasal 54 dan 55 KUHAP," papar Ari.
Lebih lanjut, Ari juga menegaskan bahwa hak untuk memilih penasihat hukum sendiri tidak dapat disamakan dengan hak mendapatkan bantuan hukum.
Ia menyebut, kliennya sejatinya memiliki kemampuan untuk memilih penasihat hukum sendiri yang mestinya dipenuhi Kejagung.
"Berdasarkan fakta persidangan di atas, maka penetapan Pemohon sebagai Tersangka dalam perkara ini dinyatakan tidak sah," kata dia.
ADVERTISEMENT
Dalam kesempatan itu, Ari juga meminta Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk membatalkan status tersangka kliennya. Sekaligus membebaskannya dari tahanan.
"[Meminta Hakim praperadilan] menetapkan dan memerintahkan kepada Termohon (Kejaksaan Agung) untuk membebaskan Pemohon atas nama Thomas Trikasih Lembong dari tahanan seketika setelah putusan ini diucapkan," ucap Ari membacakan petitumnya.
Pengacara juga meminta Hakim untuk memutuskan bahwa penetapan tersangka oleh Kejagung RI dan penahanan terhadap Tom Lembong tidak sah dan tidak mengikat secara hukum.
Tak hanya itu, Ari juga meminta Hakim memutuskan bahwa Kejagung tidak berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap pelaksanaan kebijakan importasi gula terhadap kliennya.
"Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan Penyidikan terhadap Pemohon dalam perkara a quo," imbuh dia.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ia juga meminta Hakim menyatakan agar segala tindak lanjut Kejagung terhadap Tom Lembong nantinya dinyatakan tidak sah.
"Menyatakan segala keputusan atau penetapan yang diterbitkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan Penetapan Tersangka atas diri Pemohon adalah tidak sah dan tidak mengikat secara hukum," pungkasnya.
Adapun usai penyerahan dan pembacaan kesimpulan dari pihak Pemohon dan Termohon, agenda sidang selanjutnya adalah putusan praperadilan.