Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Pengacara: Tom Lembong Tegaskan Tak Dapat Keuntungan Apa Pun dari Impor Gula
4 November 2024 18:48 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, disebut tidak menerima keuntungan dari kasus dugaan korupsi impor gula yang menjeratnya sebagai tersangka.
ADVERTISEMENT
Tom Lembong dijerat sebagai tersangka karena diduga memberikan izin impor gula kepada perusahaan swasta. Kejagung menyebut pemberian izin itu dilakukan ketika kondisi stok gula nasional sedang surplus.
"Jadi tidak ada, tidak ada keuntungan, tidak ada feedback, tidak ada hal-hal yang sifatnya kepentingan pribadi Pak Tom. Baik itu fee atau keuntungan apa pun," kata pengacara Tom, Ari Yusuf Amir, di kantornya kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (4/11).
Ari menerangkan, izin impor yang diberikan Tom saat itu adalah melanjutkan kebijakan dari menteri perdagangan sebelumnya.
"Jadi betul-betul dia melakukan in kewajiban dia melaksanakan tugas, dan itu lanjutan dari proses kementerian sebelumnya," ungkap dia.
"Kalau konstruksi hukumnya bahwa pada waktu itu Pak Tom ingin mengimpor gula padahal gula lagi surplus itu sih sangat sumir," tambahnya.
Ari mengungkap, terkait penetapan tersangka oleh Kejagung, Tom akan menggugat praperadilan.
ADVERTISEMENT
"Kami sudah rundingkan kami akan mempertimbangkan secara serius untuk ajukan praperadilan. Mengenai waktunya belum bisa kami tentukan sekarang, tapi dalam waktu dekat," terangnya.
Kondisi Tom Lembong
Di sisi lain, Ari juga mengungkapkan kondisi terkini Tom Lembong pasca ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di rutan.
"Beliau tegar menghadapi masalah ini. Tadi ketemu kami juga beliau sehat, memang beliau ada permintaan untuk konsultasi dengan dokter, diajukan, ada beberapa penyakitnya memang bawaan beliau, tapi tidak mengganggu proses pemeriksaan ini dia tetap tegar," beber Ari.
Kasus Tom Lembong
Berdasarkan penuturan dari pihak Kejagung, pada 2015 terdapat rapat koordinasi antar kementerian yang telah menyimpulkan Indonesia surplus gula sehingga tidak perlu impor.
Namun, pada tahun yang sama, Tom Lembong selaku menteri diduga mengizinkan persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton kepada perusahaan PT AP. Kemudian gula kristal mentah itu diolah menjadi gula kristal putih.
ADVERTISEMENT
Padahal, untuk memenuhi kebutuhan gula kristal putih hanya BUMN yang boleh mengimpor, bukan swasta. Izin itu diduga dikeluarkan tanpa rapat koordinasi dengan instansi terkait.
Kemudian, pada 28 Desember 2015, dilakukan rapat koordinasi di Kementerian Bidang Perekonomian yang dihadiri kementerian di bawah Kemenko Perekonomian. Salah satu yang dibahas yakni Indonesia pada 2016 kekurangan gula kristal sebanyak 200 ribu ton dalam rangka stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional.
Pada November-Desember 2015, Charles Sitorus selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI (Perusahaan Perdagangan Indonesia—BUMN), memerintahkan staf Senior Manager Bahan Pokok PT PPI atas nama P untuk melakukan pertemuan dengan 8 perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula.
Perusahaan gula swasta yang dimaksud yakni PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI. Pertemuan terjalin sebanyak empat kali.
ADVERTISEMENT
Pertemuan itu, guna membahas rencana kerja sama impor Gula Kristal Mentah yang diolah menjadi Gula Kristal Putih. Pihak Kejagung menyebut pembahasan itu atas sepengetahuan Direktur Utama PT PPI saat itu.
Kemudian Januari 2016, Tom Lembong menandatangani Surat Penugasan kepada PT PPI untuk melakukan pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi harga gula. Hal itu melalui kerja sama dengan produsen gula dalam negeri untuk memasok atau mengolah Gula Kristal Mentah menjadi Gula Kristal Putih sebanyak 300.000 ton.
Lalu, PT PPI ini membuat perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan gula swasta ditambah satu perusahaan swasta lainnya yaitu PT KTM.
"Meskipun seharusnya dalam rangka pemenuhan stok gula dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah GKP (gula kristal putih) secara langsung, dan yang dapat melakukan impor tersebut hanya BUMN (PT PPI)," kata Dirdik Jampidsus Abdul Qohar dalam keterangannya 29 Oktober 2024.
ADVERTISEMENT
Menurut Kejagung, seharusnya untuk pemenuhan stok dan stabilisasi harga yang diimpor adalah Gula Kristal Putih secara langsung. Selain itu, Persetujuan Impor dari Kementerian Perdagangan diterbitkan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian dan tanpa rapat koordinasi dengan instansi terkait.
Ditambah lagi, kedelapan perusahaan swasta yang mengolah GKM menjadi GKP memiliki izin industri sebagai produsen Gula Kristal Rafinasi (GKR) yang diperuntukkan bagi industri makanan, minuman, dan farmasi.
Setelah delapan perusahaan swasta tersebut mengimpor dan mengolah Gula Kristal Mentah menjadi Gula Kristal Putih, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut, padahal gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke masyarakat melalui distributor dengan harga Rp 16.000/kg, lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi Rp 13.000/kg.
"Dari pengadaan dan penjualan GKM yang diolah menjadi GKP, PT PPI mendapatkan fee dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengolah GKM sebesar Rp 105/kg," ucap Qohar.
ADVERTISEMENT
"Kerugian negara yang timbul akibat perbuatan tersebut senilai kurang lebih Rp 400 miliar, yaitu nilai keuntungan yang diperoleh delapan perusahaan swasta yang seharusnya menjadi milik negara/BUMN (PT PPI)," sambungnya.