Pengadilan Bangladesh Keluarkan Surat Penangkapan untuk Mantan PM Sheikh Hasina

17 Oktober 2024 18:43 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Demonstran menyerbu istana Perdana Menteri Sheikh Hasina di Dhaka, Bangladesh, Senin (5/8/2024). Foto: K M ASAD / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Demonstran menyerbu istana Perdana Menteri Sheikh Hasina di Dhaka, Bangladesh, Senin (5/8/2024). Foto: K M ASAD / AFP
ADVERTISEMENT
Pengadilan Bangladesh mengeluarkan surat penangkapan terhadap mantan Perdana Menteri Sheikh Hasina (77 tahun), yang diduga kuat kabur ke India setelah digulingkan dalam pemberontakan mahasiswa.
ADVERTISEMENT
Surat tersebut dikeluarkan oleh Pengadilan Kejahatan Internasional Bangladesh (ICT), memerintahkan Hasina dan 45 orang lainnya untuk hadir di pengadilan paling lambat 18 November.
Dikutip dari Al Jazeera, Kepala Jaksa ICT, Mohammad Tajul Islam, mengatakan Hasina dituduh terlibat dalam pembantaian dan kejahatan terhadap kemanusiaan selama tindakan keras pemerintah terhadap protes mahasiswa pada Juli hingga Agustus lalu. Kerusuhan dahsyat itu menewaskan lebih dari 1.000 orang.
Eks Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina. Foto: Munir Uz zaman/AFP
Awalnya, massa menuntut penghapusan kuota pekerjaan bagi keluarga veteran perang, namun berkembang menjadi desakan agar Hasina mundur. Hasina sendiri juga berasal dari keluarga veteran.
Kelompok hak asasi menuduh pemerintah menggunakan kekerasan berlebihan terhadap para pengunjuk rasa, tuduhan yang dibantah oleh Hasina.
Setelah kerusuhan meluas, Hasina mengundurkan diri dan melarikan diri ke India menggunakan helikopter.
ADVERTISEMENT
Hingga kini, keberadaannya tidak diketahui secara pasti. Terakhir, ia dilaporkan berada di pangkalan militer dekat ibu kota India.
Bangladesh kemudian mencabut paspor diplomatik Hasina, dan hubungan kedua negara memanas.
Demonstran menyerbu kediaman Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina di Dhaka, Bangladesh, Senin (5/8/2024). Foto: Mohammad Ponir Hossain/REUTERS
Meskipun Bangladesh dan India memiliki perjanjian ekstradisi, klausul dalam perjanjian tersebut memungkinkan pengecualian jika pelanggaran dianggap “politis.”
Sebelumnya, pengadilan ICT merupakan lembaga kontroversial di bawah pemerintahan Hasina. Mereka kerap dikritik oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan kelompok hak asasi karena dugaan digunakan untuk menyingkirkan lawan politiknya.