Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Pengakuan Imam Salat Saat Masjid Tetap Kokoh Meski Diterjang Tsunami
12 Oktober 2018 12:44 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
ADVERTISEMENT
Jumat (28/9) sore itu, menjadi hari yang tak akan pernah terlupakan bagi Mahmun, pengurus Masjid Ar Rahman, Donggala, Palu.
ADVERTISEMENT
Sekitar pukul 15.30 Wita, Mahmun sedang bersiap di masjid untuk melaksanakan salat Asar. Di tengah ibadahnya, dia merasakan goncangan namun hanya sebentar. Mahmun kemudian tetap melaksanakan salat hingga selesai.
Menjelang waktu Magrib, Mahmun kembali ke masjid untuk salat. Seperti biasa, Mahmun mengatur barisan lalu memimpin salat Magrib. Baru saja salat dimulai, tiba-tiba gempa kembali terjadi. Namun kali ini lebih besar, dan membuat para jemaah terlempar.
Mahmun berusaha bertahan di dalam masjid sambil terus memimpin salat. Hingga akhirnya seseorang berteriak dan mengajak Mahmun untuk pergi menyelamatkan diri.
“(Saya menyebut) Subhanallah, kepala sekuriti panggil saya, “Pak Imam keluar saja, roboh nanti” ,” kata Mahmun bercerita kepada kumparan.
ADVERTISEMENT
Mahmun berlari menyelamatkan diri bersama warga lain. Dia naik ke bukit sambil melihat air laut yang tumpah menyapu daratan, menggulung dan meratakan seluruh bangunan.
“Air seperti mendidih, ombak bersapu, habis semua rumah ini. Delapan rumah ini. Empat tinggal pondasi, empat masih ada tertinggal sedikit,” ucapnya.
Mahmun bersama warga yang mengungsi ke bukit, selamat dari terjangan tsunami . Sepanjang mata memandang, dia hanya melihat rumah-rumah yang hancur rata dengan tanah. Hanya tersisa bangunan masjid yang berdiri kokoh.
Dia merasa itu sebagai suatu mukjizat. Bangunan masjid tetap utuh meski ada beberapa kerusakan di bagian dinding kaca. Mahmun bersyukur masjid yang ia rawat itu bisa tetap berdiri kokoh.
“Iya alhamdulillah, ini mukjizat juga karena saya pikir ini masjid mungkin roboh. Tapi alhamdulillah, dinding saja yang pecah. Kan kaca semua dindingnya, jadi ‘dipukul’ air, ya sudah (rusak),” kata Mahmun.
ADVERTISEMENT
Awalnya di tahun 2012, bangunan Masjid Ar-Rahman hanya terdiri dari bambu dan tripleks. Kemudian masjid direnovasi dengan material yang lebih kokoh yakni menggunakan beton, semen, dan besi.
“Beton, semen dengan besi. Lantai-lantai tebal 25 cm, tapi ditaruh besi dulu,” jelasnya.
Kondisi Masjid Ar-Rahman yang kokoh walau dihantam tsunami dan diguncang gempa, bagi Mahmun merupakan sebuah pelajaran untuk semakin menyadari akan kebesaran Allah.
“Ini adalah peringatan bagi kita. Maka saya kasih tau mereka kalau mendengar azan, cepatlah wudhu dan masuk masjid, jangan diacuh. Kadang, sudah Allahu Akbar-Allahu Akbar tidak ada yang muncul,” katanya.
Walaupun keadaan di Palu masih belum kondusif, masih banyak reruntuhan yang belum diangkat, tetapi kegiatan ibadah di Masjid Ar-Rahman sudah kembali berjalan.
ADVERTISEMENT
Mahmun bersyukur ada warga yang menyumbang mukena dan sarung. Masyarakat juga tidak takut untuk melaksanakan ibadah di masjid.
“Alhamdulillah sudah saya mulai tadi malam. Alhamdulillah banyak jemaah juga, ada bantuan juga sarung dan mukena,” kata Mahmun.
Masjid Al Amin bukanlah satu-satunya masjid yang kokoh diterjang tsunami. Ada sejumlah masjid lainnya di kawasan Donggala, serta gereja di Palu yang tetap berdiri meski dihantam air bah dan diguncang gempa.
Menurut arkeolog sekaligus arsitektur tradisional, Iksam Djorimi, ada beberapa hal yang menyebabkan bangunan rumah ibadah di Palu kokoh berdiri meski dihantam tsunami. Salah satunya adalah sistem konstruksi bangunan.
“Saya lihat sistem kontruksinya itu dirancang untuk saling mengikat. Antar satu tiang rapat, misalnya saya lihat jarak antar tiang ada yang 2 meter. Di beberapa masjid yang roboh jarak antar tiang lebih dari 3 meter,” kata Iksam saat ditemui kumparan di kediamannya, Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (9/10) malam.
ADVERTISEMENT
Selain itu, material yang digunakan juga ikut menentukan kokohnya sebuah bangunan. Pakar konsultan struktur, Josia Irwan Rastandi mengatakan dari segi teknis, bangunan umum seperti rumah ibadah memang biasa dibangun lebih kuat daripada bangunan lain. Hal tersebut merujuk kepada peraturan pembangunan di Indonesia yang sudah lama termaktub sejak tahun 80-an.
“Tempat-tempat ibadah tempat umum termasuk sekolah, masjid, gereja, vihara itu harus dibuat istilah awamnya 1,5 kali lebih kuat ya. Jadi dia direncanakan untuk menerima gaya satu setengah kali lebih besar dibanding yang lainnya,” kata Josia kepada kumparan, Selasa (9/10).
Simak selengkapnya konten spesial dalam topik Yang Kokoh Diterjang Tsunami.