Pengamat Nilai Prabowo Terapkan Politik Korporatisme, Tak Heran Rajin Sowan

26 April 2024 12:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka di Debat Pilpres Pamungkas di JCC Senayan.  Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka di Debat Pilpres Pamungkas di JCC Senayan. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
PKB dan PKS diprediksi akan menyusul NasDem bergabung ke pemerintahan Prabowo-Gibran. Pengamat menilai dua partai yang juga tergabung di Koalisi Perubahan itu hanya menunggu waktu.
ADVERTISEMENT
"Jadi ini hanya teknis pola komunikasi saja yang berbeda. Kalau PKB tinggal dipegang aja Muhaimin, selesai," kata pengamat politik dari Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) Fisipol UGM, Arya Budi, melalui sambungan telepon, Jumat (26/4).
"Kalau PKS nah dia cenderung kolektif kolegial karena ada struktur majelis syuro di sana, 99 orang. Sehingga proses pengambilan keputusan cenderung melalui musyawarah," kata Arya yang pernah bekerja di lembaga survei Poltracking Institute ini.
Tanda-tanda PKB sudah sangat kuat karena Prabowo telah berkunjung ke PKB, Muhaimin Iskandar pun menyambut dengan baik.
"Jelas itu tandanya apa. Jadi setelah NasDem kemungkinan besar PKB. Menjelang Oktober kita tidak menunggu terlalu lama komposisi pemerintahan nanti," kata Arya yang sedang menempuh study PhD di Northern Illinois University ini.
Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM, Arya Budi. Foto: Dok: UGM
Sementara itu untuk PKS peluangnya 50:50. Namun dalam waktu dekat akan kelihatan langkah PKS.
ADVERTISEMENT
"Tinggal tunggu waktu meski PKS 50:50, kalau PKB tinggal pernyataan saja. Kalau PKS paling akhir pekan ini sudah kelihatan meskipun di sana (koalisi Prabowo) ada Fahri Hamzah, Anies Matta di mana PKS punya sejarah konfliktual. Tapi otoritas koalisi ada di tangan Prabowo dan PKS punya sejarah panjang dengan Prabowo 10 tahun," katanya.

Politik Korporatisme

"Prabowo saya pikir juga, dia punya ambisi untuk menerapkan politik korporatisme. Jadi politik di mana seluruh elemen politik itu berada di dalam kendali dia. Sehingga tidak heran dia ke PKB juga, PKS katanya hari Sabtu ini mau komunikasi ya, menggelar halal bihalal," kata Arya.
Di sisi lain, Arya mengingatkan koalisi yang besar tidak menjamin stabilitas politik. Sejarah politik menunjukkan koalisi yang besar cenderung semakin sulit dikendalikan.
ADVERTISEMENT
"Dulu di era SBY, Golkar dan PKS itu di dalam pemerintahan tetapi mereka berseberangan di beberapa kebijakan misalnya kenaikan harga BBM dan macem-macem," katanya.
Dengan memegang terlalu banyak orang, pekerjaan rumah Prabowo adalah mengelola koalisi karena potensi duri dalam daging akan lebih besar munculnya.
"Bukan kemudian semua sudah dia pegang di dalam koalisi dia terus politik selesai," jelasnya.

Posisi PDIP

Sementara itu, posisi PDIP menurut Arya akan berada di luar pemerintahan tetapi membangun kerja sama untuk mengamankan kursi DPR RI. Namun, di saat yang sama menjaga jarak dengan Prabowo-Gibran.
"Karena ada Gibran, Jokowi junior di sana, mereka masih menyimpan bara dalam sekam," katanya.
Jika hanya ada satu partai oposisi maka diakui Arya tak cukup tangguh untuk check and balance pemerintahan.
ADVERTISEMENT
"Nggak akan efektif. Dia hanya mampu menggiring opini publik meski opini publik dia tidak akan kuat karena tidak memiliki instrumen yang dimiliki oleh kekuasaan dan partai lain. Jika dia bersuara, nah sementara ada 8-7 partai lain yang menyerang dia," katanya.
Posisi PDIP di level politik dan publik akan kerepotan. Namun, Arya mengatakan ada elemen publik yang jadi entitas sendiri, publik sejak pilpres langsung 2004 punya nalarnya sendiri.
"Jika memang pemerintahan tidak bekerja dengan baik soal inflasi, kebutuhan pokok, BBM, tidak perlu ada oposisi di DPR, publik akan jadi oposisi saya pikir. Prabowo-Gibran harus hati-hati meski elemen publik ada di genggamannya tetapi publik 200 juta itu juga memperhatikan," katanya.