Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
ADVERTISEMENT
RAPBD DKI Jakarta lagi-lagi menjadi sorotan. Hampir setiap tahun ada saja bagian kegiatan yang mencengangkan publik dalam proses pembahasannya antara Pemprov DKI dengan DPRD DKI Jakarta.
ADVERTISEMENT
Saat pembahasan RAPBD 2020, masyarakat dihebohkan dengan temuan adanya usulan anggaran pembelian lem Aibon Rp 82,2 miliar dan pembelian pulpen sebesar Rp 123, 8 miliar. Anggaran itu berada di Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan seperti dalam video Diskominfo DKI yang dirilis pada 23 Oktober sudah menegur para birokrat yang terlibat dalam penyusunan anggaran.
Gaya Anies dalam menegur memang berbeda dengan gaya Basuki T Purnama atau Ahok yang meledak-ledak memarahi oknum birokrat yang terlibat menyusun anggaran.
Proses pengisian anggaran
Proses pembahasan anggaran sendiri, setiap SKPD harus memasukkan anggaran hingga satuan tiga atau biasa disebut komponen. Komponen itu harus dimasukkan dalam sistem e-budgeting.
Bila tak dimasukkan, sistem akan menolak dengan sendirinya. Padahal, isi komponen kegiatan merupakan hasil pembahasan antara Pemprov DKI dan DPRD DKI dalam rapat-rapat komisi.
ADVERTISEMENT
Kondisi ini membuat SKPD mengisi komponen sementara dengan nama kegiatan yang belum tentu disetujui oleh DPRD DKI atau dilaksanakan nantinya. Hal inilah yang disebut Anies sebagai sebuah sistem e-budgeting sudah digital, tapi tak pintar.
"Ini ada problem system yaitu sistem digital. Sistemnya digital, tapi tidak smart. Smart system dia bisa melakukan pengecekan, dia bisa melakukan verifikasi, dia bisa menguji. Nah, ini sistemnya digital, tapi sistemnya masih mengandalkan manual," jelas Anies di Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu (30/10).
Anggaran ajaib era Ahok
Sistem ini sudah berjalan sejak lama, bahkan di era Gubernur Ahok, dia harus begadang demi menyisir satu per satu anggaran hingga ke komponen kegiatan atau satuan 3.
"Saya semalam sampai jam 12 lewat. Seharian tuh, harusnya kan bukan tugas saya. Nah, mereka berpikir saya tidak mungkin periksa," kata Ahok, di Balai Kota, Kamis 19 November 2015.
ADVERTISEMENT
Ahok seperti 'dikerjai' soal anggaran ini. Dia mesti menyisir sendiri anggaran.
Di tahun berikutnya, Ahok tak begadang sendiri. Dia membuka lowongan bagi mahasiswa yang untuk magang. Mereka bertugas menyisir anggaran yang diajukan oleh setiap SKPD.
Tak kurang dari 30 orang diajak bergabung untuk mengawasi penyusunan anggaran. Mereka hanya diberi uang saku.
"Misalkan Anda suka bidang tata kota, suka di perumahan, sosial, anggaran, di transportasi atau di hukum politik," kata Ahok di Balai Kota DKI, Kamis, 21 September 2016.
Ahok memang sudah melakukan segala upaya untuk mencegah adanya anggaran tak wajar. Tapi, kemunculan anggaran semacam itu tetap saja terjadi. Jadi, walau dia ditemani dengan anak-anak muda magang, tetap saja, Ahok kena lagi soal anggaran ajaib ini.
ADVERTISEMENT
Bila dicermati APBD 2017 melalui apbd.jakarta.go.id, hal serupa ditemukan pada pengajuan anggaran Dinas Pendidikan untuk Program Wajib Belajar 12 tahun. Kegiatannya, yakni Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk SD/SDLB dengan nilai pagu anggaran Rp 486.385.266.600.
Pada pengajuan awal, Dinas Pendidikan mengisi kegiatan dengan pembelian alat tulis kantor untuk Rp 6.000 per siswa per bulan, penghapus papan tulis Rp 7.350 per siswa per bulan, lalu bahan peraga Rp 6.000 per orang per bulan, cetakan umum Rp 6.000 per orang per bulan.
Lalu ada anggaran fotokopi Rp 3.000 per orang per bulan, belanja makanan dan minuman harian pegawai Rp 6.000 per peserta didik per bulan, makan dan minum rapat Rp 3.000 per orang per bulan, transpor peserta didik lomba Rp 6.000 per orang per bulan.
ADVERTISEMENT
Kemudian, anggaran pemeliharaan sarana pendidikan dan pelatihan Rp 15.000 per orang per bulan, dan honorarium instruktur Rp 9.000 per perserta didik per bulan.
Anggaran ini masih dalam tahap Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD) 2017. Seluruhnya, ditujukan untuk 601.813 orang. Hal ini menunjukkan praktik dummy pada penyusunan anggaran sudah terjadi sejak lama.
Setelah RKPD dibahas hingga diketok menjadi APBD 2017, seluruh anggaran itu tidak ada alias Rp 0.
Dalam APBD yang sudah disahkan, anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk SD/SDLB dengan nilai pagu anggaran Rp 486.385.266.600 benar-benar digunakan untuk BOS.
Dana itu dialokasikan untuk honorarium pegawai honorer/tidak tetap senilai Rp 89.235.845.662. Lalu, Honorarium Operasional Pengelolaan Dana BOS senilai Rp 10.627.334.480, kemudian Belanja Barang dan Jasa Dana BOS senilai Rp 238.040.233.185, dan Belanja Modal Dana BOS senilai Rp 148.481.853.273.
ADVERTISEMENT
Totalnya sesuai dengan pagu anggaran, yakni Rp 486.385.266.600.
Dalam proses penyusunan anggaran, Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) merupakan satu dari serangkaian panjang pembahasan anggaran hingga akhirnya menjadi APBD.
Di fase KUA-PPAS, Pemprov DKI dan DPRD DKI membahas pagu anggaran dan kegiatan yang akan dilakukan terkait anggaran itu. Setelah kedua belah pihak setuju, barulah MoU ditandatangani.
Gubernur kemudian menerbitkan Surat Edaran tentang pedoman penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA). Lalu, SKPD menginput semua kegiatan sesuai dengan hasil pembahasan KUA-PPAS dan RKA.
Proses dilanjutkan dengan penyampaian Raperda APBD dari Pemprov DKI ke DPRD. Setelah disetujui, raperda diserahkan ke Kemendagri untuk dievaluasi.
Bila ada perbaikan, anggaran akan diperbaiki. Bila tidak, Raperda APBD bisa dibawa paripurna untuk disetujui oleh DPRD DKI.
ADVERTISEMENT