Pengasuh Ponpes di Semarang Perkosa 6 Santriwati, 2 Masih Anak

7 September 2023 0:27 WIB
·
waktu baca 2 menit
Ilustrasi Perlawanan Korban Pencabulan Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perlawanan Korban Pencabulan Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Seorang pengasuh pondok pesantren di Kota Semarang berinisial BAA (46) diduga memperkosa 6 orang santriwatinya. Dua orang korbannya merupakan anak di bawah umur.
ADVERTISEMENT
Kasus ini terungkap usai psikolog dari Unit Pelaksana Teknis Daerah, Perlindungan Perempuan dan Anak, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (UPTD PPA DP3A) Kota Semarang Iis Amalia mendapat laporan dari salah satu korbannya. Pemerkosaan itu terjadi di Pondok Hidayatul Hikmah Al Kahfi.
"Ada 6 orang korban yang sudah mengadu ke kita. Dua di antaranya merupakan anak di bawah umur. Salah satu korbannya berusia 15 tahun sudah membuat laporan ke kepolisian. Kasus yang paling bisa diproses adalah kasus anak yang berusia 15 tahun," ujar Iis dalam jumpa pers di Kantor AJI Semarang, Rabu (6/9).
Iis menyebut, korban diperkosa berulang kali oleh pelaku sejak tahun 2021 atau saat ia masih berusia 15 tahun. Peristiwa bejat itu terjadi di pondok pesantren dan di sebuah kamar hotel di Semarang.
ADVERTISEMENT
"Kekerasan kepada anak ini sekitar 3 kali sejak tahun 2021 di tempat Pondok Hidayatul Hikmah Al Kahfi dan salah satu hotel di Semarang," jelas dia.
Pelaku dalam aksinya kerap mengacam dan memaksa korban untuk melayani nafsu bejatnya. Jika korban menolak, maka pelaku akan mengatakan korban adalah anak durhaka karena berani melawan pelaku.
"Korban ini anak dari salah satu jemaah pengajian BAA. Oleh BAA, Mawar diminta menempuh pendidikan di Malang tapi minta untuk mondok dulu di tempat pelaku. Dia mengatakan kepada anak yang 15 tahun ini dengan embel-embel bahwa 'saat kamu tidak manut dengan orang tuamu dan saya adalah kdpanjangan tangan dari orang tuamu maka kamu adalah anak yang durhaka," ungkap Iis.
ADVERTISEMENT
Akibat perbuatan bejat pelaku, korban mengalami depresi dan gangguan kecemasan. Korban juga tidak bisa mengambil ijazahnya karena uang sekolah yang dititipkan ke pelaku ternyata tak dibayarkan.
"Selain itu anak ini dari hasil konseling psikologi yang kami dapatkan yang bekerja sama dengan kami anak ini mengalami depresi anak ini mengalami kecemasan," kata Iis.
Laporan kasus ini sudah diproses oleh Polrestabes Semarang. Iis menyebut, polisi juga sudah menangkap pelaku yang sempat lari ke Bekasi, Jawa Barat.
"Kami juga mengapresiasi unit PPA yang sangat responsif kemudian kolaboratif dalam kasus ini sehingga pada tanggal 16 Mei kasus ini diproses dan terakhir kemarin Kamis (1/9) pelaku sudah tertangkap," kata Iis.