Pengurus Ponpes Jelaskan Sebab Pengadangan Pelari Berpakaian Minim

6 Mei 2018 21:31 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
Pelari perempuan dipukul warga di Yogya (Foto: facebook/Agus Susilo)
zoom-in-whitePerbesar
Pelari perempuan dipukul warga di Yogya (Foto: facebook/Agus Susilo)
ADVERTISEMENT
Pelari wanita yang berpakaian minim, diadang warga saat berlari di area yang dikenal kawasan pesantren, di wilayah Mlangi, Gamping, Sleman Yogyakarta. Videonya viral dan menuai beragam komentar.
ADVERTISEMENT
Minimnya sosialisasi panitia kepada warga diduga menjadi faktor penyebab insiden pengadangan peserta lomba lari tersebut.
Pengurus Pondok Pesantren Aswaja Nusantara Mlangi, Muhammad Mustafid, menjelaskan pemberitahuan yang diberikan pihak kampus hanya singkat kepada Plt Kepala Dusun Mlangi. Plt Kepala Dusun sendiri bahkan tidak berdomisili di dusun tersebut.
"Kealpaan panitia adalah tidak memberikan sosialisasi memadai kepada masyarakat tentang adanya rute lari yang melewati jalan kampung itu. Pihak panitia dan universitas pasti tahu Mlangi, kampung pesantren yang memiliki norma-norma kearifan lokal, yang mestinya dihargai," kata Mustafid, Minggu (6/5).
Namun, Mustafid menolak jika Mlangi dianggap intoleran. Menurutnya, Mlangi punya budaya sendiri karena merupakan kawasan pesantren. Sehingga panitia lomba seharusnya mengikuti norma yang berlaku di tempat mereka. "Salah satunya adalah pakaian," terangnya.
ADVERTISEMENT
Dia juga menjelaskan, kejadian tersebut bukan terjadi di Dusun Mlangi, tapi di Dusun Sawahan. Letak dua dusun itu memang bersampingan.
"Kejadian itu secara administratif tidak terjadi di Mlangi, tapi di Dusun Sawahan, dusun sebelah selatan Mlangi, yang gandeng dengan Mlangi. Terjadi sekitar 100 meter dari pesantren As Salafiyah pimpinan Gus Irwan dan Kyai Hasan," tuturnya.
Setelah insiden tersebut, Mustafid menuturkan, para orang yang mengadang sudah meminta maaf kepada pelari perempuan itu. "Namun panitia mestinya juga minta maaf. Sebab saat ini masyarakat Mlangi merasa disudutkan," tuturnya.
Dalam peristiwa tersebut, dijelaskannya, ada salah satu rombongan lari yang melewati sisi utara tembus Mlangi menuju Kampus UNISA. Beberapa warga sudah mengingatkan agar para perempuan bercelana pendek ketat itu tidak lewat Mlangi. Namun sebagian pelari perempuan nekat melintas.
ADVERTISEMENT
Ketika melewati Mlangi, ada orang tua yang mengingatkan tapi diabaikan. Orang tua tersebut mengendarai motor ke arah yang sama dengan pelari sampai memasuki wilayah Sawahan.
"Ketika diingatkan kedua kalinya oleh orang tua tadi, malah semacam nantang-nantang dengan tidak sopan. Nah, beberapa anak muda yang ada tidak jauh dari lokasi mendatangi lokasi, akhirnya emosi, karena dari jauh terlihat seperti membentak-bentak. Terjadilah itu, ketegangan, debat, pegang baju, dan desakan-desakan," ungkapnya.
Desa Mlangi Yogyakarta (Foto: Others/Dok. Google Maps)
zoom-in-whitePerbesar
Desa Mlangi Yogyakarta (Foto: Others/Dok. Google Maps)
Di sisi lain, Camat Gamping Abu Bakar mengimbau agar penyelenggara acara menghormati aturan lokal setempat. "Panitia atau EO-nya yang tidak paham. Tidak menghormati aturan lokal di Mlangi," jelasnya.
Abu menjelaskan, Mlangi merupakan pusat pesantren, banyak santri yang belajar. Selain wilayah Mlangi, daerah Pundung, Cambahan, dan Nogotirto juga merupakan daerah santri.
ADVERTISEMENT
"Harus koordinasi dengan aparat wilayah. Hormati aturan lokal, wilayah banyak pesantrennya orang harus berpakaian yang sopan dan menutup aurat. Kita kalau di Bali saja menghormati bila ada tulisan terkait berpakaian yang sopan," sebutnya.
Di sisi lain, Abu sangat mendukung acara olahraga di wilayahnya. Terlebih di wilayah Gamping sendiri banyak tempat-tempat menarik dan mempunyai potensi alam.
"Kemarin dalam rangka hari jadi Sleman, Kecamatan Gamping juga mengadakan lomba lari lintas alam," bebernya.
Namun, ia mengimbau selain taat pada aturan lokal setempat, penyelenggara acara juga harus koordinasi dengan kepala desa dan camat.