Penjelasan Badan Geologi soal Longsor Dekat Tol Cipularang KM 118

18 Februari 2020 0:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Alat berat berada di lokasi longsor, di dekat Tol Cipularang KM 118. Foto: Moh Fajri/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Alat berat berada di lokasi longsor, di dekat Tol Cipularang KM 118. Foto: Moh Fajri/kumparan
ADVERTISEMENT
Longsor yang terjadi di dekat Tol Cipularang KM 118, tepatnya di Kampung Hegarmanah, Desa Sukatani, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, Selasa (11/2) berdampak pada keberadaan permukiman di sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menjelaskan penyebab longsor tersebut. Dalam keterangan pers yang diterima dari Badan Geologi, longsor tersebut terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah sistem drainase yang tidak berfungsi.
Alat berat mengeruk tanah di lokasi longsor, di dekat Tol Cipularang KM 118. Foto: Moh Fajri/kumparan
"Secara umum gerakan tanah disebabkan faktor-faktor sebagai berikut, Tanah pelapukan yang tebal dan memiliki porositas dan permeabilitas tinggi; Kemiringan lereng yang curam (>20°); Sistem drainase yang tidak berfungsi (tersumbat); tata guna lahan yang berupa lahan basah (persawahan); Genangan air yang berada di utara (luas 4.079 meter persegi) yang mengakibatkan munculnya mata air/rembesan baru di badan jalan tol sebelah selatan menjadi pemicu terjadinya gerakan tanah," jelas Badan Geologi dalam rilisnya, Senin (17/2).
Dalam penjelasannya, kondisi daerah longsoran yang dulunya merupakan daerah aliran sungai di mana masih terlihat adanya morfologi cekungan dari Digital Elevation Model (DEM).
ADVERTISEMENT
"Secara khusus mekanisme terjadinya gerakan tanah karena kelerengan yang curam dan banyak tekuk lereng yang merupakan jalur air, tanah pelapukan yang tebal, batuan vulkanik yang poros air, tata guna lahan berupa sawah dibagian atas dan kemiringan lereng yang curam," jelasnya.
Petugas berada di lokasi longsor, di dekat Tol Cipularang KM 118. Foto: Moh Fajri/kumparan
Kejadian longsor 2019 di bagian utara jalan tol menyebabkan saluran tersumbat sehingga menimbulkan terjadinya genangan air.
"Rembesan dari genangan air ini yang mengakibatkan meningkatnya muka air tanah dan tekanan pori sehingga tahanan lereng menjadi lemah. Hal ini membuat kondisi tanah dan batuan menjadi jenuh air yang menyebabkan bobot masanya bertambah dan kuat gesernya menurun, tanah tidak stabil dan mudah bergerak," jelas Badan Geologi.
Kondisi tanah yang jenuh air memperlihatkan mekanisme pergerakan tanah mulai bergerak pada bagian bawah yang kemudian menarik lereng bagian atasnya (lereng selatan badan jalan tol).
Ekskavator membersihkan sisa longsor di ruang milik jalan (Rumija) Jalan Tol Cipularang KM 118+600 terdampak longsor. Foto: Dok. Jasa Marga
Badan Geologi menyimpulkan, gerakan tanah yang terjadi bertipe longsoran aliran tanah, daerah ini masih berpotensi untuk bergerak baik longsoran tipe cepat maupun longsoran tipe lambat berupa rayapan (nendatan, retakan, dan amblasan) jika tidak ada mitigasi baik non struktural maupun struktural.
ADVERTISEMENT
Untuk mencegah terjadinya longsor Badan Geologi merekomendasikan sebagai berikut;
ADVERTISEMENT