Penjelasan BMKG soal Tak Ada Cuaca Ekstrem di Jabodetabek 8-12 Januari

13 Januari 2020 6:20 WIB
comment
10
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sempat memprediksi cuaca ekstrem dan curah hujan dengan intensitas lebat akan melanda Jabodetabek mulai 5 hingga 15 Januari 2020.
ADVERTISEMENT
Selain BMKG, Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) juga mengeluarkan peringatan dini tentang cuaca buruk untuk periode 10 hingga 12 Januari di Jabodetabek.
Akan tetapi, sejak 5 hingga 12 Januari lalu, prediksi cuaca buruk di Jabodetabek seperti yang disampaikan BMKG maupun Kedutaan AS tidak menjadi kenyataan. Hanya hujan dengan intensitas rendah yang terjadi di beberapa wilayah.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati memberikan penjelasan terkait hal tersebut. Menurutnya prediksi cuaca buruk di Jabodetabek disebabkan fenomena gelombang atmosfer Madden Julian Oscillation (MJO) seperti yang telah ia sampaikan saat launching Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) pada 3 Januari lalu bersama beberapa instansi terkait.
"Tanggal 3 Januari lalu telah diprediksi BMKG akan terjadi di wilayah Indonesia mulai tanggal 5 sampai 15 Januari 2020, sebagai akibat dari adanya fenomena MJO atau masuknya aliran udara basah dari arah Samudera Hindia di sebelah timur Afrika yang bergerak di sepanjang ekuator menuju Samudera Pasifik dan melintas masuk Indonesia," kata Dwikorita saat dihubungi, Senin (13/1).
Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG. Foto: Fauzan Anangga/kumparan
"Diprediksi mulai tanggal 5 Januari mulai dari sebelah barat Sumatera Barat melintas hingga mencapai wilayah Sumatera Selatan dan Jawa yang berakibat memicu pembentukan awan hujan dalam skala besar dan masiv," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Kemudian, sesuai prediksi BMKG sebelumnya, dalam perjalanannya fenomena MJO bergerak ke wilayah Indonesia tengah untuk selanjutnya menuju samudera pasifik. Sehingga intensitas hujan di wilayah barat termasuk Jabodetabek berkurang.
"Maka diprediksi (intensitas hujan) menurun mulai 11 Januari karena aliran udara basah tersebut telah bergerak memasuki wilayah Indonesia tengah," ungkap Dwikorita.
"Selanjutnya mulai 11 sampai 15 Januari diprediksi bahwa yang meningkat intensitas hujannya justru di Kalimantan dan Sulawesi bukan di Jabodetabek lagi karena aliran udara basah (MJO) sudah bergerak memasuki wilayah Indonesia bagian tengah atau meninggalkan wilayah Indonesia bagian barat termasuk Jabodetabek," jelas Dwikorita.
Dwikorita juga meminta warga di Indonesia tengah mewaspadai cuaca ekstrem mulai 11 sampai 15 Januari.
"Periode 11 sampai 15 Januari aliran udara basah mulai masuk wilayah Indonesia Tengah (Kalimantan dan Sulawesi), sehingga intensitas hujan di Jabodetabek mulai menurun," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Dwikorita menuturkan pada 9 dan 10 Januari dampak fenomena MJO masih terasa cukup kuat di wilayah Indonesia barat dengan turunnya hujan intensitas sedang di beberapa wilayah. Namun hujan tidak separah seperti 31 Desember 2019 hingga 1 Januari 2020 silam.
"Pengaruh MJO masih cukup kuat di wilayah Jawa. Barangkali TMC (Teknologi Modifikasi Cuaca) cukup efektif mengurangi intensitas hujan pada tanggal 9 sampai 10 Januari khususnya di Jabodetabek," ucap Dwikorita.
Dwikorita juga menyampaikan rasa terima kasih kepada BPPT atas usaha melakukan TMC. Sehingga hujan sudah turun di daerah laut sebelum memasuki daerah Jabodetabek.
"BMKG sangat mengapresiasi dan ikut mendukung TMC, terutama dalam hal menginfokan lokasi pembentukan awan-awan hujan sebelum bergerak memasuki daratan di Jabodetabek. Awan-awan tersebut dapat dipaksa turun sebagai hujan sebelum masuk ke Jabodetabek," ujar Dwikorita.
ADVERTISEMENT