Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Penjelasan BPN soal Polemik Cluster Rumah di Bekasi Digusur Padahal Punya SHM
3 Februari 2025 19:44 WIB
ยท
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Rumah warga cluster Setia Mekar Residence 2 di Kabupaten Bekasi, digusur, lalu dirobohkan juru sita pengadilan. Padahal warga telah memegang SHM secara sah.
ADVERTISEMENT
Kepala Kantor ATR/BPN Kabupaten Bekasi, Darman Simanjuntak, menjelaskan, eksekusi ini dilakukan karena pihaknya mendapat informasi adanya gugatan pada tahun 1996 dengan nomor SHM 325.
"Kalau BPN itu mengetahui setelah masalah eksekusi. Sehingga kita telusuri ada apa. Ditemukan lah data ternyata memang ada gugatan dulunya. Kalau kita lihat dari data itu kan proses pengadilan itu tahun 1996 terkait dengan kepemilikan sertifikat hak milik nomor 325 luasnya 36.030 meter," jelas Darman, Senin (3/2).
Awalnya, tanah dengan nomor SHM 325 itu dimiliki oleh Djudju Saribanon Dolly. Kemudian, tanah itu dijual kepada Kayat pada tahun 1982.
"Karena desanya berubah, awalnya Desa Jati Mulya tuh, ada pemekaran jadi Satya Mekar. Sertifikat 325 tadi dipecah tuh tahun 1995 menjadi 4 sertifikat," terangnya.
ADVERTISEMENT
Dari empat sertifikat itu, kata Darman, ada dua sertifikat yang dijual Kayat kepada Tunggul Paraloan Siagian.
"Cluster itu kan masuk dalam luas tanah yang 3.290 tuh. Oleh Tunggul kan mungkin dibikin cluster. Karena perumahan harus HGB jadi HGB-lah dia HGB 8360. Kemudian dijual-jual-lah ke konsumen," ujarnya.
Sebelum dibeli oleh Kayat pada tahun 1982 itu, ternyata tanah tersebut memiliki AJB (Akta Jual Beli) atas nama Abdul Hamid pada tahun 1976.
Nah, oleh ahli waris Abdul Hamid yakni Mimi Jamilah, tanah tersebut digugat ke pengadilan pada tahun 1996. Gugatan Mimi tersebut dikabulkan oleh pengadilan dan meminta mengeksekusi rumah warga cluster tersebut.
"Padahal sertifikat itu setelah dibeli oleh Kayat kan sudah dipecah tuh. Ahli warisnya Abdul Hamid ini nggak terima kalau sertifikat itu punyanya Kayat yang sudah dijual-jual. Dia maunya kan tahun 1976 harusnya milik dia," katanya.
ADVERTISEMENT
Darman mengatakan, permasalahan itu bukanlah ranah dari ATR/BPN, melainkan perkara perdata antara para pihak itu.
"Itu ranah pengadilan karena hakim selaku pemutus. Intinya perkara pengadilan sudah upaya hukum tertinggi," ucapnya.
"Proses pengadilan itu sudah sampai kasasi tapi seperti yang saya bilang tadi BPN tidak pernah ikut digugat di situ. BPN tidak tahu ada perkara itu kan," lanjutnya.