Penjelasan Kapolri soal Gerakan Tagar yang Dilarang

10 September 2018 21:22 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tito Karnavian di konferensi pers akhir tahun. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tito Karnavian di konferensi pers akhir tahun. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kapolri Jenderal Tito Karnavian angkat bicara mengenai beredarnya telegram rahasia dari Kadiv Intelkam Polri mengenai antisipasi gerakan tagar menjelang Pilpres 2019. Dalam hal ini, polisi melarang #2019GantiPresiden di berbagai daerah.
ADVERTISEMENT
Tito menegaskan Polri berpatokan penuh dengan Undang-undang nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Salah satu alasan larangan itu adalah adanya penolakan dari warga.
"Intinya sepanjang tidak ada masalah penolakan, potensi konflik, maka UU nomor 9 tahun 1998 jadi patokan kita. UU nomor 9 tahun 1998 tentang penyampaian pendapat di muka umum, kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dilindungi UU, tapi tidak bersifat absolut," kata Tito saat menghadiri pernikahan anak Bambang Soesatyo di JCC, Senayan, Jakarta Selatan, Senin (10/9).
Menurut Tito, terdapat Pasal 6 yang menjadi pengecualian penyampaian pendapat di muka umum sehingga dapat dilarang. Tito pun membeberkan lima poin yang dilarang dalam menyampaikan pendapat di muka umu.
ADVERTISEMENT
"Satu, tidak boleh melanggar HAM orang lain. Jadi kalau di tengah jalan membuat semacam unjuk rasa kemudian tiba-tiba mengganggu orang mau lewat, tidak boleh. Dua, harus menindahkan etika dan moral. Jadi kalau menghujat, tidak boleh. Tiga, harus sesuai peraturan UU yang ada," ucap Tito.
"Keempat, harus mematuhi kepentingan publik. Jadi kalau ada gangguan ketertiban umum, tidak bisa itu. Kemudian terakhir lima, harus memelihara keutuhan dan persatuan bangsa," tegasnya.
Selain itu, Tito juga membeberkan, Kapolri mempunyai diskresi khusus jika penyampaian pendapat di muka umum berpotensi menimbulkan konflik. Dengan penilaian subjektifnya, Kapolri dapat mengambil tindakan proporsional.
"Kalau ada penolakan, jelas akan terjadi konflik, masa polisi diam? Otomatis kami mediasi sedapat mungkin jangan sampai terjadi. Kalau misalnya didiamkan ada konflik, polisi salah lagi," ujar Tito.
Aksi #2019GantiPresiden di Solo. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Aksi #2019GantiPresiden di Solo. (Foto: Dok. Istimewa)
Lebih lanjut, Tito mengimbau kepada seluruh masyarakat dalam menghadapi tahun politik ini agar berdemokrasi dengan baik dan positif. Tito menegaskan akan menindak tegas masyarakat yang melakukan kampanye hitam selama pemilu maupun pilpres 2019.
ADVERTISEMENT
"Dalam berdemokrasi ini kita harapkan pemilu pilpres, pileg gunakan positive campaign. Kampanye negatif yaitu menjelaskan kelemahan lawan boleh, itu biar publik tahu. Tapi tidak boleh black campaign, itu dilarang disebar karena sudah masuk UU ITE, fitnah dan pencemaran nama baik. Polri pasti tindak itu," sebut Tito.