Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Penjelasan KPK soal Skor Penilaian Integritas BI Tinggi tapi Ada Kasus Korupsi
24 Januari 2025 22:03 WIB
ยท
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
KPK baru saja merilis hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024. Dari 604 instansi yang terdiri dari 508 pemerintah kabupaten/kota, 94 kementerian/lembaga, 37 pemerintah provinsi, dan 2 BUMN, indeks integritas nasional tahun ini mencapai 71,53.
ADVERTISEMENT
Dalam survei tersebut, KPK membagi kategori dari masing-masing kementerian/lembaga hingga pemerintah daerah. Tiap kategori tersebut, dibagi lagi menjadi tipe besar, sedang, dan kecil.
Salah satu kategori untuk lembaga non-kementerian dengan tipe besar, nilai tertinggi diraih Bank Indonesia (BI) dengan skor 86,7.
Namun, justru muncul anomali lantaran BI terseret kasus korupsi yang tengah diusut lembaga antirasuah. Kasus tersebut yakni dugaan korupsi penyelewengan dana corporate social responsibility (CSR) BI.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan pun menjelaskan penyebab angka integritas tinggi tapi masih muncul kasus korupsi di lembaga tersebut.
Menurut Pahala, pihaknya memang melakukan pendataan survei penilaian integritas tersebut berdasarkan jawaban dari pihak internal lembaga.
"Tapi, kalau ditanya kita nangkap enggak itu fenomena dalam survei kita, kita tangkap dalam bentuk apakah ada perdagangan pengaruh atau intervensi," kata Pahala dalam media briefing hasil SPI 2024, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (24/1).
ADVERTISEMENT
"Harusnya orang internal bilang ada [kasus], baru kita kelihatan untuk dimensi ini dia sebenarnya merah [kategori rentan]," jelas dia.
Namun, lanjut dia, hasil survei penilaian tersebut memang bisa saja berbeda dengan yang terdata oleh KPK. Hal itu lantaran indikator penilaian tersebut juga berdasarkan pada jawaban pihak internal lembaga.
"Tapi, kenyataannya internal bilang enggak ada, jadi kita sulit juga bilang, kayak apa, hubungan BI yang kasusnya lagi diproses diduga ada perdagangan pengaruh," ucap Pahala.
"Tapi, kalau selama responden tidak sebut itu, kita tidak bisa," imbuhnya.
Lebih lanjut, Pahala menekankan bahwa setinggi apa pun skor integritas di suatu lembaga, tidak bisa dianggap tidak terjadi korupsi.
"Akibatnya nilainya setinggi-tinggi apa pun, lantas ditanya, 'lah, itu masih ada kasusnya', nah itu kira-kira gitu, ya," tuturnya.
ADVERTISEMENT
"Jadi, jangan dianggap juga kalau SPI ini bisa 100 persen kalau nilainya tinggi enggak ada korupsi, enggak lah, enggak banget. [skor] 80-an pun kalau ada [korupsi], ada," pungkas dia.
Sebelumnya, Pahala mengatakan telah terjadi peningkatan nilai integritas dibandingkan tahun sebelumnya.
"Ada peningkatan skor SPI. Jadi kalau sebelumnya kita ada di bawah 70 nasional, sekarang lewat 70," kata Pahala dalam acara Peluncuran SPI di KPK, Jakarta, Rabu (20/1) kemarin.
Ia menjelaskan bahwa penilaian SPI ini dibagi dalam 3 kategori, yakni merah (rentan), kuning (waspada), dan hijau (terjaga). Skor yang didapat kali ini masih dalam kategori waspada.
"Jadi, kira-kira secara nasional kita baru ada di tingkat yang kuning bawah," ungkapnya.
Adapun survei ini dilakukan dari 601.453 responden yang terdiri dari 390.754 ribu pegawai di internal kementerian/lembaga, pemprov, dan pemda; 201.927 dari masyarakat; dan 8.772 ahli.
ADVERTISEMENT
Proses survei dilakukan secara daring menggunakan kuesioner yang dikirim kepada para responden melalui WhatsApp dan email.
Kasus CSR BI
Adapun dalam kasus ini, KPK masih menggunakan surat perintah penyidikan (Sprindik) umum. Sehingga, belum ada tersangka yang dijerat.
Dalam perkara ini, Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Rudi Setiawan mengungkapkan bahwa sebagian dana CSR yang ada diberikan kepada yang tidak semestinya.
"Jadi BI itu punya dana CSR, kemudian beberapa persen daripada sebagian dari pada itu diberikan ke yang tidak proper. Kurang lebihnya seperti itu," ucap Rudi kepada wartawan di Gedung KPK, Selasa (17/12) lalu.
Ia menduga adanya aliran dana CSR tersebut diberikan kepada yayasan yang tidak tepat.
"Yayasan, ada yayasan-yayasan, yang kita duga tidak tepat untuk diberikan," imbuh dia.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, juga menjelaskan dugaan penyelewengan dana yang dilakukan dalam kasus korupsi tersebut.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, dana CSR yang ada tidak digunakan sesuai peruntukannya.
"Perusahaan memberikan CSR yang digunakan untuk, ada misalkan kegiatan sosial misalnya, membangun rumah, tempat ibadah, membangun fasilitas yang lainnya, jalan-jembatan dan lain-lainnya. Kalau itu digunakan sesuai peruntukannya, tidak ada masalah," tutur Asep kepada wartawan, Rabu (18/9) lalu.
"Yang menjadi masalah adalah ketika dana CSR itu tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya," papar dia.