Penjelasan Lengkap Ekstradisi, Benarkah Permudah Penegakan Hukum RI-Singapura?

27 Januari 2022 16:24 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Pengadilan. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pengadilan. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Angin segar datang ketika Pemerintah Indonesia dan Singapura menandatangani perjanjian ekstradisi antar kedua negara. Bagaimana tidak, perjanjian ini telah melalui jalan panjang sebelum akhirnya disepakati pada 25 Januari 2022 lalu.
ADVERTISEMENT
Proses perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura tercatat diupayakan oleh Pemerintah Indonesia sejak tahun 1998.
Dalam setiap kesempatan pertemuan bilateral Pemerintah Singapura, pemerintah Indonesia terus menyuarakan pentingnya perjanjian ekstradisi bagi dua negara.
Namun, apa sebenarnya pengertian dari ekstradisi?
Mengutip UU RI Nomor 1 Tahun 1979, ekstradisi adalah penyerahan oleh suatu negara kepada negara yang meminta penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu kejahatan di luar wilayah negara yang menyerahkan dan di dalam yurisdiksi wilayah negara yang meminta penyerahan tersebut, karena berwenang untuk mengadili dan memidananya.
Lalu, siapa yang dapat diekstradisi?
Berdasarkan pasal 3 dalam UU Nomor 1 Tahun 1979 tentang ekstradisi itu, disebutkan bahwa yang dapat diekstradisi adalah pihak yang bermasalah secara hukum. Berikut ketentuannya:
ADVERTISEMENT
(1) Yang dapat diekstradisikan ialah orang yang oleh pejabat yang berwenang dari negara asing diminta karena disangka melakukan kejahatan atau untuk menjalani pidana atau perintah penahanan.
(2) Ekstradisi dapat juga dilakukan terhadap orang yang disangka melakukan atau telah dipidana karena melakukan pembantuan, percobaan dan permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan tersebut dalam ayat (1), sepanjang pembantuan, percobaan, dan permufakatan jahat itu dapat dipidana menurut hukum Negara Republik Indonesia dan menurut hukum negara yang meminta ekstradisi.
Ilustrasi borgol. Foto: Shutter Stock
Permintaan itu dilakukan atas dasar bahwa orang yang bersangkutan disangka melakukan kejahatan atau untuk menjalani pidana atau perintah penahanan yang telah ia terima sebelumnya dalam proses persidangan.
Sehingga dengan adanya perjanjian ekstradisi selain sebagai bentuk kerja sama politik dengan Singapura, tetapi berdampak baik pula pada penegakan hukum yang dapat berjalan. Sehingga tersangka atau terpidana kejahatan dapat diadili secara adil sesuai hukum di negara yang bersangkutan.
Indonesia Corruption Watch dan Gerakan #BersihkanIndonesia menggelar unjuk rasa di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (8/12). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Dalam UU Nomor 1 Tahun 1979 itu juga, termuat pelaku pidana apa saja yang bisa dilakukan ekstradisi. Berikut daftarnya:
ADVERTISEMENT
1. Pembunuhan.
2. Pembunuhan yang direncanakan.
3. Penganiayaan yang berakibat luka-luka berat atau matinya orang, penganiayaan yang direncanakan dan penganiayaan berat.
4. Perkosaan, perbuatan cabul dengan kekerasan.
5. Persetubuhan dengan seorang wanita di luar perkawinan atau perbuatan-perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui, bahwa orang itu pingsan atau tak berdaya atau orang itu belum berumur 15 tahun atau belum mampu dikawin.
6. Perbuatan cabul yang dilakukan oleh orang yang cukup umur dengan orang lain sama kelamin yang belum cukup umur.
7. Memberikan atau mempergunakan obat-obat dan atau alat-alat dengan maksud menyebabkan gugur atau mati kandungan seorang wanita.
8. Melarikan wanita dengan kekerasan, ancaman kekerasan atau tipu muslihat, dengan sengaja melarikan seseorang yang belum cukup umur.
ADVERTISEMENT
9. Perdagangan wanita dan perdagangan anak laki-laki yang belum cukup umur.
10. Penculikan dan penahanan melawan hukum.
11. Perbudakan.
12. Pemerasan dan pengancaman.
13. Meniru atau memalsukan mata uang atau uang kertas negeri atau uang kertas bank atau mengedarkan mata uang kertas negeri atau kertas bank yang ditiru atau dipalsukan.
14. Menyimpan atau memasukkan uang ke Indonesia yang telah ditiru atau dipalsukan.
15. Pemalsuan dan kejahatan yang bersangkutan dengan pemalsuan.
16. Sumpah palsu.
17. Penipuan.
18. Tindak pidana-tindak pidana berhubung dengan kebangkrutan.
19. Penggelapan.
20. Pencurian, perampokan.
21. Pembakaran dengan sengaja.
22. Pengrusakan barang atau bangunan dengan sengaja.
23. Penyelundupan.
24. Setiap tindak kesengajaan yang dilakukan dengan maksud membahayakan keselamatan kereta api, kapal laut atau kapal terbang dengan penumpang-penumpangnya.
ADVERTISEMENT
25. Menenggelamkan atau merusak kapal di tengah laut.
26. Penganiayaan di atas kapal di tengah laut dengan maksud menghilangkan nyawa atau menyebabkan luka berat.
27. Pemberontakan atau permufakatan untuk memberontak oleh 2 (dua) orang atau lebih di atas kapal di tengah laut menentang kuasa nakhoda, penghasutan untuk memberontak.
28. Pembajakan laut.
29. Pembajakan udara, kejahatan penerbangan dan kejahatan terhadap sarana/prasarana penerbangan.
30. Tindak Pidana Korupsi.
31. Tindak Pidana Narkotika dan obat-obat berbahaya lainnya.
32. Perbuatan-perbuatan yang melanggar Undang-undang Senjata Api, bahan-bahan peledak dan bahan-bahan yang menimbulkan kebakaran.
Sementara ada juga mengenai jenis kejahatan yang tidak bisa diekstradisi. Berikut aturannya dalam Pasal 5:
(1) Ekstradisi tidak dilakukan terhadap kejahatan politik.
(2) Kejahatan yang pada hakekatnya lebih merupakan kejahatan biasa daripada kejahatan politik, tidak dianggap sebagai kejahatan politik.
ADVERTISEMENT
(3) Terhadap beberapa jenis kejahatan politik tertentu pelakunya dapat juga diekstradisikan sepanjang diperjanjikan antara negara Republik Indonesia dengan negara yang bersangkutan.
(4) Pembunuhan atau percobaan pembunuhan terhadap kepala negara atau anggota-keluarganya tidak dianggap sebagai kejahatan politik.
Ilustrasi preman. Foto: Shutter stock
Kembali pada ekstradisi yang disepakati antara Indonesia dan Singapura. Pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly mengatakan perjanjian itu jelas bermanfaat khususnya untuk mencegah dan menangani tindak pidana yang bersifat lintas batas negara seperti korupsi, narkotika, dan terorisme.
Jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diekstradisi menurut perjanjian ekstradisi tersebut berjumlah sekitar 31 jenis di antaranya tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme, dan pendanaan kegiatan yang terkait dengan terorisme.
ADVERTISEMENT
Terdapat catatan soal jumlah kejahatan yang dapat diekstradisi. Dalam UU jumlahnya 32, berbeda dengan apa yang disebutkan oleh Yasonna 31. Belum diketahui apakah ada pengurangan jenis kejahatan yang tertera di UU atau tidak.
Lebih jauh, Yasonna menambahkan bahwa perjanjian ekstradisi yang disepakati Indonesia-Singapura memiliki masa retroaktif atau dapat diartikan berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya selama 18 tahun ke belakang.
Artinya perjanjian ekstradisi yang disepakati kedua negara itu hanya berlaku untuk menangani perkara yang terjadi atau tengah ditangani pemerintah Indonesia dalam kurun waktu 18 tahun terakhir, atau dengan kata lain perkara hingga tahun 2004.
Kendati demikian, Yasonna percaya perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura yang ditandatangani di Bintan, Kepulauan Riau, itu dapat berguna bagi penanganan hukum di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Terlebih, pemerintah Indonesia telah menantikan hadirnya aturan yang telah mereka mulai diupayakan sejak 1998 lalu ini.
"Perjanjian Ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar (deterrence) bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura," kata Yasonna.