Penjelasan Lengkap Jaksa Soal Kasus Revenge Porn Pandeglang yang Viral

27 Juni 2023 13:57 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Kejaksaan Negeri Pandeglang Helena Octavianne. Foto: kejari.pandeglangkab.go.id
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Kejaksaan Negeri Pandeglang Helena Octavianne. Foto: kejari.pandeglangkab.go.id
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Pandeglang menggelar konferensi pers melalui Zoom pada Senin malam (26/6), merespons kasus revenge porn yang belakangan ini viral.
ADVERTISEMENT
Di kasus itu, korban adalah perempuan berusia 22 tahun, sedangkan pelaku bernama Alwi Husen Maolana (22) yang merupakan mantan pacar korban.
Saat ini Alwi sudah jadi terdakwa kasus UU ITE lantaran menyebarluaskan rekaman saat ia memperkosa korban.
Versi keluarga korban, pelaku dapat memperkosa korban lantaran telah mencekoki korban dengan minuman beralkohol. Video itu kemudian dijadikan bahan oleh pelaku untuk memeras dan mengancam korban.
Bagaimana versi jaksa?
"Kami sampaikan fakta yang sebenarnya sehingga bisa menyampaikan ke masyarakat yang sebenarnya terjadi. Kasus UU ITE yang sedang disidangkan di PN (Pengadilan Negeri) Pandeglang viral seolah-olah Kejari Pandeglang tidak mengakomodir apa pun yang menjadi keinginan keluarga korban," kata Kepala Kejati Banten Didik Farkhan Alisyahdi.
ADVERTISEMENT

Duduk Perkara Kasus

Jaksa pada Kejari Pandeglang, Nia Yuniawati, kemudian menjelaskan duduk perkara kasus tersebut.
"Bahwa berawal dari perkenalan antara terdakwa (Alwi) dengan saksi (korban) sekitar tahun 2015-2016 saat keduanya masih duduk di bangku SMP lalu lanjut berpacaran hingga kuliah," kata Nia.
"Tahun 2021 saksi (korban) melakukan persetubuhan dengan terdakwa (Alwi) di rumah terdakwa di Kompleks Bumi Cipacung Indah Pandeglang dan video tersebut disimpan dalam bentuk video di hp milik terdakwa," kata Nia.
"Bahwa saksi (korban) selama menjalani hubungan dengan terdakwa sering terjadi pertengkaran, selanjutnya terdakwa menggunakan video yang tersimpan di hp terdakwa untuk mengancam saksi (korban) untuk tidak macam-macam karena setiap pertengkaran itu saksi (korban) kerap mengancam akan memutuskan hubungan pacaran dengan terdakwa namun terdakwa tidak ingin putus hubungan dengan saksi (korban)," ujar Nia.
ADVERTISEMENT
Nia melanjutkan, "Ketika saksi (korban) memutuskan hubungannya dengan terdakwa, di situ terdakwa merasa marah dan kesal, akhirnya terdakwa pada sekira 27 November 2022 bertempat di kediaman terdakwa di Pandeglang, terdakwa mendistribusikan atau mengirimkan video persetubuhan yang memiliki muatan melanggar kesusilaan antara terdakwa dengan saksi (korban) melalui apliaksi DM IG dari akun IG terdakwa kepada saksi Siti Maila yang merupakan teman dekat saksi (korban)."
"Pada tanggal 14 Desember 2022 terdakwa juga mengirimkan pesan WA kepada saksi (korban) dengan kata ancaman sambil mengirimkan bukti bahwa terdakwa telah mengirimkan video tersebut kepada saksi Siti Maila," kata Nia.

Bantah Ada Intimidasi

Kakak korban, Iman Zanatul Haeri, mengatakan bahwa pada 13 Juni 2023, pihak keluarga korban dan kuasa hukumnya melapor ke posko Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kejari Pandeglang.
ADVERTISEMENT
Di tengah pelaporan, seorang jaksa penuntut umum kasus tersebut masuk ke ruangan dan memarahi keluarga korban karena membawa kuasa hukum dalam pengaduan.
"Saat itu Ibu Kejari Pandeglang mendemotivasi kami dengan menyatakan kekerasan seksual dan pemerkosaan kasus ini tidak bisa dibuktikan karena tidak adanya visum," kata kakak korban.
Kepala Kejari Pandeglang Helena Octavianne menjelaskan perihal tersebut.
"Jadi pada hari Senin itu sesudah sidang, dari Bu Nanin dikabarkan bahwa korban bersama abangnya dua orang datang ke kejaksaan ingin bertemu di posko," kata Helena.
"Pertama, difasilitasi oleh Bu Dessy, setelah itu saya bergabung bersama Bu Nanin. Di situ maksud dari abangnya ingin melaporkan masalah pemerkosaannya," kata Helena.
"Nah karena kami juga sebagai jaksa kan tahunya itu cuma UU ITE, terus pemerkosaannya itu di mana kan berkas ini dari Polda ke Kejati. Kami sempat bilang 'Ya sudah nanti laporkan saja ke polisi dengan data yang ada', tapi kami juga sempat bilang 'Llau visumnya ini nanti bagaimana ya? Karena perkara ini sudah 3 tahun yang lalu.'," ujar Helena.
ADVERTISEMENT

Bantah Melarang Korban Didampingi Pengacara

Kakak korban, Iman Zanatul Haeri, mengatakan bahwa pihak jaksa, pada saat di posko itu, melarang pengacara mendampingi korban atau keluarga korban.
Helena menjelaskan, bahwa pada saat di posko itu, pihak Kejari Pandeglang diberi tahu oleh pihak korban bahwa ada pengacara yang mendampingi. "Maka saya bilang, kok pakai pengacara? Kami sudah mewakili korban loh, biasanya yang pakai pengacara itu terdakwa," kata Helena.
Jawaban dari pihak keluarga, menurut Helena, bahwa pengacara itu memang kenal dengan keluarga korban. Helena pun tidak mempermasalahkan lagi kehadiran pengacara.
"Kami tidak pernah melarang, kami hanya menyatakan bahwa jaksa mewakili korban dan yang memakai pengacara itu terdakwa," kata Helena.

Akan Cek Jaksa yang Ajak Ketemu di Kafe

Kakak korban, Iman Zanatul Haeri, menyebutkan terdapat seseorang yang mengaku sebagai jaksa meminta bertemu korban di sebuah kafe dengan live music. Korban tidak mau karena pihak keluarga merasa aneh kenapa ada jaksa meminta korban keluar dari safe house-nya.
ADVERTISEMENT
Terkait hal itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Banten Didik Farkhan Alisyahdi angkat bicara.
Didik mengatakan dugaan jaksa bernama Dessy meminta korban bertemu di kafe akan dicek oleh Asisten Tindak Pidana Umum.
"Aspidum akan klarifikasi, mencocokkan bukti-bukti yang merasa di-WA sama Ibu D padahal Ibu D ada di acara rapat bersama Bu Kajari," kata Didik.
"Nanti benar atau bagaimana, akan kita klarifikasi. Tidak usah menduga-duga, kalau memang benar akan kami sampaikan langkah-langkah selanjutnya. kalau tidak benar, nanti kami sampaikan," kata Didik.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pandeglang Helena Octavianne menjelaskan duduk perkara ini versinya.
"Saya masih ada screenshot percakapan saya dengan korban. Jadi korban mengirimkan ada nomor katanya salah satu jaksa di Kejari (Kejaksaan Negeri) Pandeglang. Dan waktu itu kebetulan kita lagi rapat di kafe dekat Kejari, jadi seluruh Kasie dan Kasubag dan saya ada di situ," kata Helena saat menggelar pertemuan dengan wartawan via Zoom pada Senin (26/6).
ADVERTISEMENT
"Si korban itu nge-WA saya katanya 'Bu ada yang menghubungi saya jaksa namanya Bu Dessy katanya ngajak ketemu'. (Kemudian Helena membalas) 'Loh saya lagi sama Bu Dessy. Ada apa ya?' Terus kata korban, 'Enggak tahu Bu'," kata Helena.
"Terus saya bilang, coba deh saya tanya dulu, ada nomornya, terus kita cek dengan GetContact keluar lah namanya Ira apa Ina gitu," ujar Helena.
Menurut Helena, nomor yang menghubungi korban, tidak dikenali dan bukan Dessy jaksa.
"Terus korban balas lagi, 'Loh bu chatnya dihapus tapi kita sempat screenshot, berarti orangnya lagi sama Ibu.' 'Mana saya tahu,' saya bilang. Dan saya bilang 'Ini orangnya ada di sini, ngomong langsung aja sama Bu Dessy'," kata dia.
ADVERTISEMENT
"Dan saya sempat bilang ke korban, ada apa sih? soalnya dia sempat misscall ke saya dua kali dan saya bilang kalau ada yang bisa saya bantu silakan ngomong aja, tapi dia bilang Bu maaf saya lagi liat vlog terus kepencet'," lanjutnya.
Helena mengaku sempat berpikir jika korban sedang ada yang mengintimidasi. "Dan dia ada dua kali sempat coba nelepon setelah dia minta maaf. Saya juga jadi berpikir apa anak ini pengin ngobrol tapi takut. Saya juga berpikir apa ada yang mengintimidasi dia," ucapnya.

Bantah Mengintimidasi

"Dan terakhir, kami di posko sempat ngasih suvenir boneka sampai korban bilang 'Kok dikasih boneka kayak anak kecil saja'," ujar Helena.
"Apa itu bentuk intimidasi? Saya bingung. Boneka itu bentuk kasih sayang kami bahwa boneka itu lambang cinta," kata Helena.
ADVERTISEMENT

Soal Foto Korban Diumbar

Kakak korban, Iman Zanatul Haeri, mengatakan Kejari Pandeglang dalam akun media sosialnya malah mengumbar foto korban dalam sebuah rilis.
Terkait itu, Helena mengatakan telah mengetahui kode etik dalam mengeluarkan statement atau pun foto di medsos. Pada saat itu, menurut Helena, foto korban pun memakai masker.
"Saat diminta take down kami take down, bukan karena kami takut tapi kamimenghargai kalau memang keluarganya tidak nyaman ya enggak masalah. Padahal kondisi fotonya sudah kami buat sedemikian rupa dengan tidak memperlihatkan korban secara jelas," kata Helena.

Bantah Memaksa Korban Memaafkan Pelaku, dan Bantah Bikin Tuntutan Rendah

Kakak korban, Iman Zanatul Haeri, mengatakan bahwa pada 6 Juni 2023, korban dan kakaknya dipanggil oleh jaksa penuntut umum kasus tersebut, ke ruangan pribadi jaksa tersebut. Jaksa ini, menurut Iman, meminta korban mengikhlaskan dan memaafkan pelaku.
ADVERTISEMENT
Helena menjelaskan bahwa di persidangan, hakim dan majelis karena korban tidak ikut ke dalam karena katanya korban tidak kuat melihat pelaku jadi hakim menanyakan apakah korban memaafkan pelaku? "Dan kakaknya bilang kami memaafkan, tapi itu kan setiap persidangan hakim dan kami selalu menanyakan itu," ujar Helena.
"Lalu kemudian kalau diarahkan agar itu untuk tuntutannya rendah kami sebagai jaksa sesuai perintah Kejaksaan Agung untuk menggunakan hati nurani dan menyesuaikan," kata Helena.
"Dan waktu kami dengan korban pun sempat bertanya karena korban dengan pelaku sudah 4 tahun pacaran, putus-nyambung. Kami menanyakan ke korban apakah masih sayang? Katanya, enggak. Terus kami tanya memaafkan apa enggak? Dia jawab, memaafkan sih tapi diproses saja. Itu jawaban dari korban waktu di posko," kata Helena.
ADVERTISEMENT

Bantah Mendemotivasi Korban

Menurut kakak korban, Iman Zanatul Haeri, Helena mengintervensi dan mendemotivasi korban saat melapor ke posko.
Terkait itu, Helena justru merasakan empati terhadap korban.
"Kalau korban mau jujur, saya pernah mengatakan bahwa saya pernah mengalami yang korban rasakan, saya pernah mengalami perlakuan kayak catcalling dan sebagainya," kata Helena.
"Kemudian saya bilang, karena korban ini finalis Kaka Teteh Pandeglang, dan saya sudah bertemu dengan korban sebelum adanya kasus ini, korban juga enggak ada masalah mengobrol sama saya," ujar Helena.
Helena melanjutkan, "Korban juga waktu itu, kalau boleh diomongin, sudahlah saya juga enggak mau panjang-panjangin."
"Jadi malah saya bilang, ke depannya kamu harus semangat karena saya pun sudah mengalami tapi bisa jadi Kejari kenapa kamu enggak bisa? Apalagi kamu kuliah di Fakultas Hukum, tentunya kamu bisa mengembangkan ilmu-ilmu yang kamu dapatkan," kata Helena.
ADVERTISEMENT