Penjelasan Lengkap Polisi soal Kasus Dugaan Bullying di SMA Binus Simprug

17 September 2024 19:29 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Ade Rahmat Idnal memimpin upacara PTDH di Mapolres Jaksel. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Ade Rahmat Idnal memimpin upacara PTDH di Mapolres Jaksel. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Ade Rahmat Idnal menghadiri rapat dengan pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR terkait kasus dugaan bullying di SMA Binus Simprug. Pertemuan itu digelar di DPR, Selasa (17/9), dihadiri sejumlah pihak sekolah dan korban.
ADVERTISEMENT
Dalam RDP, Ade menerangkan terkait kasus tersebut. Ia mengatakan kasus ini terjadi pada 30 Januari 2024 di SMA Binus Simprug. Satu hari kemudian dilaporkan ke polisi.
"Dilaporkan oleh Bapak Sudiarmon yaitu ayah korban, dengan korbannya adalah RE," tutur Ade.
Ia menerangkan laporan itu terkait dengan perkelahian yang terjadi antara RE dengan salah satu siswa berinisial MRYM. Perkelahian keduanya terjadi di toliet lantai 4 sekolah mereka.
"Dari kronologis dapat disampaikan, yang dilaporkan adalah peristiwa pada tanggal 30 Januari 2024 di sekolah Binus Simprug, di mana pada saat itu korban bersama para terlapor, yang juga kawan sekolahnya, sedang berada di kantin membicarakan pertandingan boxing resmi di luar sekolah," kata Ade.
"Kemudian mereka merencanakan tanding boxing selama lima detik, dan dilakukan tanding antara MRYM, kemudian dengan RE di toilet lantai 4," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Selama penyelidikan, tutur Ade, polisi sudah memeriksa 18 orang saksi. Penyidik juga memeriksa rekaman CCTV maupun rekaman yang beredar di masyarakat terkait kasus tersebut. Korban juga sudah dilakukan visum.
"Sudah kami lakukan visum yang saat itu mengalami pipi kiri tampak memar seluas 3 cm, kemudian terasa benjol dan nyeri di bagian kepala," kata Ade.
"Kemudian untuk alat bukti yang sudah kami kumpulkan yaitu saksi-saksi, kemudian ada visum et repertum, kemudian keterangan dokter dari RSP Pertamina, kemudian video yang ada di toilet," tambah Ade.
Dalam kasus ini polisi menggunakan UU Perlindungan Anak, yakni Pasal 76C. Pasal itu berisi, "Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak."
ADVERTISEMENT
"Jadi tidak pasal seperti 170, tapi ini diatur khusus, mungkin ini adalah untuk memfasilitasi bullying atau perundungan di 76C ini," tutur Ade.
"Kemudian Pasal 80 mengibatkan luka, ini ada memar pada pipi sebelah kiri," tambahnya.

Bantah Kasus Tidak Jalan

Ade dalam kesempatan itu juga membantah jika pengusutan kasus tersebut lambat. Ia menerangkan polisi sudah melakukan serangkaian penyidikan. Di sisi lain pihaknya juga mengupayakan restorative justice (RJ).
"Itu kami memberikan kesempatan kepada para pihak dan bahkan terakhir kami coba lagi, sudah pertemuan keempat untuk dilakukan RJ, mungkin tidak RJ tapi diversi, Pak, istilahnya, atau musyawarah, atau mediasi untuk yang khusus anak," terang Ade.
"Jadi sudah dilakukan upaya, para pihak kemarin sudah bertemu, tapi tidak ada titik temu untuk RJ atau untuk musyawarah, mufakatnya tidak ketemu Bapak Pimpinan Rapat," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Kasus ini, lanjut Ade, sudah naik ke tahap penyidikan.
"Terkait tahap penyelidikan sudah dilengkapi, kemudian naik pada tahap penyidikan," ujarnya.

Tak Ada Anak Ketua Partai

Ade juga membantah adanya keterlibatan anak politikus. Berdasarkan penelusuran polisi tidak ada anak yang terkait kasus ini berhubungan dengan politisi.
"Kemudian dari beberapa ada informasi yang disampaikan, yang disebut tadi ada beberapa partai, anak ketua partai, ataupun lain hal sebagainya, kami tentunya berdasarkan hukum data yang ada, data kependudukan. Kami sudah mengecek KK, hingga saat ini kami belum tahu yang dimaksud," pungkasnya.