Penjelasan Lengkap Sri Mulyani soal Penghitungan Pajak Penulis

13 September 2017 21:52 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sri Mulyani di Acara Dialog Perpajakan. (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sri Mulyani di Acara Dialog Perpajakan. (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan penghitungan pajak profesi di hadapan para penulis dan pelaku seni. Acara tersebut bertema Dialog Perpajakan "Perlakuan Pajak bagi Penulis dan Pekerja Seni lainnya".
ADVERTISEMENT
Menurut Sri Mulyani, para penulis bisa memilih untuk melakukan pembukuan atau melalui Norma Penghitungan Penghasilan Netto (NPPN) jika pendapatannya kurang dari Rp 4,8 miliar/tahun.
"Kalau pendapatan dia kurang dari Rp 4,8 miliar/tahun maka dia bisa memilih untuk menghitung penghasilan nettonya dengan menggunakan NPPN yang besarnya 50% dari pendapatannya," ujar Sri Mulyani di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Rabu (13/9).
Dia mencontohkan, jika pendapatan asli suatu penulis Rp 3 miliar/tahun, maka penulis bisa menggunakan NPPN, jadi pendapatannya menjadi Rp 1,5 miliar. Namun, penulis harus memberitahukan ke Ditjen Pajak terkait penggunaan NPPN tersebut pada tiga bulan sejak awal tahun, sebelum 31 Maret.
"Kasih tahunya di masing-masing KPP, kalau pakai e-filing bisa ya. Lalu penulis menyimpan bukti potong 10% dari penerbit," katanya.
ADVERTISEMENT
Dia juga memberi contoh lain. Seorang penulis yang menjual buku seharga Rp 25.000/buku. Setiap triwulan, angka penjualan bukunya tentu berbeda. Pada triwulan I terjual 20.000 eksemplar, triwulan II terjual 25.000, triwulan III terjual 30.000 eksemplar, dan triwulan IV terjual 35.000 eksemplar.
Jika dalam setahun berhasil terjual 110 ribu eksemplar, dia mendapatkan omzet Rp 2,75 miliar. Dari omzet tersebut, penulis menerima royalti 10% atau sebesar Rp 275 juta yang disebut sebagai penghasilan bruto.
Dialog Perpajakan oleh Dirjen Pajak (Foto: Muchammad Resya Firmansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dialog Perpajakan oleh Dirjen Pajak (Foto: Muchammad Resya Firmansyah/kumparan)
Sesuai Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23, maka penghasilan bruto dikalikan 15%. Maka didapat pajak Rp 41,25 juta yang menjadi kredit pajak.
Pasal 23 ini merupakan pemotongan pajak atas penghasilan dari modal, jasa dan kegiatan tertentu. Maka kredit pajak inilah yang bisa diajukan untuk restitusi kepada petugas pajak.
ADVERTISEMENT
Royalti yang diterima penulis tersebut bisa dikurangi NPPN sebesar 50%. NPPN merupakan pengganti perhitungan biaya yang harus dikeluarkan oleh penulis untuk menghasilkan buku.
"Maka dari royalti Rp 275 juta, yang dikenai pajak hanya Rp 137,5 juta. Jumlah tersebut juga akan dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang sebesar Rp 54 juta. Maka hasil akhirnya hanya Rp 83,5 juta yang harus dibayarkan," jelas Sri Mulyani.
Lebih lanjut, dari angka Rp 83,5 juta tersebut juga harus dikenakan tarif progresif (Pasal 17) yang terbagi atas empat player. Jika penghasilan netto yang telah dikurang PTKP hingga Rp 50 juta, tarifnya 5%, Rp 50 juta hingga Rp 250 juta, tarif 15%. Rp 250 juta sampai Rp 500 juta berikutnya tarifnya 25%, dan di atas Rp 500 juta berikutnya tarifnya 30%.
ADVERTISEMENT
Dari contoh tadi, dikenakan tarif 15%. Maka dihasilkan pajak Rp 7,525 juta.
Pajak yang harus dibayarkan sebesar Rp 7,525 juta dikurangi kredit pajak (Rp 41,25 juta). Maka ada kelebihan bayar pajak senilai Rp 33,725 juta.
"Kelebihan bayar pajak inilah yang bisa dimintakan kembali kepada petugas pajak, untuk dikembalikan," jelas Sri Mulyani.