Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Penjelasan Mahfud MD soal Tragedi Kanjuruhan Bukan Pelanggaran HAM Berat
28 Desember 2022 13:19 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Menteri Koordinator Bidang Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI, Mahfud MD , mengatakan kasus tragedi Kanjuruhan bukan termasuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.
ADVERTISEMENT
Pernyataan Mahfud itu memicu perdebatan di masyarakat. Sebab jumlah korban tewas dalam insiden itu mencapai 135 orang. Seolah tidak ada pidana dalam tragedi itu.
Mahfud menjelaskan, pernyataannya merujuk hasil penyelidikan Komnas HAM. Hasil pengusutan Komnas HAM, tragedi Kanjuruhan merupakan pelanggaran HAM biasa.
"Betulkah saya bilang kasus Tragedi Kanjuruhan bukan pelanggaran HAM Berat? Betul, saya katakan itu Selasa kemarin di depan PBNU dan para ulama di Surabaya. Itu adalah hasil penyelidikan Komnas HAM," tulis Mahfud di akun Twitternya dikutip Rabu (28/12).
"Menurut hukum, yang bisa menetapkan adanya pelanggaran HAM berat atau tidak itu hanya Komnas HAM," tambah dia.
Mahfud menuturkan, banyak pihak yang tidak bisa membedakan antara pelanggaran HAM berat dan tindak pidana atau kejahatan.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus Kanjuruhan ada tindak pidana yang membuat 5 orang menjadi tersangka dan kini akan disidangkan di PN Surabaya. Mereka adalah:
Selain itu, polisi juga menetapkan Direktur Utama Liga Indonesia Baru (LIB), Akhmad Hadian Lukita, selaku penyelenggara pertandingan Arema vs Persebaya, sebagai tersangka.
Mahfud mengumpamakan pembunuhan atas ratusan orang secara sadis oleh penjarah menurutnya bukan pelanggaran HAM berat tetapi kejahatan berat.
"Tapi satu tindak pidana yang hanya menewaskan beberapa orang bisa menjadi pelanggaran HAM berat," ucap dia.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, eks Ketua MK ini menambahkan, selama dirinya menjabat Menko Polhukam, jika ada tindak pidana yang besar, ia selalu mempersilakan Komnas HAM menyelidiki dan mengumumkan sendiri hasil investigasi mereka.
"Jika ada tindak pidana yang besar saya selalu persilakan Komnas HAM menyelidiki dan mengumumkan sendiri, apa ada pelanggaran HAM Beratnya atau tidak. Misal, kasus Wadas, Kasus Yeremia, Tragedi Kanjuruhan, dan lain-lain. Kalau pemerintah yang mengumumkan, bisa dibilang rekayasa," tutup dia.
Sebelumnya, Mahfud mengatakan berdasarkan Komnas HAM, tragedi yang menewaskan 135 korban jiwa itu bukan pelanggaran HAM berat.
“Kasus Kanjuruhan, tragedi sepakbola itu bukan pelanggaran HAM berat, berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM,” kata Mahfud di Surabaya, Selasa (27/12).
“Jadi tidak ada pelanggaran HAM berat di situ. Mungkin ada pelanggaran HAM biasa, sekarang prosesnya sedang berjalan,” lanjut dia.
ADVERTISEMENT
Sejumlah suporter menggendong korban terluka di stadion Kanjuruhan pada kerusuhan di pertandingan sepak bola antara Arema FC dan Persebaya Surabaya di Malang, Jawa Timur pada 1 Oktober 2022.
Sejumlah suporter menggendong korban terluka di stadion Kanjuruhan pada kerusuhan di pertandingan sepak bola antara Arema FC dan Persebaya Surabaya di Malang, Jawa Timur pada 1 Oktober 2022.
Mahfud menjelaskan, pelanggaran HAM terdiri dari dua jenis. Pertama, pelanggaran HAM biasa yang berunsur kejahatan. Sedangkan, kedua yakni pelanggaran HAM berat yang mana melibatkan unsur negara.
“Pelanggaran HAM itu ada dua, satu pelanggaran HAM biasa, itu namanya kejahatan. Misalnya membunuh 20 orang, bom mati 200 orang kalau itu yang melakukan adalah preman, itu adalah kejahatan berat bukan HAM berat. Kalau pelanggaran HAM berat itu melibatkan unsur negara, meskipun korbannya 10 atau hanya dua orang, itu pelanggaran HAM berat,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Mahfud menyebut, meski mungkin tragedi Kanjuruhan ada unsur kesengajaan, peristiwa itu termasuk tindak pidana yang dibawa ke pengadilan saja.