Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.1
Penjelasan Menkominfo soal Polemik Satelit Slot Orbit 123
19 Januari 2022 18:45 WIB
·
waktu baca 4 menit![Ilustrasi satelit. Foto: Adim Sadovski/Shutterstock](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1642488336/wtb46b6sxvzezfcnjjuk.jpg)
ADVERTISEMENT
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate turut menjelaskan terkait dengan polemik satelit slot orbit 123. Polemik itu kini bahkan masuk dalam ranah hukum di Kejaksaan Agung.
ADVERTISEMENT
“Dapat saya sampaikan bahwa slot orbit 123 hingga saat ini masih berada pada Indonesia, jadi Indonesia saat ini mempunyai hak penempatan slot orbit sampai 1 November 2024,” kata Johnny dalam konferensi pers di Gedung Kominfo, Rabu (19/1).
Permasalahan ini bermula ketika Satelit Garuda 1 yang keluar orbit dari Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) pada tanggal 19 Januari 2015. Sehingga terjadi kekosongan pengelolaan oleh Indonesia.
Berdasarkan ketentuan dari International Communication Union, sebuah badan di bawah PBB yang bertanggung jawab di bidang telekomunikasi dunia, negara yang telah diberi hak pengelolaan satelit akan diberi waktu untuk mengisi kembali orbit dengan satelit lain dalam waktu 3 tahun.
Dalam prosesnya itu, Kemhan menjalin kontrak dengan sejumlah perusahaan pada akhir 2015. Termasuk dalam pembangunan Satkomhan dan sewa satelit guna mengisi sementara kekosongan.
ADVERTISEMENT
Menurut Johnny, Kominfo menerbitkan persetujuan penggunaan slot orbit 123 kepada Kemhan pada 2016. Hal itu bagian dari permintaan Kemhan untuk memenuhi kebutuhan Satkomhan.
Namun pada 2018, Kemhan mengembalikan hak pengelolaan tersebut kepada Kominfo. Pengisian orbit itu diserahkan Kominfo kepada PT Dini Nusa Kusuma (DNK).
“Sejak itu peruntukannya bukan untuk satelit pertahanan, tapi dipergunakan untuk satelit komunikasi umum karenanya setelah itu kementerian Kominfo menerbitkan hak penggunaan filing slot orbit kepada PT DNK,” jelas Johnny.
"Yaitu perusahaan swasta yang menggunakan slot tersebut untuk menempatkan satelit L-band di slot orbit 123 derajat bujur timur," imbuh Johnny.
Berdasarkan laman Asia Pacific Satellite Communications Council, PT DNK memenangkan tender yang diselenggarakan Kominfo. Dalam laman tersebut, satelit PT DNK ditargetkan meluncur pada pertengahan 2022.
ADVERTISEMENT
"Hak itu sudah diberikan kepada PT DNK yang sedianya atau awalnya ingin menempatkan satelit L-band untuk keperluan PT DNK. Namun di dalam perjanjian PT DNK juga akan mengalokasikan kapasitas dalam jumlah tertentu untuk kepentingan Kementerian Pertahanan," kata Johnny.
Meski demikian, Johnny menyatakan bahwa slot orbit 123 masih diberikan kepada Indonesia. Hak penempatan masih berlaku sampai 1 November 2024.
Polemik Satelit Berujung Penyidikan Kejaksaan Agung
Kejaksaan Agung menduga ada indikasi korupsi dalam proyek satelit Kemhan 2015-2021. Negara diduga mengalami kerugian akibat hal tersebut.
Kerugian negara itu terkait adanya gugatan terhadap Kemhan di London, Inggris, dan Singapura.
Avanti memperkarakan Pemerintah RI ke Pengadilan Arbitrase Internasional di Inggris pada 10 Agustus 2017. Avanti juga mengeluarkan Satelit Artemis dari Slot Orbit 1230 BT pada Bulan November 2017.
ADVERTISEMENT
Hal ini karena sejak 2017, Kemhan dinilai juga tidak membayar sewa. Hingga 30 Juni 2017, total tagihan yang belum dibayar Kemenhan sebesar USD 16,8 juta.
Saat itu, Kemhan mengambil dua strategi dalam menghadapi gugatan dari Perusahaan Avanti Communication. Strategi pertama yakni non-litigasi, yakni penyelesaian melalui jalur perdamaian atau negosiasi. Cara negosiasi ini sempat diungkapkan Menhan saat itu, Ryamizard Ryacudu. Sementara strategi kedua yakni litigasi, berupa penyelesaian melalui jalur hukum.
Namun upaya itu tidak berhasil. Pada tanggal 9 Juli 2019, Pengadilan Arbitrase menjatuhkan putusan bahwa Indonesia harus membayar sewa Satelit Artemis, biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filing satelit sebesar ekuivalen Rp 515 miliar.
Belakangan gugatan lain muncul. Navayo menggugat Kemhan ke Pengadilan Arbitrase Singapura.
ADVERTISEMENT
Menurut Mahfud, Navayo yang juga telah menandatangani kontrak dengan Kemhan kemudian menyerahkan barang yang tidak sesuai dengan dokumen Certificate of Performance. Namun barang disebut tetap diterima dan ditandatangani oleh pejabat Kemhan dalam kurun waktu 2016-2017.
Navayo kemudian mengajukan tagihan sebesar USD 16 juta kepada Kemhan. Pemerintah menolak untuk membayar sehingga Navayo menggugat ke Pengadilan Arbitrase Singapura.
Berdasarkan putusan Pengadilan Arbitrase Singapura tanggal 22 Mei 2021, Kemhan ditagih membayar USD 20.901.209 (sekitar Rp 298 miliar) kepada Navayo.
Total pembayaran yang harus dilakukan Pemerintah atas dua gugatan itu sekitar Rp 800 miliar. Mahfud menyebut angka itu masih berpotensi bertambah.
"Selain keharusan membayar kepada Navayo, Kemhan juga berpotensi ditagih pembayaran oleh Airbus, Detente, Hogan Lovells, dan Telesat, sehingga negara bisa mengalami kerugian yang lebih besar lagi," ungkap Mahfud.
ADVERTISEMENT
Akibat permasalahan itu, Mahfud menyatakan pihaknya telah berkoordinasi pihak BPKP untuk melakukan Audit Tujuan Tertentu (ATT). Selain itu, Kejaksaan Agung juga diminta untuk mengusut permasalahan tersebut.
Secara terpisah, penyidik kejaksaan pun sudah mulai bergerak. Sejumlah saksi dari PT DNK sudah diperiksa. Dua di antaranya yakni SW selaku Direktur Utama PT DNK dan AW selaku Presiden Direktur PT DNK.
Penggeledahan pun sudah dilakukan di kantor PT DNK dan di apartemen milik SW. Dari penggeledahan itu, Kejagung menyita 3 kontainer plastik dokumen dan barang bukti elektronik dengan total kurang lebih 30 buah.
Belum ada tersangka yang dijerat. Kejaksaan masih mencari bukti dan tersangka yang paling bertanggung jawab dalam kasus ini.