Penjelasan Penerbit Tiga Serangkai soal Buku Pelajaran SD 'Ganjar Tak Salat'

9 Februari 2021 16:42 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
General Manager Tiga Serangkai, Admuawan, memberikan penjelasan soal buku 'Ganjar Tak Salat' di kantornya di Solo. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
General Manager Tiga Serangkai, Admuawan, memberikan penjelasan soal buku 'Ganjar Tak Salat' di kantornya di Solo. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
General Manager Tiga Serangkai Admuawan angkat bicara terkait viralnya soal pelajaran di buku untuk sekolah dasar yang menyebut 'Pak Ganjar Tak Pernah Salat" tersebut. Buku pelajaran itu untuk siswa kelas 3 SD terbitan Tiga Serangkai tahun 2019.
ADVERTISEMENT
Admuawan mengatakan 'Pak Ganjar' di dalam buku itu bukanlah mengacu ke Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Dia menyebut tak bermaksud mendiskreditkan Ganjar Pranowo.
"Ya benar, ada soal itu dimuat di buku yang dicetak Tiga Serangkai. Kami tidak ada bermaksud menjelekkan Pak Ganjar Pranowo," ujar Admuawan di kantornya, Solo, Jawa Tengah, Selasa (9/2).
Menurut dia, soal tersebut pertama kali ditulis pada buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk kelas 3 SD terbitan tahun 2009. Pada saat penerbitan buku tersebut, nama Ganjar tidak dikenal seperti sekarang.
"Jadi seperti itu kejadian sebenarnya. Pak Ganjar Pranowo belum menjadi public figure seperti sekarang. Kami tidak ada ada niat menyudutkan (Ganjar)," terang dia.
Usai cetakan edisi pertama, lanjut dia, dari pihak perusahaan mencetak ulang pada 2020 dengan kondisi tanpa adanya revisi karena tidak adanya perubahan kurikulum yang signifikan pada waktu itu.
ADVERTISEMENT
"Kami cek lagi tidak ada yang salah pada edisi pertama buku itu. Kemudian manajemen perusahaan mencetak ulang pada 2020 dan buku itu baru viral pada 2021," terang dia.
Ia menyayangkan adanya pihak yang menyeret persoalan ini pada ranah intoleran dan radikalisme. Tiga Serangkai memastikan semua karyawannya muslim dan memegang teguh toleransi di negeri ini.
"Berbagai buku kami terbitkan, bukan hanya tokoh muslim. Jadi anggapan intoleran dan radikalisme tidak benar," katanya.
Ia menambahkan viralnya soal pelajaran tersebut merugikan perusahaannya. Masyarakat menjadi curiga dan dapat merugikan dari sisi pasar.