Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Penjelasan Pengacara Nur Mahmudi soal Dugaan Korupsi Jalan Nangka
11 September 2018 14:03 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
Mantan Wali Kota Depok Nur Mahmudi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembebasan lahan Jalan Nangka yang terletak di Tapos, Kota Depok. Namun Nur Mahmudi melalui pengacaranya menilai permasalah tersebut sebenarnya hanya ada salah koordinasi antar dua dinas di Pemkot Depok, yakni Dinas Perhubungan dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.
ADVERTISEMENT
Kuasa hukum Nur Mahmudi, Iim Abdul Halim, menjelaskan ada empat titik lahan yang pembebasannya menjadi kewajiban pengembang. Hal tersebut merupakan hasil kajian Analisis Manajemen Dampak Lingkungan (Amdal) Lalu Lintas dari Dinas Perhubungan.
"Jadi ada 4 titik, 4 area yang jadi kewajiban pengembang. Hasil kajian dari Amdal lalin Dishub. Lalu, kemudian PUPR melakukan pembebasan di sebagian area yang memang menjadi kewajiban pengembang itu," kata Iim saat dikonfirmasi kumparan, Selasa (11/9).
Namun kemudian, Dinas PUPR melakukan pembebasan lahan di Jalan Nangka yang menjadi kewajiban pengembang. Menurut Iim, hal tersebut terjadi karena Dinas PUPR tidak berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan terlebih dulu.
Nur Mahmudi sudah meminta Dinas PUPR dan Dinas Perhubungan untuk berkoordinasi terlebih dahulu sebelum membebaskan lahan. "Kan di dalam notanya Wali Kota sudah eksplisit disebutkan agar berkoordinasi dengan Dishub gitu. Nah, itu yang namanya tidak terkoordinasi dengan baik. Itu aja sih saya rasa masalahnya," ujar Iim.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Polresta Depok mengaku menemukan bukti kuat adanya dugaan korupsi dalam pembebasan lahan itu. Menurut polisi, pembebasan lahan itu awalnya dibebankan kepada pihak pengembang apartemen. Namun kemudian, diduga anggaran dari APBD tetap keluar untuk pengadaan lahan itu.
"Pengadaan tanah itu sesuai dengan surat izin yang diberikan oleh Saudara NMI awalnya dibebankan kepada pihak pengembang (apartemen). Fakta penyidikan yang kita temukan bahwa ada anggaran dari APBD yang keluar untuk pengadaan lahan itu, tahun 2015," beber Kapolres Depok Kapolresta Depok Kombes Pol Didik Sugiarto, di kantornya, Rabu (29/8).
Didik menambahkan, dari hasil audit BPKP Jawa Barat, tercatat kerugian negara mencapai Rp 10 miliar lebih dari total Rp 17 miliar anggaran APBD yang digelontorkan untuk pelebaran Jalan Nangka, Tapos, tersebut.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, dalam proses pembebasan lahan ini, tim penyidik menemukan perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan oleh Nur Mahmudi Ismail dan Harry Prihanto, yang saat itu menjadi Sekda Pemkot Depok.