Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2

ADVERTISEMENT
Keberadaan Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Immanuel Sedayu di Bandut Lor RT 34, Desa Argorejo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, ditolak warga. Alasannya, kesepakatan awal pendirian bangunan tersebut bukanlah gereja, namun rumah tinggal.
ADVERTISEMENT
Tigor Yunus Sitorus (49), pendeta dan pimpinan gereja menjelaskan, dia awalnya mendirikan bangunan di lahan seluas 335 meter persegi, yang ia beli seharga Rp 36 juta itu untuk rumah dan gereja pada tahun 2003. Namun, ternyata niatannya tidak disambut baik warga setempat. Sitorus pun terpaksa menandatangani kesepakatan yang tidak ditulis dirinya sendiri.
“Tiba-tiba waktu kami bangun itu ada (bangunan sempat) dirusak, dirobohkan. Saya tidak tahu siapa yang merobohkan (tahun 2003). Kemudian saya mendapat panggilan dari kelurahan untuk pertemuan mediasi. Di situ ada saya, istri saya, dan pekerja saya. Di situ ditanya-tanya semua tidak boleh ada gereja di sana,” ujar Sitorus usai mediasi di kantor Kecamatan Sedayu, Selasa (9/7).
“Saya merasa dalam tekanan dan disuruh membuat surat pernyataan yang sebenarnya bukan saya yang membuat, hanya diwawancarai, yang ngetik bukan saya. Tetapi ketika beberapa hari kemudian saya dipanggil Pak Dukuh dan tanda tangan, tapi setelah itu saya tidak diberi kopiannya (kesepakatan),” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu, Sitorus tetap menjalankan ibadah dengan umat di bangunan miliknya itu meski lebih tertutup. Hingga pada tahun 2016 ada pemutihan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Pemerintah Kabupaten Bantul. Sitorus pun mengajukan izin bangunan tersebut sebagai rumah ibadah pada tahun 2017.
“IMB turun tanggal 15 Januari 2019. Mengajukannya 2017. Selama dua tahun,” katanya.
Setelah mengantongi izin, bukan berarti Sitorus dengan 50 jemaat gereja yang berasal dari berbagai daerah seperti Papua, Kalimantan, hingga Sumatera bisa beribadah dengan tenang. Warga tetap menolak dengan alasan Sitorus telah mengingkari kesepakatan.
“Belum ada papan nama. Jangankan papan nama, kita beribadah saja sudah dipermasalahkan. Ibadah cuma seminggu sekali jam 08.00 WIB,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Meski mendapat pertentangan, Sitorus tetap akan terus menggelar peribadatan bersama jemaatnya setiap Minggu. Dia tetap berdasar pada IMB yang dikantongi dan sepenuhnya menyerahkan pada Tuhan.
“Beribadah itu hak semua orang karena hak semua orang hak asasi bagi saya beribadah wajib karena kebutuhan spiritual. Kalau memang ada larangan seperti itu ya saya tidak tahu, tapi akan saya serahkan ke prosedur hukum untuk menengahi kami. Kami memerlukan perlindungan untuk beribadah,” ujarnya.
Warga Menilai IMB Cacat Hukum
Terkait IMB, warga menjadikan Perbup Nomor 98 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pendirian Rumah Ibadat sebagai alasan penolakan gereja tersebut. Pada Pasal 5 Perda disebutkan Pemerintah Daerah memfasilitasi penerbitan IMB rumah ibadat terhadap bangunan rumah ibadat yang bernilai sejarah, yaitu yang sudah berdiri sebelum tanggal 21 Maret 2006. Sedangkan sebelum 2006 bangunan tersebut masih berstatus rumah tinggal.
ADVERTISEMENT
“Keluhan masyarakat yang pada intinya warga menyakini tempat Bapak Sitorus sebagai tempat tinggal. Jadi kalau itu dijadikan oleh Bapak Sitorus dengan adanya Perbup yang sekarang ini (jadi gereja) itu tidak sesuai prosedur,” ujar Syamsuri (52), Ketua RT 34 Bandut Lor.
Sementara salah seorang warga, Hanif Suprapto (46), mengatakan warga keberatan dan menganggap secara prosedur IMB gereja cacat hukum.
“Warga keberatan dengan keberadaan tempat ibadah. Sudah kesepakatan hitam di atas putih. Sekarang dikhianati, semula izin untuk tempat tinggal, sekarang jadi tempat ibadah. Prosesnya juga bermasalah. Secara prosedur salah. Di kelurahan (desa) izinnya tempat tinggal, tapi sampai di kabupaten tempat ibadah,” ujarnya.
Dia pun meminta pemerintah segera menyelesaikan permasalahan ini agar tidak menjadi konflik. Selain itu dia juga meminta aktivitas ibadah di gereja tersebut untuk dihentikan.
ADVERTISEMENT
“Kami tetap akan meminta aparat menangani masalah ini. Jadi kami akan bersama aparat untuk melakukan pendekatan persuasif. Jadi kami akan melakukan hal-hal setidaknya untuk menghentikan aktivitas itu,” katanya.