Penjelasan Wahyu Setiawan soal 'Siap Mainkan' saat Diminta Utusan PDIP

15 Januari 2020 16:32 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Komisioner KPU Wahyu Setiawan (kanan) usai menjalani sidang kode etik bersama DKPP di Gedung KPK, Rabu (15/1).  Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
zoom-in-whitePerbesar
Komisioner KPU Wahyu Setiawan (kanan) usai menjalani sidang kode etik bersama DKPP di Gedung KPK, Rabu (15/1). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, bicara terbuka soal kasus suap yang menjeratnya. Ia berbicara dalam sidang dugaan pelanggaran etik yang digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Gedung KPK, Jakarta.
ADVERTISEMENT
Salah satu yang diklarifikasi Wahyu adalah ungkapan 'siap mainkan'. KPK menyebut ungkapan itu sebagai respons Wahyu saat diminta utusan PDIP, Agustiani Tio, membantu memperjuangkan caleg PDIP Harun Masiku menjadi anggota DPR.
Dalam komunikasi dengan Wahyu itu, Agustiani mengirimkan dokumen dan fatwa Mahkamah Agung (MA) yang diyakini PDIP bisa menjadi dasar KPU menjadikan Harun anggota DPR. Faktanya tidak bisa.
"Pada saat Ibu Tio utusan PDIP komunikasi akan bersurat, saya bilang siap mainkan. Maksud saya surat yang dikirim ke KPU ditindaklanjuti," terang Wahyu dalam persidangan yang disiarkan live di Facebook DKPP, Rabu (15/1).
Tersangka mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (10/1) dini hari. Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Saat itu, sebetulnya KPU sudah memutuskan resmi bahwa caleg pengganti Nazarudin Kiemas yang meninggal adalah Riezky Aprilia sebagai peraih suara terbanyak berikutnya di dapil. Namun PDIP meminta agar yang menggantikan Harun Masiku, peraih suara terbanyak keenam.
ADVERTISEMENT
Setelah permintaan DPP PDIP ditolak KPU, PDIP meminta fatwa MA yang diklaim bisa meloloskan permintaan mereka ke KPU. Lalu secara resmi PDIP bersurat ke KPU, tapi di belakang itu, oknum PDIP Agustiani Tio melobi Wahyu Setiawan.
"Saya kebetulan hubungi staf saya, ada surat dari Bu Tio. Tolong diterima, setelah diterima apakah sudah diteruskan ke pimpinan. Ya itu surat resmi, jadi saya hanya tahu di WA surat itu, tapi secara fisik tidak," paparnya.
Menurut Wahyu, ungkapan 'siap mainkan' itu ditafsirkan berbeda seolah dia mengamini kongkalikong caleg PDIP. Padahal sejak awal Agustiani Tio meminta bantuannya, Wahyu menjawab tidak bisa. Wahyu sebagaimana pimpinan KPU lain patuh pada UU Pemilu.
Tapi Agustiani yang disebut Wahyu utusan PDIP itu terus melobi Wahyu hingga terjadi pertemuan di luar kantor KPU bersama dua oknum PDIP lain, Saeful dan Donny. Terjadilah suap di antara proses itu menurut KPK, dan mereka ditangkap di tempat berbeda.
ADVERTISEMENT
"Terkait dugaan tidak mandiri dan tidak profesional, tentu saya menyerahkan kepada majelis hakim (DKPP). Memang saya akui dalam berkomunikasi terkadang menjadi salah tafsir," ucap Wahyu.
Tapi soal suap yang nilai totalnya Rp 600 juta dari Rp 900 juta yang diminta, Wahyu enggan bicara di sidang DKPP.
"Tentang dugaan penyuapan saya tidak bisa menjelaskan. Sekali lagi bukan karena saya tidak mau, tapi saya menghormati proses di KPK," tutupnya.
Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan 4 orang sebagai tersangka. Yaitu Wahyu Setiawan, Harun Masiku, Agustiani Tio, dan Saeful Bahri.