Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Penjelasan Warga & Sekolah di Surabaya soal Iuran Keamanan Berujung Tutup Jalan
2 Agustus 2024 17:37 WIB
·
waktu baca 7 menitADVERTISEMENT
Sekolah SMP Kristen Petra 2 dan SMA Kristen Petra 2 Surabaya berseteru dengan warga kompleks diduga karena persoalan iuran keamanan sebesar Rp 140 juta. Warga sempat menutup salah satu akses jalan ke sekolahan tersebut.
ADVERTISEMENT
Kabag Legal Perhimpunan Pendidikan Dan Pengajaran Kristen Petra, Christin Novianty Panjaitan menjelaskan, uang iuran itu bukan sebesar Rp 140 juta. Tetapi jumlah tersebut merupakan total dari iuran bersama antara Petra dan 3 RW lainnya untuk membayar jasa keamanan, masing-masing diminta membayar Rp 35 juta.
Christin mengatakan awalnya ia dikenakan iuran keamanan oleh warga sebesar Rp 32 juta per bulan. Namun, pada awal tahun 2024, warga meminta kenaikan iuran menjadi Rp 35 juta per bulan.
Pihak sekolahan menolak karena merasa keberatan dan tidak pernah dilibatkan saat penetapan kenaikan iuran.
"Yang kita permasalahkan ketika menaikkan iuran tahun 2024 tidak pernah diundang mengenai kenaikan iuran. Petra dianggap oleh RW setempat sejenis 1 RW, jadi kita dianggap membayar setara 1 RW," kata Christin kepada wartawan, Jumat (2/8).
ADVERTISEMENT
"Kenaikan iuran tanpa melibatkan kita itu sering, sejak tahun 2017 sampai 2024 ini kita tidak pernah dilibatkan kenaikan iuran," lanjutnya.
Selain itu, pihak sekolahan juga tidak pernah mendapat laporan keuangan dari RW atas pembayaran tersebut. Pihak Petra menyebut bahwa mereka telah bersurat namun tidak direspons.
Hingga, pihak Petra mendapat ancaman dari warga kalau akan menutup akses jalan menuju sekolah yang berada di dalam kompleks tersebut.
Warga akhirnya menutup akses jalan tanggal 15 Mei 2024 karena Petra tidak mau membayar uang keamanan sebesar Rp 35 juta per bulan.
"Akhirnya ada ancaman, kami lapor ke polsek memohon mediasi, kalau jalan ditutup akan mengganggu akses keluar masuk murid," ucapnya.
Dari hasil mediasi itu, warga menyatakan tidak akan menutup akses jalan ke sekolah. Namun seiring berjalannya waktu, Petra tetap tidak membayar mau membayar uang keamanan sebesar Rp 35 juta tersebut sampai pihaknya mendapat laporan keuangan selama ini.
ADVERTISEMENT
"Kita tidak terima, kirim surat ke Komisi C. Pada saat tanggal 27 Mei bertemu di komisi C," ucapnya.
Jalan umum
Dalam pertemuan di Komisi C DPRD Surabaya tersebut, pihak Petra meminta agar jalan akses menuju sekolah tidak boleh ditutup dengan alasan merupakan fasilitas umum.
Selain itu, pihak Dinas Perhubungan (Dishub) Surabaya diminta untuk mengkaji lalu lintas di sekitar sekolah terkait kemacetan di wilayah tersebut.
"Resume rapat, dishub segera melakukan kajian analisis dampak lalu lintas terkait lalu lintas di Jalan Menur Pumpungan, Jalan Manyar Airdes, Jalan Manyar Tirto Yoso, Jalan Manyar Tirto Asri, Jalan Manyar Tirto Mulyo keluar masuk Petra atau titik macetnya. Akses menuju sekolah Petra tidak boleh ditutup karena fasum (fasilitas umum). Akses jalan itu sudah fasum dan sudah diserahkan ke BPN," ujarnya.
Kemudian, pihak Petra dengan warga diminta untuk ke Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Pemkot Surabaya soal perseteruan biaya iuran.
ADVERTISEMENT
"Akhirnya ketemu di bagian Kesra bahas iuran, kita tidak menemukan kesepakatan terkait itu pihak mereka maunya Rp 35 juta, pihak kita Rp 25 juta. Kami tidak mau bayar Rp 35 juta karena laporan yang diberikan pihak RW tidak transparansi dan kita sulit membuktikan kebenaran terkait laporan yang diberikan pihak RW ke kita," ucapnya.
Lalu, kedua belah pihak kembali dipanggil oleh Komisi C DPRD Surabaya pada tanggal 17 Juli 2024. Di situ, pihak warga menyatakan walkout karena tidak setuju dengan pertanyaan laporan keuangan dan fasilitas umum jalan.
Pihak Petra berharap agar terjalin komunikasi kembali antara pihak Petra dengan warga. Sebab, sekolahnya berdiri di tengah kompleks.
"Kita nggak mau yang muluk-muluk, maunya tetap ada komunikasi dengan RW karena masih tinggal di wilayah yang sama. Minta tolong kalau sudah fasum tolong nggak dipersulit, karena kami ini dunia pendidikan," katanya.
ADVERTISEMENT
Respons warga
Sementara itu, Juru Bicara Kompleks Perum Tompotika yang juga warga RW 4, Triawan Kustiya mengklarifikasi terkait dengan pihak Petra yang membayar iuran keamanan sebesar Rp 140 juta per bulan untuk RW 3, RW 4 dan RW 7 perumahan tersebut.
Ia menjelaskan bahwa Petra bukan membayar iuran ke 3 RW tersebut dengan nilai total Rp 105 juta, melainkan Petra bersama dengan RW 4, RW 5, RW 7, membayar iuran masing-masing Rp 32 juta yang rencananya naik sebesar Rp 35 juta.
Sehingga, jika ditotal dari 3 RW serta Petra (masing-masing Rp 35 juta) menjadi Rp 140 juta per bulan untuk iuran keamanan kompleks.
"Awal mulanya awal tahun 2024 kita menaikkan iuran dari Rp 32 juta menjadi Rp 35 juta," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Tri menyampaikan, iuran tersebut digunakan untuk menggaji satpam yang bekerja di kompleks tersebut yang berjumlah sekitar 40 orang dalam tiga shift.
Alasan pihak RW menaikkan harga iuran karena berinisiatif untuk menaikkan gaji para satpam yang 5 tahun terakhir belum ada kenaikan.
"Jadi per satpam dibayar Rp 2,7 jutaan. Terus kami berinisiatif untuk menaikkan paling tidak mendekati UMR. Akhirnya naik menjadi Rp 3 juta. Itu sudah kami perhitungkan tiap-tiap RW dikenakan jadi Rp 35 juta. Kami sudah memberi tahu ke Petra bahwa akan terjadi kenaikan Rp 35 juta. Di sinilah awal mulanya Petra tidak mau membayar Rp 35 juta. Padahal 3 RW ini tetap membayar Rp 35 juta ini," ucapnya.
Tri juga menyampaikan bahwa setiap pagi dan sore hari, di kompleks tersebut terjadi kemacetan yang diakibatkan dari orang tua murid yang mengantar maupun menjemput.
ADVERTISEMENT
"Jalan yang ada di Tompotika ini kan bulan jalan kelas satu yang tidak bisa diisi dengan kendaraan yang banyak. Sehingga membuat trouble. Padahal, masalah kemacetan itu kami 7 pintu itu kami buka semua dan masih macet," ungkapnya.
"Kedua, untuk penurunan anak sekolah itu ada 3 tempat yang disediakan, perempatan Manyar Tirtomulyo, Tirtoasri ada 2. Itu macet sekali. Jadi sampai saya pun kalau nganter anak sekolah itu jam 6 kurang harus segera berangkat. Karena kalau saya mengantar jam 6 lebih saya pasti akan terjebak macet. Macetnya itu jam pagi sama setengah 4 itu pasti macet luar biasa," lanjutnya.
Atas kemacetan itu, warga di kompleks merasa tidak nyaman karena aksesnya terhambat. "Misalnya ada kebakaran sementara Petra mengantar/jemput anak sekolah sementara pintu masuknya itu macet, terus mobil damkar harus segera menuju ke sini, bagaimana pertanggungjawabannya? Belum lagi emergency warga misalnya kena serangan jantung harus pergi dijemput ambulans ndak bisa juga. Itulah yang menjadi persoalan di warga kami sehingga warga kami sebenarnya keberatan dengan adanya Petra di sini," bebernya.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, pihak RW menerapkan one gate system dengan menutup salah satu akses jalan yang menuju ke SMP Kristen Petra 2 dan SMA Kristen 2 Surabaya.
"Ternyata dalam percobaan tersebut terjadi kemacetan. Akhirnya kami didatangi oleh Polsek. Sempat Kapolsek marah-marah ke saya kenapa ditutup, tidak ada haknya warga itu menutup jalan ini. Akhirnya di mediasi di polsek," ujarnya.
Lalu, soal laporan keuangan iuran keamanan yang diminta Petra, kata Tri, dari awal memang tidak ada kesepakatan antara warga dan Petra untuk merekap laporan tersebut.
Saat iuran Rp 32 juta Petra tidak pernah meminta laporan keuangan dan tidak ada agreement dan tidak ada pertanggungjawaban dari RW untuk memberi laporan keuangan ke Petra.
ADVERTISEMENT
"Namun, setelah diadakan kenaikan menjadi Rp 35 juta, Petra baru menuntut bagaimana uang Rp 32 juta itu. Itu yang dituntut Petra," ungkapnya.
Sehingga, mulai bulan Maret 2024 hingga sekarang, Petra tidak mau membayar iuran tersebut. Atas hal itu, pihak RW memutuskan bahwa Petra bukan bagian dari kompleks tersebut, melainkan tamu yang bertempat di situ.
"Rp 35 juta begitu dinaikkan dan sudah diberi tahu kepada Petra, Petra tidak mau. Dia menyatakan dia tidak pernah diajak berunding, padahal dulu dari Rp 30 juta ke Rp 32 juta sama juga, ribet juga masalah ini. Setelah dijelaskan mengerti. Sekarang dijelaskan tidak mau mengerti. Akhirnya kalau Petra tidak mau bayar ya sudah, kita keluarkan. Kita buat surat pernyataan tanggal 1 Juli Petra bukan bagian dari RW, dia sendiri kedudukan Petra di sini sebagai tamu," bebernya.
ADVERTISEMENT
Pihak RW pun berharap agar Petra menaati aturan di kompleks tersebut lantaran statusnya sebagai tamu.
"Kami berharap Petra hanya mempunyai satu akses jalan. Jadi tidak mengganggu warga. Silakan, tapi jangan menggunakan akses kami, silakan menggunakan akses jalan mana. Toh berada di RW III Manyar Sebrangan," ujarnya.
Akses jalan sudah dibuka
Hari ini, akses jalan ke sekolah sudah dibuka oleh warga setelah dilakukan mediasi di Polsek. Namun soal jumlah kenaikan iuran keamanan belum ada kesepakatan.