Penjelasan Yusril soal Perjanjian Helsinki-UU 56 Tak Atur Batas 4 Pulau Aceh
19 Juni 2025 20:53 WIB
ยท
waktu baca 3 menitPenjelasan Yusril soal Perjanjian Helsinki-UU 56 Tak Atur Batas 4 Pulau Aceh
Yusril mengimbau masyarakat Aceh agar tidak salah paham terhadap pernyataannya terkait kedudukan MoU Helsinki dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956.kumparanNEWS



ADVERTISEMENT
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan. Yusril Ihza Mahendra, memberikan penjelasan terkait pernyataannya seputar polemik 4 pulau sengketa Aceh dan Sumut.
ADVERTISEMENT
Pemerintah sudah memutuskan 4 pulau yakni Pulau Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang masuk wilayah Aceh.
Yusril sebelumnya sempat menyinggung perjanjian Helsinki dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956.
Yusril mengimbau masyarakat Aceh agar tidak salah paham terhadap pernyataannya terkait kedudukan MoU Helsinki dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956.
"Tidak seorang pun di negara ini yang menafikan peranan MoU Helsinki sebagai titik tolak penyelesaian masalah Aceh antara Gerakan Aceh Merdeka dengan Pemerintah RI," kata Yusril dalam pertemuan dengan tokoh-tokoh masyarakat Indonesia di Sydney, Australia, Kamis (19/6).
Yusril menuturkan, dirinya ketika perjanjian Helsinki dibuat, menjabat sebagai Mensesneg. Oleh sebab itu ia terlibat dalam diskusi internal Pemerintah RI dengan Tim Perunding dalam menyepakati MoU, termasuk menindaklanjuti hasil MoU itu.
ADVERTISEMENT
"Sebab saya juga bersama Mendagri Alm. Mohammad Ma'ruf yang ditugasi Presiden membahas RUU Pemerintahan Aceh dengan DPR sampai selesai," ucap Yusril.
Yusril menegaskan, dirinya sangat memahami semangat dari MoU Helsinki merupakan titik tolak dalam menyelesaikan persoalan antara Pemerintah Pusat dengan Aceh.
Namun dalam konteks penyelesaian 4 empat pulau antara Aceh dan Sumut, Yusril bilang rujukannya tidak bisa secara langsung kepada MoU Helsinki dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956.
"MoU Helsinki menegaskan bahwa wilayah Aceh mengacu kepada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956, tetapi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 itu hanya menyebutkan kabupaten-kabupaten mana saja yang masuk wilayah Provinsi Aceh. Sementara status empat pulau, sepatah kata pun tidak disebutkan dalam undang-undang tersebut," ujar Yusril.
ADVERTISEMENT
Yusril menjelaskan, penentuan batas daerah provinsi, kabupaten, dan kota harus mengacu kepada ketentuan yang lebih mutakhir, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah.
"UU ini menegaskan bahwa batas daerah diputuskan dalam Peraturan Mendagri. Itu kalau UU tentang pembentukan provinsi, kabupaten dan kota yang baru tidak menentukan secara jelas batas-batas koordinat daerah yang dimekarkan itu. Itu inti penjelasan saya," kata Yusril.
Yusril mengaku heran ada pihak yang menuduh dirinya tidak menghargai MoU Helsinki dan bahkan melontarkan kecaman-kecaman.
"Saya sangat heran ada sementara pihak yang menuduh diri saya tidak menghargai MoU Helsinki dan berbagai kecaman lainnya," imbuhnya.
Keputusan Prabowo Berdasarkan Kesepakatan Gubernur Aceh dan Sumut Tahun 1992
ADVERTISEMENT
Terkait keputusan Presiden Prabowo Subianto, Yusril menjelaskan keputusan tersebut mengacu pada dokumen kesepakatan antara Gubernur Aceh Ibrahim Hasan dan Gubernur Sumut Raja Inal Siregar pada tahun 1992 yang dibuat atas arahan Presiden Soeharto dan Mendagri Rudini waktu itu.
"Tahun 1992 itu belum ada MoU Helsinki. Seperti saya katakan tadi, MoU itu rujukan kita bersama, spirit bersama, dalam menyelesaikan masalah apa pun antara Pemerintah Pusat dengan Aceh. Rujukan detailnya bisa mengacu kepada rujukan lain seperti Kesepakatan Tahun 1992 tersebut," kata Yusril.
Yusril menuturkan, komitmennya membantu masyarakat Aceh tidak pernah berubah sejak gurunya Prof. Osman Raliby memperkenalkan dirinya dengan Tengku Muhammad Daoed Beureueh tahun 1978.
"Saya juga yang mengusulkan nama Nanggroe Aceh Darussalam dan keberadaan Qanun Aceh untuk mengimplementasikan syariat Islam di Aceh sebelum MoU Helsinki," ucap Yusril.
ADVERTISEMENT
"Saya kualat dengan Tengku Daoed Beureueh dan Prof. Osman Raliby kalau sampai saya tidak membantu masyarakat Aceh," tutur dia.