Pentingnya Komunikasi Keluarga untuk Cegah Risiko Bunuh Diri Anak

2 November 2019 19:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Achir Yani S Hamid, pada Continuing Nursing Education XXVI diselenggarakan oleh Mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Ners FKIK UMY, DIY, Sabtu (2/11). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Achir Yani S Hamid, pada Continuing Nursing Education XXVI diselenggarakan oleh Mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Ners FKIK UMY, DIY, Sabtu (2/11). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Keluarga menjadi pondasi untuk mencegah risiko bunuh diri (RBD) pada anak. Isu kesehatan jiwa inilah yang diangkat dalam Continuing Nursing Education XXVI yang diselenggarakan oleh Mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Ners FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Sabtu (2/11).
ADVERTISEMENT
Pembicara seminar, Achir Yani S Hamid, Profesor Departement Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia (UI) mengatakan, bahwa komunikasi jadi salah satu hal terpenting dalam membangun interaksi di lingkungan keluarga, termasuk anak.
“Mereka (anak) sama diberi makanan sama porsi sama, kasih sayang sama tapi apakah mereka mempersepsikan sama perlakuan orang tua? Belum tentu,” kata Achir di lokasi.
Menurutnya, orang tua harus berkomunikasi dengan anak sehingga keinginan anak yang terpendam bisa tersampaikan. Anak pun tak lagi menganggap orang tuanya pilih kasih.
Namun bukan sembarang komunikasi yang Achir maksud. Orang tua harus menguasai komunikasi asertif, yaitu komunikasi yang mampu menyampaikan apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan dengan tetap menjaga perasaan orang lain.
ADVERTISEMENT
“Kemudian keterampilan komunikasi, pentingnya komunikasi asertif biasanya mereka yang depresi atau RBD sangat sensitif. Sangat bahaya kalau kita tidak mengajarkan keterampilan berkomunikasi secara asertif (pada keluarga),” katanya.
“Komunikasi ada tiga macam ada agresif, ada pasif, ada asertif. Agresif itu yang memberontak, pasif itu dia menahan diri, kalau asertif dia menyampaikan apa yang dia rasakan dengan cara yang tidak menimbulkan ketidaknyamanan bagi orang lain,” ujar dia.
Untuk itu keluarga perlu dilatih komunikasi asertif sehingga keluarga bisa mengajarkan kepada anaknya bagaimana bicara dan berkomunikasi.
Achir Yani S Hamid, pada Continuing Nursing Education XXVI diselenggarakan oleh Mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Ners FKIK UMY, DIY, Sabtu (2/11). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
“Berikan kesempatan anak untuk selalu bicara maka terungkaplah apa yang di hati kalau tidak itu akan berdampak,” uja Achir.
Ketika kemudian didapati ada anggota keluarga yang depresi, maka orang tua juga harus menjadi pendengar yang baik dan menjadi tempat curhat yang nyaman.
ADVERTISEMENT
“Ketika ada yang curhat jangan langung disanggah ya. Timbulkan rasa nyaman. Jangan terus ‘ah gitu aja kok ngeluh,” ujar dia.
Sementara itu, Yanuar Fahrizal, Dosen Departemen Keperawatan Jiwa PSIK FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mengatakan, orang tua tidak boleh menekan anak, termasuk dalam hal pendidikan.
“Prevalensi bunuh diri, 1.000 kasus terjadinya bunuh diri di dunia setiap harinya, kalau kita persempit lagi 73 persen bunuh diri di negara berkembang,” kata dia.
“Kita harus pahami tandanya. Kita harus tanyakan dan ini paling susah menanyakan ada enggak keinginan bunuh diri? Pastikan dia tahu bahwa kondisinya itu serius bukan main-main dan dia tahu kalau kita ke situ untuk membantu dan jangan kita menghakimi justru tambah stres bagi dia,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Orang yang berisiko bunuh diri harus didukung untuk menjangkau fasilitas kesehatan. Salah satunya bisa konsultasi ke Puskesmas terdekat atau psikiater.
Bicara soal bunuh diri anak, Oktober lalu, HAN (12), siswa kelas 5 SD di Kabupaten Temanggung ini, nekat gantung diri. Dilansir dari Tugu Jogja--media partner kumparan, sebelum melakukan aksinya dia telah menulis surat wasiat menggunakan pena pada secarik kertas. Pesan dalam kertas itu secara terus terang mengutarakan maksudnya untuk gantung diri.
HAN tinggal bersama sang ayah, paman dan ibu tirinya. Berdasarkan informasi, sebelum kejadian nahas itu, korban sempat dimarahi oleh orang tuanya karena tidak pulang ke rumah saat malam Minggu. Tapi belum jelas yang dimaksud dengan "bokde" itu siapa.
ADVERTISEMENT