Penulis Tasaro GK Kenalkan Rumus 5W1H kepada TKI di Hongkong

24 April 2018 12:08 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tasaro GK di Workshop Penulisan dan Fotografi. (Foto: Prima Gerhard/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tasaro GK di Workshop Penulisan dan Fotografi. (Foto: Prima Gerhard/kumparan)
ADVERTISEMENT
Menjadi seorang penulis memang bukan perkara mudah. Selain dibutuhkan ketekunan dalam menjalaninya, strategi yang tepat juga menjadi syarat mutlak unuk meniti karier sebagai seorang penulis.
ADVERTISEMENT
Lazimnya, banyak yang masih berpikir bahwa kemampuan menulis dapat diraih dengan membaca sebuah karya tulis dan menelaah kata per kata. Namun hal itu nyatanya tak berlaku bagi seorang penulis terkemuka Tasaro GK.
Saat menjadi pembicara di acara pelatihan penulisan dan fotografi yang digelar kumparan (kumparan.com) bersama KJRI Hong Kong dan BRI di Hong Kong University, pria yang memiliki nama asli Taufiq Saptoto Rohadi ini menuturkan bahwa membaca jangan selalu diartikan sebagai mengeja tulisan.
Dalam kegiatan membaca, kata dia, yang terjadi bukanlah perkara memahami struktur kalimat penyusunnya. Namun lebih dari itu, yakni membaca dalam arti luas seperti memperhatikan sekitar yang juga bisa dimaknai dengan 'membaca lingkungan'.
"Kesalahan kebanyakan orang yang ingin menulis itu sering terjadi di pra menulis. Membaca tidak selalu mengeja kata tapi memahami fenomena," ujar Tasaro GK kepada para peserta pelatihan yang merupakan TKI di Hong Kong.
ADVERTISEMENT
"Dengan memperoleh banyak informasi dari lingkungan sekitar, kita jadi bisa mendapatkan detail materi yang kita butuhkan," imbuhnya.
Tasaro GK di Workshop Penulisan dan Fotografi. (Foto: Prima Gerhard/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tasaro GK di Workshop Penulisan dan Fotografi. (Foto: Prima Gerhard/kumparan)
Menariknya, pria asal Yogyakarta ini turut memberikan tips menulis yang dikaitkan dengan pakem 5W1H. Pengalamannya di bidang jurnalistik yang terbiasa menggunakan rumus 5W1H diterapkannya pada bidang kepenulisan. Ilmu tersebut dia jadikan acuan untuk menulis seluruh karyanya.
Berdasarkan penjelasan penulis novel tetralogi Nabi Muhammad ini, jurnalistik untuk sastra 5W1H terdiri dari 'what' yang berarti cerita tentang apa, 'who' yang artinya siapa yang mengalami cerita, 'where' untuk menjelaskan di mana kejadian itu terjadi, 'when' yang berarti kapan cerita itu terjadi, 'why' yang memiliki arti memgapa cerita itu terjadi dan 'how' yang berarti bagaimana cerita itu terjadi.
ADVERTISEMENT
Pertanyaan pun dilontarkan terlebih dahulu kepada para peserta agar mereka bisa memahami maksud di balik pakem 5W1H.
"Misalnya saya mau dateng ke acara pelatihan. Apa yang bakal kalian tanyain?," tanya Tasaro GK kepada peserta.
Beragam jawaban pun disuarakan oleh para TKI. Ada yang menjawab, 'siapa pembicaranya?', 'acaranya di mana?', 'ramai enggak?', 'acaranya ngapain aja?'. Tak lama, Tasaro GK memberikan kesimpulan dari varian jawaban peserta.
"Nah itu dia kenapa suatu cerita membutuhkan 5W1H," jelasnya.
Dengan menerapkan keenam pakem tersebut, Tasaro GK yakin bila para TKI yang mungkin tadinya tidak terbiasa menulis menjadi terinspirasi untuk bisa menumpahkan semua pengalaman hidupnya ke dalam sebuah bentuk tulisan.
"Menulis itu tidak harus finish menjadi seorang penulis, karena semua orang bisa bercerita di mana pun," ujarnya.
Workshop Penulisan dan Fotografi untuk TKI. (Foto: Prima Gerhard/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Workshop Penulisan dan Fotografi untuk TKI. (Foto: Prima Gerhard/kumparan)
Di akhir sesi pelatihan, Tasaro GK berpesan kepada para TKI untuk mencoba menulis dengan menciptakan seorang tokoh istimewa. Menurutnya, sang tokoh tak boleh orang biasa melainkan harus orang yang spesial agar cerita yang dibuat memiliki 'jiwa' untuk membangkitkan minat pembaca.
ADVERTISEMENT
"Tokohnya harus punya ambisi dalam hidupnya. Tema zero to hero selalu mempunyai cerita yang menarik. Harus ada dramatisasi dari penulisan yang kalian buat," tutupnya.