Penyebab Stunting di Cirebon: Salah Pola Asuh, hingga Masalah Ekonomi

25 Januari 2020 16:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon, Eni Suhaeni. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon, Eni Suhaeni. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kabupaten Cirebon termasuk salah satu daerah yang masih belum terbebas dari stunting. Berdasarkan data tahun 2019, angka balita penderita stunting di wilayah ini mencapai 14.120 orang.
ADVERTISEMENT
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon, Eni Suhaeni, mengatakan, stunting di wilayah tersebut terjadi karena beragam faktor. Misalnya masalah ekonomi, pola asuh, minimnya edukasi, hingga masih banyaknya angka perkawinan usia dini.
Terkait pola asuh, di beberapa kasus ada orang tua yang sibuk bekerja, ada yang menjadi TKW di negara lain sehingga kurang memperhatikan tumbuh kembang anak. Mereka memilih menitipkan anaknya ke orang tuanya yang bisa saja minim pengetahuan soal gizi.
“Kadang orang tuanya bekerja atau menjadi TKW (tenaga kerja wanita), anak dititip ke neneknya. Sementara neneknya mungkin karena pengetahuannya kurang, jadi asal, kalau nangis asal dikasih makanan yang benar-benar kenyang tanpa memerhatikan asupan gizi,” kata Eni saat acara penyuluhan gizi bersama Frisian Flag Indonesia di GOR Ponpes KHAS Kempek, Kecamatan Palimanan, Cirebon, Sabtu (25/1).
Suasana kegiatan penyuluhan gizi oleh Frisian Flag Indonesia di GOR Ponpes KHAS Kempek, Cirebon. Foto: Andesta Herli Wijaya/ kumparan
“Kemudian karena ekonomi juga. Ekonomi menyebabkan orang tua tidak bisa berikan asupan gizi yang seimbang,” lanjut dia.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, banyaknya kasus perkawinan dini juga memicu tumbuhnya kasus stunting di Kabupaten Cirebon. Hal itu berkaitan dengan kesiapan si calon orang tua untuk menghadapi dunia baru, yaitu mengasuh anak.
Mengasuh anak dan memastikan anak tumbuh dengan gizi yang seimbang kata Eni, membutuhkan wawasan dan kesiapan mental yang cukup dari orang tua.
“Di Kabupaten Cirebon ini kan banyak remaja yang nikah yang belum cukup umur, masih banyak yang lulus SMA (langsung menikah). Itu ‘kan usianya 17-18 tahun, ini mereka kurang siap dari segi psikis, bagaimana hamil dan melahirkan, 17 tahun itu kan termasuk anak,” tuturnya.
Suasana kegiatan penyuluhan gizi oleh Frisian Flag Indonesia di GOR Ponpes KHAS Kempek, Cirebon. Foto: Andesta Herli Wijaya/ kumparan
Eni mengatakan, Pemerintah Kabupaten Cirebon, khususnya dalam peran Dinkes Kesehatan Kabupaten Cirebon, terus berupaya menekan angka stunting. Upaya itu dilakukan dengan beragam cara, mulai dari sosialisasi, pembangunan lingkungan bersih, hingga pemberian tablet penambah darah bagi ratusan ribu remaja perempuan dan ibu hamil.
ADVERTISEMENT
“Kita intervensinya itu kan mulai hulu ke hilir ya. Enggak bisa ada intervensi ke balitanya saja. Kita intervensi ke anak sekolah. Remaja putri di mana kita memberikan tablet tambah darah untuk semua sasaran,” ujarnya Eni.
“Kita mengikuti targetnya Pak Gubernur (Jawa Barat), agar tahun 2023 bisa 2023 itu kita zero stunting,” pungkasnya.
Adapun kegiatan penyuluhan gizi di GOR Ponpes KHAS Kempek hari ini adalah salah satu dari upaya tersebut. Kegiatan ini diinisiasi oleh Frisian Flag Indonesia bersama PERGIZI PANGAN Indonesia, serta berkolaborasi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Cirebon dan Pemerintah Kabupaten Cirebon.
Dalam kegiatan bertajuk #IndonesiaSIAP, penyelenggara mengajak ratusan perempuan dan kaum ibu untuk tahu dan lebih peduli lagi dengan asupan gizi.
ADVERTISEMENT