Penyebab Tabrakan Batik Air dan TransNusa di Halim Terungkap

18 April 2017 11:42 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Batik Air vs Transnusa (Foto: dok. KNKT)
Dua pesawat bertabrakan di runway bandara yakni Batik Air berjenis Boeing 737-800 reg PK-LBS rute Halim-Makassar bertabrakan dengan pesawat TransNusa jenis ATR reg PK-TNJ pada 5 April 2016. Setelah satu tahun berakhir, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengeluarkan rilis terkait penyebab hingga kronologi detail kejadian tersebut.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari situs KNKT, Selasa (18/4), pesawat Batik rute Halim Perdanakusuma-Ujung Pandang dengan registrasi PK-LBS bersenggolan dengan pesawat TransNusa yang saat itu tengah ditarik oleh mobil penarik.
Pesawat Batik Air yang bertabrakan memuat total 49 penumpang dengan rincian 48 orang dewasa dan satu anak, ditambah tujuh orang kru, termasuk dua awak kokpit. Pesawat itu awalnya akan terbang menuju Makassar. Sementara itu, pesawat TransNusa yang terlibat tabrakan dalam keadaan kosong.
Kerusakan yang terjadi pesawat Boeing Batik ujung sayap kiri patah dan pesawat ATR seri 600 ujung sayap kiri dan ekor yang horizontal juga patah.
Dari laporan tersebut, penyebab insiden ini diketahui adalah buruknya koordinasi dua menara pengawas (ATC). Pesawat Batik Air mendapatkan sinyal untuk take off oleh ATC. Sementara itu, ATC juga sudah menyatakan pesawat ATR sudah boleh landing.
ADVERTISEMENT
"Ketidaksinkronan antara frekuensi antara ATC dengan pesawat menggunakan jenis frekuenai VHF atau Very High Frequency sementara antara ATC dengan ground handling menggunakan tipe frekuensi UHF atau Ultra High Frequency," demikian bunyi laporan tersebut.
Pesawat Batik Air (Foto: Dokumen KNKT)
Jadi kedua pesawat tersebut bersenggolan karena sama-sama ingin belok ke kanan. Hal tersebut yang menyebabkan ujung sayap kiri pesawat Boeing patah dan pesawat ATR seri 600 ujung sayap kiri dan ekor yang horizontal juga patah.
"Tidak ada bukti yang menunjukkan adanya koordinasi yang baik antara controller di masing-masing ATC," demikian KNKT melaporkan.
Faktor lainnya yang menyebabkan insiden tersebut adalah kurangnya cahaya di sekitar runway 24 Bandara Halim yang kurang memadai. Disebutkan dalam laporan tersebut, pilot Batik Air tidak terlalu jelas dalam melihat objek yang ada di depannya.
ADVERTISEMENT
Satu faktor lain yang menyebabkan insiden ini adalah lampu pada pesawat TransNusa yang disebut kurang memadai. Pencahayaan dari pesawat tersebut dinilai belum memenuhi standar keamanan.
"Diketahui lampu pesawat mati karena mesinnya mati, namun petugas ground handling telah memasang lampu sendiri."
Pesawat Trans Nusa kecelakaan (Foto: Dokumen KNKT)
Sebagai alternatif, lampu hijau portabel dengan dimensi sekitar 8 × 3 cm dipasang pada setiap ujung sayap. Pemasangan lampu portabel sesuai dengan (EI) nomor ATR / EI / 33 / XI / 2015/028 tanggal 4 November 2015. Di situ disebutkan lampu jenis apa yang bisa digunakan untuk mencegah tabrakan dari mulai tingkat kesilauan, warna dan intensitas cahaya.
Oleh karena itu KNKT merekomendasikan kepada AirNav untuk melakukan evaluasi kondisi penerangan di ruang kerja ATC untuk mencegah adanya glare atau silau yang mengurangi pandangan ATC dalam bekerja.
ADVERTISEMENT
Pesawat Trans Nusa (Foto: Dokumen KNKT)