Penyerahan Bukti 34 Link Berita ke MK Dinilai Jadi Strategi BPN

26 Mei 2019 14:44 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi Pers Lembaga Konstitusi dan Demokrasi (KoDe Inisiatif) tentang sengketa Pilpres dan Pileg, di Kantornya, Tebet, Jakarta Selatan. Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi Pers Lembaga Konstitusi dan Demokrasi (KoDe Inisiatif) tentang sengketa Pilpres dan Pileg, di Kantornya, Tebet, Jakarta Selatan. Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan
ADVERTISEMENT
Sebanyak 34 link berita online menjadi bukti yang diajukan BPN Prabowo-Sandi dalam gugatan sengketa pilpres ke Mahkamah Konstitusi. 34 link berita ini menjadi bukti adanya kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam Pilpres 2019.
ADVERTISEMENT
Organisasi bernama Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (KoDe Inisiatif) menilai, bukan tanpa maksud BPN Prabowo-Sandi menyampaikan bukti yang dinilai sekunder.
Ketua KoDe Inisiatif, Veri Junaidi menilai bukti kliping media itu merupakan bukti sekunder yang dinilainya kurang kuat apabila ingin membuktikan adanya pelanggaran TSM.
"Mohon maaf, istilah saya kira-kira begini, 30 persennya kliping media. Kenapa saya mengatakan kliping media, di dalam permohonan para pemohon dan kuasa hukumnya mendalilkan ada banyak pelanggaran yang terstruktur, sistematis, masif. Tapi menggunakan data sekunder di dalam proses pembuktian," ujar Veri saat menggelar jumpa pers di kantornya, Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (26/5).
Veri menduga pelampiran bukti sekunder itu merupakan strategi pihak Prabowo-Sandi dalam mengajukan gugatan ke MK. Menurutnya, bukti sekunder diajukan lebih awal agar pihak terkait dalam hal ini kubu Jokowi-Ma'ruf, tidak menyiapkan bahan bantahan dari gugatan.
ADVERTISEMENT
"Saya menduga seperti ini, ini kan baru permohonan awal, bisa jadi ini sebuah strategi dalam proses sengketa hasil. Kalau semua data dibuka, bisa jadi mereka menilai sejak awal bisa dibantah dan sebagainya. Ini cara kerja proses pembuktian di MK," tutur Veri.
Ketua Tim Hukum BPN Bambang Widjojanto melakukan pendaftaran gugatan perselisihan hasil Pemilu 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Kontruksi pembuktian tim Prabowo-Sandi, menurut Veri, sangat menarik. Menurut dia, 70 persen dalam permohonan gugatan Prabowo-Sandi, menyangkut soal hukum tentang kedudukan MK di dalam proses perselisihan hasil pemilu.
"70 persen para pemohon dan kuasanya memperdebatkan posisi dan kedudukan MK, apakah MK sebagai mahkamah kalkulator, atau MK sebenarnya bukan mahkamah kalkulator," kata Veri.
Menurutnya, MK bukanlah mahkamah kalkulator. Sebab, lanjut Veri, MK bisa lebih progresif dalam menangani sengketa pemilu, apabila permohonan bisa membuktikan semua permohonannya dengan dalil dan bukti yang sesuai.
ADVERTISEMENT
"Dari hasil kajian kami, memang MK bukan mahkamah kalkulator, sangat progresif menurut kami," imbuh Veri.
Ia menjelaskan, apabila tim Prabowo-Sandi mendalilkan adanya pelanggaran yang bersifat TSM, maka hal itu harus dibuktikan. Menurut kajian KoDe Inisiatif terhadap permohonan gugatan Prabowo-Sandi, kata Veri, belum ditemukan adanya kaitan antar bukti dan dalil yang menyebabkan adanya pelanggaran TSM.
"Kalau memang sudah diargumentasikan seperti itu, harus dibuktikan tentunya, selisih 16 juta suara itu harus dijelaskan bagaimana cara kerja sehingga pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan masif itu berdampak terhadap selisih perolehan suara," jelasnya.
Menurutnya, tantangan Prabowo-Sandi harus mampu membuat korelasi antara pelanggaran TSM dan cara kerjanya, sehingga berdampak pada hasil pemilu.
"Bagi pihak terkait, 01, tentu ini pun akan menjadi tantangan, harus dijelaskan secara clear apakah dalil-dalil permohonan ini benar adanya atau tidak. Kalau tidak benar, maka harus dibuktikan sebaliknya," ujar Veri.
ADVERTISEMENT