Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Penyidik KPK Rossa Dilaporkan Lagi ke Dewas, Kali Ini oleh Eks Caleg PDIP
9 Juli 2024 15:31 WIB
ยท
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Penyidik KPK, Rossa Purbo Bekti, kembali dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Laporan ini dilayangkan oleh tim hukum eks caleg PDIP Donny Tri Istiqomah, Johannes Tobing dkk, Selasa (9/7).
ADVERTISEMENT
Johannes menyebut, laporan ini berkaitan dengan penggeledahan yang dilakukan oleh Rossa di rumah Donny di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Rabu (3/7) lalu. Saat itu, ada 16 orang yang mendatangi rumah Donny.
"Mereka datang itu melakukan pemeriksaan, melakukan penggeledahan, melakukan juga penyitaan. Nah, yang kurang lebih mereka lakukan, penggeledahan, penyitaan, bahkan pemeriksaan itu ada kurang lebih 4 jam," kata Johannes kepada wartawan usai menyampaikan laporannya ke Dewas KPK, Selasa (9/7).
Dalam laporannya, Johannes mengungkapkan, penggeledahan itu dilakukan tanpa ada surat perintah atau izin.
Ia juga menyayangkan sikap Rossa saat menggeledah rumah Donny. Saat itu, ada 4 buah handphone yang disita oleh penyidik KPK.
"Ternyata, dalam pemeriksaan yang berlanjut selama penggeledahan 4 jam itu, sungguh disayangkan bagaimana sikap saudara Rossa melakukan intimidasi kepada saudara Donny. Nah, intimidasi itu, pemeriksaan itu dilakukan di hadapan anak-anak dan istrinya. Bisa bayangkan teman-teman semua, itu anaknya itu berusia 6 tahun, yang satu lagi masih bayi usia 9 bulan," kata dia.
ADVERTISEMENT
"Jadi dalam pemeriksaan itu, ada intimidasi, penekanan, bahkan ada pengancaman gitu loh. Nah, jadi hal ini yang membuat dari sisi kemanusiaan ini yang membuat anak-anaknya saudara Donny ini menjadi trauma," ucap Johannes.
Lebih lanjut, Johannes mengeklaim bahwa pada saat pemeriksaan, Rossa dianggap melakukan tindakan yang disebutnya sebagai gratifikasi hukum.
"Gratifikasi hukum itu ada dalam bujuk rayu yang dilakukan oleh saudara Rossa kepada saudara Donny. Maka, kenapa kami menyebut gratifikasi dengan begini, dipaksa, nih, saudara Donny. Ngomongnya, sih, begini, 'Pak Donny, mengaku saja lah, jujur aja lah, bicaralah apa adanya terkait pada perkara Harun Masiku ini'," tuturnya.
Namun, lanjutnya, saat itu Donny pun merespons bahwa keterangan dia sudah disampaikan semua saat diperiksa sebagai saksi di KPK.
ADVERTISEMENT
Dalam ucapan Rossa itu, Johannes mengungkapkan bahwa penyidik KPK tersebut melobi agar bekerja sama dalam upaya KPK memburu Harun Masiku, buron legendaris yang sudah 4 tahun belum kunjung tertangkap.
"Bahkan, bilang begini, 'Nanti kalau kamu mengaku, tenang aja, saya jamin hidupnya, termasuk keberlanjutan hidup anak-anak dan istri kamu', itu salah satunya," papar dia.
"Jadi, maka dari bahasa saya kenapa menyebutkan itu adalah gratifikasi hukum, ini yang betul-betul memang adalah pelanggaran kode etik begitu," pungkasnya.
Sebelumnya, KPK sempat memeriksa advokat sekaligus eks caleg PDIP, Donny Tri Istiqomah, dalam kasus suap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan, pada Kamis (27/2/2020) silam. Dalam pemeriksaan itu, KPK mengkonfirmasi percakapan dalam HP yang disita penyidik kepada Donny.
ADVERTISEMENT
"Tentunya ada isinya dan isinya dikonfirmasi detailnya tentang apa, apa bunyi percakapannya; apa pengetahuan saksi terkait, tentunya nanti bisa bisa dilihat secara terbuka ketika perkaranya sudah dilimpahkan ke persidangan," ujar Plt Juru bicara KPK saat itu, Ali Fikri.
"Apa percakapannya, siapa ngomong apa, siapa mengatakan apa. Nanti baru bisa dilihat atau bisa didengar ataupun bisa dibuka di dalam persidangan," tutupnya.
Saat ini, KPK tampak makin gencar mengejar Harun Masiku yang sudah buron 4 tahun. Sejumlah saksi dipanggil KPK dalam beberapa waktu terakhir. Salah satunya Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, yang bahkan ponselnya turut disita penyidik.
Masiku ialah tersangka suap penetapan anggota DPR RI periode 2019-2024. Mantan caleg PDIP itu diduga menyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan SGD 57.350 atau setara Rp 600 juta.
ADVERTISEMENT
Hal itu dilakukan demi meloloskannya ke DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW) menggantikan Nazaruddin Kiemas, adik ipar Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang meninggal padahal mendapat suara terbanyak.