Pepera 1962 di Papua Tidak Dapat Dibatalkan

14 September 2019 0:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hikmahanto Juwana Foto:  Okke Oscar/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Hikmahanto Juwana Foto: Okke Oscar/kumparan
ADVERTISEMENT
Benny Wenda, The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), dan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menghendaki agar Pepera yang pernah dilakukan di bumi Papua pada tahun 1969 dibatalkan.
ADVERTISEMENT
Alasannya karena sistem yang dilaksanakan menyimpang dari kesepakatan antara Indonesia dan Belanda tahun 1962. Berdasarkan kesepakatan tersebut act of free choice dilakukan atas dasar one man one vote, bukan sistem perwakilan. Oleh karenanya mereka menginginkan referendum dilakukan ulang.
Menanggapi hal tersebut, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, berpendapat pelaksanaan Pepera telah dikukuhkan oleh Majelis Umum PBB dengan Resolusi 2504 (XXIV).
"Terlebih lagi ketika itu tidak ada satu negara pun yang menentang. Artinya hasil Pepera telah diterima oleh masyarakat internasional," kata Hikmahanto dalam keterangannya, Jumat (13/9).
Hikmahanto menjelaskan, perlu dipahami bahwa dalam perspektif hukum internasional tidak ada preseden di mana resolusi Majelis Umum PBB dibatalkan.
"Bahkan bila dicermati ketentuan dalam Piagam PBB atau Statuta Mahkamah Internasional, maka tidak ada mekanisme yang mengatur tentang pengujian atas produk hukum yang dikeluarkan oleh organ-organ dalam PBB, termasuk resolusi Majelis Umum," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Namun demikian Vanuatu karena solidaritasnya, tapi mungkin juga karena lobi yang dilakukan Benny Wenda, berupaya untuk menyampaikan draf resolusi Majelis Umum PBB yang menganulir Resolusi Majelis Umum PBB 2504.
Draf resolusi tersebut berjudul “Realization of the right of Papuan peoples’ self-determination in the former colony of the Netherlands New Guinea (West New Guinea)
"Draf tersebut belum pernah diajukan ke PBB, namun pernah dibahas dalam Pacific Islands Forum yang beranggotakan negara-negara di Pasifik. Hanya draf tersebut tidak mendapat dukungan," jelas Hikmahanto.
"Meski demikian pemerintah tentu harus mencermati dan mengambil sikap atas berbagai langkah diplomasi yang dilakukan oleh Benny Wenda agar referendum di bumi Papua diulang," lanjutnya.