Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) belum menggelar sidang pelanggaran kode etik atas Desrizal Chaniago, pengacara Tomy Winata yang memukul hakim dengan gesper saat persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
Kabid Humas dan Publikasi Peradi, Riri Purbasari, menuturkan sejauh ini Komisi Pengawas masih memeriksa data dan fakta terkait insiden pemukulan yang dilakukan Desrizal.
“Hari ini tidak ada catatan agenda dewan kehormatan bersidang kode etik,” kata Riri di Kantor Pusat Peradi, Grand Slipi Tower, Jakarta Barat, Selasa (23/7).
Menurut Riri, Komisi Pengawas juga telah melayangkan surat kepada Polres Jakarta Pusat, untuk memberi izin menggali keterangan dari Desrizal. Karena saat ini Desrizal ditahan di Polres Jakpus setelah polisi menaikkan statusnya dari saksi menjadi tersangka.
“Jadi saat ini kami sedang menunggu konfirmasi dari kapolres. Sementara Komisi Pengawas juga sedang melakukan pemeriksaan,” ucap Riri.
Di kesempatan yang sama, Wasekjen Peradi, Rivai Kusumanegara, mengungkapkan keterangan dari Desrizal diperlukan untuk mengetahui secara jelas motif pemukulan yang dilakukannya.
ADVERTISEMENT
“Karena beliau sudah berpraktik lama, usianya sudah di atas 50 tahun, berpraktik sudah 20 tahun. Tentu dalam perjalanannya sudah pernah mengalami kekalahan dalam berperkara. Selama ini tidak ada informasi seperti ini. Dan ini akan kami dalami kenapa melakukan ini. Sebagai evaluasi kami untuk penegakan kode etik ke depan,” jelas Rivai.
Rivai menjelaskan, saat ini Komisi Pengawas yang terdiri dari tokoh masyarakat, akademisi, hingga advokat senior sudah melakukan rapat evaluasi pertama. Namun, diakuinya hasil rapat belum bisa dipublikasikan.
Hasil dari pemeriksaan Komisi Pengawasan nantinya diserahkan ke Dewan Pimpinan Nasional Peradi. Hasil itulah yang kemudian dijadikan laporan ke Dewan Kehormatan Peradi. Itupun jika Komisi Pengawasan menyatakan ada pelanggaran kode etik dari tindakan Desrizal.
ADVERTISEMENT
“Tenggat waktu tidak ada batasan. Tapi tergantung berat ringannya proses yang berjalan. Biasanya kalau proses ringan satu bulan juga sudah selesai. Tapi kalau berat di daerah seperti itu, kita dahulu pernah periksa yang di Nias, kita waktu itu harus berangkat ke Nias itu bisa cukup lama prosesnya,” tuturnya.
Rivai lalu menjelaskan empat jenis hukuman yang bisa dijatuhkan Dewan Kehormatan Peradi, yaitu teguran ringan, teguran sedang, skorsing, hingga pemecatan. Semua itu merupakan kewenangan Dewan Kehormatan.
Namun, jika Dewan Kehormatan menjatuhkan sanksi berupa skorsing atau pemecatan, maka Desrizal tidak bisa berperkara lagi.
“Lembaga ini sudah lama bekerja dan sudah banyak putusan-putusan yang sudah ada. Selama ini yang sifatnya skorsing ataupun pemecatan putusan ini kita sampaikan ke Mahkamah Agung dan Menkumham,” ucap dia.
ADVERTISEMENT
“Kita sampaikan kepada mereka dengan proses mereka yang dipecat dan skorsing itu masuk dalam database, dan selanjutnya dilarang beracara di seluruh pengadilan. Jadi lebih kurang mekanismenya seperti itu,” imbuhnya.
Bisa Berperkara Meski Status Tersangka
Meski menyandang status tersangka, Rivai menyebut Desrizal tetap bisa berperkara selama ia tidak ditahan.
“Kalau ditahan tidak bisa berperkara. Kalau pun bisa keluar itu harus atas izin penyidik. Kalau tidak ditahan masih bisa berperkara, masih bisa. Karena tidak semua tersangka ditahan,” jelas Rivai.
Namun, hingga informasi terakhir yang didapatkan Peradi menyatakan Desrizal masih ditahan di Polres Jakpus. Maka dari itu, pihaknya masih menunggu izin dari kepolisian untuk memeriksa Desrizal.
“Kalau tidak ditahan kami tidak perlu mengeluarkan surat untuk kepolisian. Kami langsung kirim saja ke rumahnya surat panggilan,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT