LIPSUS, Para Pembunuh KPK, Penutupan tulisan dan logo KPK

Perbandingan UU KPK Sebelum dan Setelah Revisi

20 September 2019 16:01 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tertutup kain hitam di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (9/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
zoom-in-whitePerbesar
Tulisan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tertutup kain hitam di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (9/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
ADVERTISEMENT
Melalui rapat paripurna, DPR akhirnya mengesahkan revisi UU KPK. Hanya melalui dua kali rapat pembahasan antara DPR dan pemerintah, revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK itu disahkan pada Selasa 17 September 2019 dalam rapat paripurna.
ADVERTISEMENT
DPR dan pemerintah sepakat untuk merevisi sejumlah poin. Termasuk di antaranya soal Dewan Pengawas KPK, kewenangan SP3, serta perubahan status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara.
Berikut sejumlah poin dalam UU KPK sebelum dan setelah revisi oleh DPR dan pemerintah:
Pertimbangan huruf b
Sebelum
"Bahwa lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi"
Setelah
"bahwa kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai lembaga yang menangani perkara tindak pidana korupsi perlu ditingkatkan sinergitasnya sehingga masing-masing dapat berdaya guna dan berhasil guna dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi berdasarkan asas kesetaraan kewenangan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia"
Pasal 1
ADVERTISEMENT
Sebelum
Terdapat 3 ayat yang diatur dalam pasal tersebut.
Setelah
Terdapat penambahan 3 ayat baru dalam pasal ini, yakni:
Ayat (3): Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disebut Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan Undang-Undang ini
Ayat (5): Penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, dan/atau mencatat transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel, komunikasi, jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi maupun alat elektronik lainnya
Ayat (6): Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi adalah aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai aparatur sipil negara
Pasal 3
ADVERTISEMENT
Sebelum
Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun
Setelah
Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun
Pasal 5
Sebelum
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Komisi Pemberantasan Korupsi berasaskan pada:
a. kepastian hukum;
b. keterbukaan;
c. akuntabilitas;
d. kepentingan umum; dan
e. proporsionalitas.
Setelah:
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Komisi Pemberantasan Korupsi berasaskan pada:
a. kepastian hukum;
b. keterbukaan;
c. akuntabilitas;
d. kepentingan umum;
e. proporsionalitas;dan
f. penghormatan terhadap hak asasi manusia
Pasal 6
Sebelum
Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:
a. koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
ADVERTISEMENT
b. supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
c. melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;
d. melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
e. melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara
Setelah
Komisi Pemberantasan Korupsi bertugas melakukan:
a. Tindakan-tindakan pencegahan sehingga tidak terjadi Tindak Pidana Korupsi;
b. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melaksanakan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan instansi yang bertugas melaksanakan pelayanan publik;
c. Monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara;
d. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melaksanakan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
e. Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi; dan
f. Tindakan untuk melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
ADVERTISEMENT
(Penjelasan lebih lanjut dari Pasal 6 tersebut dijabarkan dalam beberapa pasal selanjutnya. Baik di dalam UU KPK maupun versi yang sudah direvisi. Namun dengan urutan yang berbeda)
Ilustrasi KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Koordinasi
Versi Sebelum Revisi
Pasal mengenai koordinasi dalam UU KPK diatur dalam pasal 7. Keterangannya ialah:
Dalam melaksanakan tugas koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang: a. mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi;
b. menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;
c. meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait;
d. melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan
e. meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi
ADVERTISEMENT
Versi Revisi
Sementara dalam UU KPK yang sudah direvisi, penjelasan soal koordinasi diatur dalam Pasal 8. Keterangannya ialah:
Dalam melaksanakan tugas koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:
a. mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
b. menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
c. meminta informasi tentang kegiatan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kepad ainstansi yang terkait;
d. melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang dalam melakukan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; dan
e. meminta laporan kepada instansi berwenang mengenai upaya pencegahan sehingga tidak terjadi Tindak Pidana Korupsi.
Supervisi
Versi Sebelum Revisi
Pasal mengenai supervisi dalam UU KPK diatur dalam pasal 8. Keterangannya ialah:
ADVERTISEMENT
(1) Dalam melaksanakan tugas supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik
(2) Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.
(3) Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih penyidikan atau penuntutan, kepolisian atau kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi.
ADVERTISEMENT
(4) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan membuat dan menandatangani berita acara penyerahan sehingga segala tugas dan kewenangan kepolisian atau kejaksaan pada saat penyerahan tersebut beralih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Penjelasan lebih lanjut diatur dalam pasal selanjutnya.
Pasal 9
Pengambilalihan penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan:
a. laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti;
b. proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut-larut atau tertunda-tunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan;
c. penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya;
d. penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi; e. hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atau
ADVERTISEMENT
f. keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan
Pasal 10
Dalam hal terdapat alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Komisi Pemberantasan Korupsi memberitahukan kepada penyidik atau penuntut umum untuk mengambil alih tindak pidana korupsi yang sedang ditangani
Versi Revisi
Sementara dalam UU KPK yang sudah direvisi, penjelasan soal supervisi diatur dalam Pasal 10. Keterangannya ialah:
Ayat (1): Dalam melaksanakan tugas supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ayat (2): Ketentuan mengenai pelaksanaan tugas supervisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
ADVERTISEMENT
Penjelasan lebih lanjut soal pengambilalihan penyidikan atau penuntutan diatur dalam Pasal 10A, yakni:
Ayat (1): Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengambil alih penyidikan dan/atau penuntutan terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.
Ayat (2) Pengambilalihan penyidikan dan/atau penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat(1), dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan:
a. laporan masyarakat mengenai Tindak Pidana Korupsi tidak dilanjuti;
b. proses penanganan Tindak Pidana Korupsi tanpa ada penyelesaian atau tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan;
c. penanganan Tindak Pidana Korupsi ditunjukan untuk melindungi pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sesungguhnya;
d. Penanganan Tindak Pidana Korupsi mengandung unsur Tindak Pidana Korupsi;
ADVERTISEMENT
e. hambatan penanganan Tindak Pidana Korupsi karena campur tangan dari pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atau
f. keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Ayat (3): Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih penyidikan dan/atau penuntutan, kepolisian dan/atau kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara berserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ayat (4): Penyerahaan sebagaimana dimaksud pada ayat(3) dilakukan dengan membuat dan mendatangani berita acara penyerahaan sehingga segala tugas dan kewenangan kepolisian dan/atau kejaksaan pada saat penyerahaan tersebut beralih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
ADVERTISEMENT
Ayat (5): Komisi Pemberantasan Korupsi dalam mengambil alih penyidikan dan/atau penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan kepada penyidik atau penuntut umum yang menangani Tindak Pidana Korupsi.
Penyelidikan, Penyidikan, dan Penuntutan
Versi Sebelum Revisi
Pasal mengenai hal tersebut dalam UU KPK diatur dalam pasal 11 dan 12. Keterangannya ialah:
Pasal 11
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang:
a. melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara;
b. mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau
ADVERTISEMENT
c. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
Pasal 12
Ayat (1): Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:
a. melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan;
b. memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri;
c. meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa;
d. memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait;
e. memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya;
f. meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait;
ADVERTISEMENT
g. menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa;
h. meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri;
i. meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan
Versi Revisi
Sementara dalam UU KPK yang sudah direvisi, penjelasannya diatur dalam Pasal 11 dan 12. Keterangannya ialah:
Pasal 11
Ayat (1): Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang:
ADVERTISEMENT
a. melibatkan aparat penegak hukum, Penyelenggara Negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau Penyelenggara Negara; dan/atau
b. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Ayat (2): Dalam hal Tindak Pidana Korupsi tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Pemberantasan Korupsi wajib menyerahkan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan kepada kepolisian dan/atau kejaksaan.
Ayat (3): Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan supervisi terhadap penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 12
Ayat (1): Dalam melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyadapan.
Ayat (2): Dalam melaksanakan tugas penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:
ADVERTISEMENT
a. memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri;
b. meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa;
c. memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait;
d. memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya;
e. meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait;
f. menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan Tindak Pidana Korupsi yang sedang diperiksa;
ADVERTISEMENT
g. meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri; dan
h. meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sedang ditangani.
Aksi penutupan logo KPK dengan kain hitam oleh sejumlah pegawai KPK. Foto: Maulana Ramadhan/kumparan
Terdapat empat pasal yang disisipkan dalam Pasal 12 ini, yakni:
Pasal 12A
Dalam melaksanakan tugas penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, penuntut pada Komisi Pemberantasan Korupsi melaksanakan koordinasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 12B
Ayat (1): Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dilaksanakan setelah mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas.
Ayat (2): Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan permintaan secara tertulis dari Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.
ADVERTISEMENT
Ayat (3): Dewan Pengawas dapat memberikan izin tertulis terhadap permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak permintaan diajukan.
Ayat (4): Dalam hal pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Penyadapan dilakukan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak izin tertulis diterima dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama.
Pasal 12C
Ayat (1): Penyelidik dan penyidik melaporkan Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) yang sedang berlangsung kepada Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi secara berkala.
Ayat (2): Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) yang telah selesai dilaksanakan harus dipertanggungjawabkan kepada Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Dewan Pengawas paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak Penyadapan selesai dilaksanakan.
ADVERTISEMENT
Pasal 12D
Ayat (1): Hasil Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) bersifat rahasia dan hanya untuk kepentingan peradilan dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ayat (2): Hasil Penyadapan yang tidak terkait dengan Tindak Pidana Korupsi yang sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi wajib dimusnahkan seketika.
Ayat (3) Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dilaksanakan, pejabat dan/atau orang yang menyimpan hasil penyadapan dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pencegahan
Versi Sebelum Revisi
Perihal pencegahan diatur dalam Pasal 13. Berikut bunyi pasal tersebut:
Dalam melaksanakan tugas pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melaksanakan langkah atau upaya pencegahan sebagai berikut:
a. melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara;
ADVERTISEMENT
b. menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi;
c. menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap jenjang pendidikan;
d. merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi pemberantasan tindak pidana korupsi;
e. melakukan kampanye antikorupsi kepada masyarakat umum;
f. melakukan kerja sama bilateral atau multilateral dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Versi Revisi
Sementara untuk versi revisi, hal itu diatur pada Pasal 7. Berikut bunyi keterangannya:
Dalam melaksanakan tugas pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:
a. Melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara;
b. Menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi;
c. Menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap jejaring pendidikan;
d. Merencanakan dan melaksanakan program sosialisasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
ADVERTISEMENT
e. Melakukan kampanye antikorupsi kepada masyarakat;dan
f. Melakukan kerja sama bilateral atau multilateral dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ayat (2): Dalam Melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Pemberantasan Korupsi wajib membuat laporan pertanggungjawaban 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Monitoring
Versi Sebelum Revisi
Perihal monitoring diatur dalam Pasal 14 Berikut bunyi pasal tersebut:
Dalam melaksanakan tugas monitor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:
a. melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara dan pemerintah;
b. memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan pemerintah untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistem pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi;
ADVERTISEMENT
c. melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan, jika saran Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai usulan perubahan tersebut tidak diindahkan.
Versi Revisi
Perihal monitoring diatur dalam Pasal 9 Berikut bunyi pasal tersebut:
Dalam melaksanakan tugas monitor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang
a. melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara dan lembaga pemerintahan;
b. memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan lembaga pemerintahan untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistem pengelolaan administrasi tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya Tindak Pidana Korupsi; dan
c. melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan, jika saran Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai usulan perubahan tidak dilaksanakan
ADVERTISEMENT
Catatan: Khusus dalam revisi, ada poin penambahan dalam Pasal 6 mengenai tindakan untuk melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Turunan pasal itu dipaparkan dalam Pasal 13, yang berbunyi:
Dalam melaksanakan tugas untuk melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf f, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan tindakan hukum yang diperlukan dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan isi dari penetapan hakim atau putusan pengadilan.
Dalam revisi UU KPK, Pasal 14 dihilangkan. Namun, merujuk penjelasan pasalnya soal turunan soal pelaksanaan tugas monitor, hal tersebut sudah diatur dalam Pasal 9.
Sebuah poster robek saat aksi unjuk rasa di depan Gedung KPK, Jakarta, Jumat (13/9). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Pasal 15
Sebelum
Komisi Pemberantasan Korupsi berkewajiban:
a. memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi;
ADVERTISEMENT
b. memberikan informasi kepada masyarakat yang memerlukan atau memberikan bantuan untuk memperoleh data lain yang berkaitan dengan hasil penuntutan tindak pidana korupsi yang ditanganinya;
c. menyusun laporan tahunan dan menyampaikannya kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan;
d. menegakkan sumpah jabatan;
e. menjalankan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya berdasarkan asas-asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
Setelah
Komisi Pemberantasan Korupsi berkewajiban:
a. memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. memberikan informasi kepada masyarakat yang memerlukan atau memberikan bantuan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan hasil penuntutan Tindak Pidana Korupsi yang ditanganinya;
ADVERTISEMENT
c. menyusun laporan tahunan dan menyampaikannya kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan;
d. menegakkan sumpah jabatan;
e. menjalankan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya berdasarkan asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4; dan
f. menyusun kode etik pimpinan dan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 19
Sebelum
Ayat (1): Komisi Pemberantasan Korupsi berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia dan wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
Ayat (2) Komisi Pemberantasan Korupsi dapat membentuk perwakilan di daerah provinsi
Setelah
Ayat (2) dihapus
Pasal 21
Sebelum
Ayat (1): Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri atas:
a. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang terdiri dari 5 (lima) Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi;
ADVERTISEMENT
b. Tim Penasihat yang terdiri dari 4 (empat) Anggota; dan
c. Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai pelaksana tugas.
Ayat (2): Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun sebagai berikut:
a. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi merangkap Anggota; dan
b. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri atas 4 (empat) orang, masing-masing merangkap Anggota.
Ayat (3): Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah pejabat negara.
Ayat (4): Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah penyidik dan penuntut umum.
Ayat (5): Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bekerja secara kolektif.
Ayat (6): Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah penanggung jawab tertinggi Komisi Pemberantasan Korupsi.
ADVERTISEMENT
Setelah
Ayat (1): Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri atas:
a. Dewan Pengawas yang berjumlah 5 (lima) orang;
b. pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang terdiri dari 5 (lima) orang anggota Komisi Pemberantasan Korupsi; dan
c. Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ayat (2): Susunan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:
a. ketua merangkap anggota; dan
b. wakil ketua terdiri dari 4 (empat) orang, masing-masing merangkap anggota.
Ayat (3): Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan pejabat negara.
Ayat (4): Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat kolektif kolegial.
Catatan: Pasal 22 dan Pasal 23 dihapus
Pasal 24
Sebelum
Ayat (1): Anggota Tim Penasihat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 adalah warga negara Indonesia yang karena kepakarannya diangkat oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
ADVERTISEMENT
Ayat (2): Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf c adalah warga negara Indonesia yang karena keahliannya diangkat sebagai pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ayat (3): Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi diatur lebih lanjut dengan Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi
Setelah
Ayat (1): Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf c merupakan warga negara Indonesia yang karena keahliannya diangkat sebagai pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ayat (2): Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan anggota korps Profesi Pegawai ASN Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (3): Ketentuan mengenai tata cara pengangkatan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pimpinan KPK meresmikan Anti Corruption Learning Center (ACLC) di Gedung KPK C1, Senin (26/11/2018). Foto: Irfans Adi Saputra/kumparan
Pasal 29
ADVERTISEMENT
Sebelum
Untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. warga negara Republik Indonesia;
2. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
3. sehat jasmani dan rohani;
4. berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang memiliki keahlian dan pengalaman sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun dalam bidang hukum, ekonomi, keuangan, atau perbankan;
5. berumur sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan;
6. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
7. cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, dan memiliki reputasi yang baik;
8. tidak menjadi pengurus salah satu partai politik;
9. melepaskan jabatan struktural dan atau jabatan lainnya selama menjadi anggota Komisi Pemberantasan Korupsi;
ADVERTISEMENT
10. tidak menjalankan profesinya selama menjadi anggota Komisi Pemberantasan Korupsi; dan
11. mengumumkan kekayaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Setelah
Untuk dapat diangkat sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. warga negara Republik Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. sehat jasmani dan rohani;
d. berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang memiliki keahlian dan pengalaman paling sedikit 15 (lima belas) tahun dalam bidang hukum, ekonomi, keuangan, atau perbankan;
e. berusia paling rendah 50 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan;
f. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
g. cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, dan memiliki reputasi yang baik;
ADVERTISEMENT
h. tidak menjadi pengurus salah satu partai politik;
i. melepaskan jabatan struktural dan atau jabatan lainnya selama menjadi anggota Komisi Pemberantasan Korupsi;
j. tidak menjalankan profesinya selama menjadi anggota Komisi Pemberantasan Korupsi; dan
k. mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 32
Sebelum
Ayat (1): Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi berhenti atau diberhentikan karena:
1. meninggal dunia;
2. berakhir masa jabatannya;
3. menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan;
4. berhalangan tetap atau secara terus-menerus selama lebih dari 3 (tiga) bulan tidak dapat melaksanakan tugasnya;
5. mengundurkan diri; atau
6. dikenai sanksi berdasarkan Undang-Undang ini.
Ayat (2): Dalam hal Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari jabatannya.
ADVERTISEMENT
Ayat (3): Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia.
Setelah
(1) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi berhenti atau diberhentikan karena:
a. meninggal dunia;
b. berakhir masa jabatannya;
c. melakukan perbuatan tercela;
d. menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan;
e. berhalangan tetap atau secara terus-menerus selama lebih dari 3 (tiga) bulan tidak dapat melaksanakan tugasnya;
f. mengundurkan diri; atau
g. dikenai sanksi berdasarkan Undang-Undang ini.
Ayat (2): Dalam hal pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menjaditersangka tindak pidana kejahatan, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi diberhentikan sementara dari jabatannya.
Ayat (3): Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, dilarang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal pengunduran dirinya menduduki jabatan publik.
ADVERTISEMENT
Ayat (4): Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 33
Sebelum
Ayat (1): Dalam hal terjadi kekosongan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Presiden Republik Indonesia mengajukan calon anggota pengganti kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Ayat (2): Prosedur pengajuan calon pengganti dan pemilihan calon anggota yang bersangkutan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31.
Setelah
Ayat (1): Dalam hal terjadi kekosongan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Presiden Republik Indonesia mengajukan calon anggota pengganti kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Ayat (2): Anggota pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang tidak terpilih di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sepanjang masih memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 29.
ADVERTISEMENT
Ayat (3): Anggota pengganti pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melanjutkan sisa masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang digantikan.
Aksi pegawai KPK menolak revisi UU KPK dan capim bermasalah di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (6/9). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Pasal 37
Sebelum
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 berlaku juga untuk Tim Penasihat dan pegawai yang bertugas pada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Setelah
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 berlaku juga untuk Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi.
Catatan: Pasal 36 mengatur soal larangan bagi pimpinan KPK. Bunyinya ialah:
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang:
1. mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apa pun;
2. menangani perkara tindak pidana korupsi yang pelakunya mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dengan anggota Komisi Pemberantasan Korupsi yang bersangkutan;
ADVERTISEMENT
3. menjabat komisaris atau direksi suatu perseroan, organ yayasan, pengawas atau pengurus koperasi, dan jabatan profesi lainnya atau kegiatan lainnya yang berhubungan dengan jabatan tersebut.
Pasal 38
Sebelum
Ayat (1): Segala kewenangan yang berkaitan dengan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana berlaku juga bagi penyelidik, penyidik, dan penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ayat (2): Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tidak berlaku bagi penyidik tindak pidana korupsi sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.
Setelah
Segala kewenangan yang berkaitan dengan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang diatur dalam undang-undang yang mengatur mengenai hukum acara pidana berlaku juga bagi penyelidik, penyidik dan penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi, kecuali ditentukan lain berdasarkan Undang-Undang ini.
ADVERTISEMENT
Pasal 40
Sebelum
Komisi Pemberantasan Korupsi tidak berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi.
Setelah
Ayat (1): Komisi Pemberantasan Korupsi dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara Tindak Pidana Korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun.
Ayat (2): Penghentian penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas paling lambat 1 (satu) minggu terhitung sejak dikeluarkannya surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan.
Ayat (3): Penghentian penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diumumkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi kepada publik.
Ayat (4): Penghentian penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dicabut oleh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi apabila ditemukan bukti baru yang dapat membatalkan alasan penghentian penyidikan dan penuntutan, atau berdasarkan putusan praperadilan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan.
ADVERTISEMENT
Pasal 43
Sebelum
Ayat (1): Penyelidik adalah Penyelidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ayat (2): Penyelidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan fungsi penyelidikan tindak pidana korupsi
Setelah
Ayat (1): Penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi dapat berasal dari kepolisian, kejaksaan, instansi pemerintah lainnya, dan/atau internal Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ayat (2): Penyelidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ayat (3): Penyelidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib tunduk pada mekanisme penyelidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terdapat pula sisipan Pasal 43A yang berbunyi:
Ayat (1): Penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. berpendidikan paling rendah S1 (sarjana strata satu) atau yang setara;
ADVERTISEMENT
b. mengikuti dan lulus pendidikan di bidang penyelidikan;
c. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; dan
d. memiliki kemampuan dan integritas moral yang tinggi.
Ayat (2): Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diselenggarakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi bekerja sama dengan kepolisian dan/atau kejaksaan.
Ayat (3): Penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diberhentikan dari jabatannya apabila:
a. diberhentikan sebagai aparatur sipil negara;
b. tidak lagi bertugas di bidang teknis penegakan hukum; atau
c. permintaan sendiri secara tertulis.
Ayat (4): Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Wakil Ketua KPK Saut Sitomorang (tengah) dan penyidik senior KPK Novel Baswedan (kedua kiri) mengikuti aksi pegawai KPK menolak revisi UU KPK dan capim bermasalah di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (6/9). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Pasal 45
ADVERTISEMENT
Sebelum
Ayat (1): Penyidik adalah Penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ayat (2): Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan fungsi penyidikan tindak pidana korupsi.
Setelah
Ayat (1): Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi dapat berasal dari kepolisian, kejaksaan, penyidik pegawai negeri sipil yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang, dan penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ayat (2): Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ayat (3): Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib tunduk pada mekanisme penyidikan yang diatur berdasarkan ketentuan hukum acara pidana.
Ayat (4): Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib mempunyai standar kompetensi yang sama.
ADVERTISEMENT
Terdapat pula sisipan Pasal 45A yang berbunyi:
Ayat (1): Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. berpendidikan paling rendah S1 (sarjana strata satu) atau yang setara;
b. mengikuti dan lulus pendidikan di bidang penyidikan;
c. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; dan
d. memiliki kemampuan dan integritas moral yang tinggi.
Ayat (2): Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diselenggarakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi bekerja sama dengan kepolisian dan/atau kejaksaan.
Ayat (3): Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diberhentikan dari jabatannya karena:
a. diberhentikan sebagai aparatur sipil negara;
b. tidak lagi bertugas di bidang teknis penegakan hukum; atau
ADVERTISEMENT
c. permintaan sendiri secara tertulis.
Ayat (4): Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pasal 46
Sebelum
Ayat (1): Dalam hal seseorang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, terhitung sejak tanggal penetapan tersebut prosedur khusus yang berlaku dalam rangka pemeriksaan tersangka yang diatur dalam peraturan perundangundangan lain, tidak berlaku berdasarkan Undang-Undang ini.
Ayat (2): Pemeriksaan tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan tidak mengurangi hak-hak tersangka.
Setelah
Dalam hal seseorang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, terhitung sejak tanggal penetapan pemeriksaan tersangka dilaksanakan berdasarkan ketentuan hukum acara pidana.
ADVERTISEMENT
Pasal 47
Sebelum
Ayat (1): Atas dasar dugaan yang kuat adanya bukti permulaan yang cukup, penyidik dapat melakukan penyitaan tanpa izin Ketua Pengadilan Negeri berkaitan dengan tugas penyidikannya.
Ayat (2): Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur mengenai tindakan penyitaan, tidak berlaku berdasarkan Undang-Undang ini.
Ayat (3): Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membuat berita acara penyitaan pada hari penyitaan yang sekurang-kurangnya memuat:
1. nama, jenis, dan jumlah barang atau benda berharga lain yang disita;
2. keterangan tempat, waktu, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan penyitaan;
3. keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai barang atau benda berharga lain tersebut;
4. tanda tangan dan identitas penyidik yang melakukan penyitaan; dan
ADVERTISEMENT
5. tanda tangan dan identitas dari pemilik atau orang yang menguasai barang tersebut.
Ayat (4): Salinan berita acara penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada tersangka atau keluarganya.
Setelah
Ayat (1): Dalam proses penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan dan penyitaan atas izin tertulis dari Dewan Pengawas.
Ayat (2): Dewan Pengawas dapat memberikan izin tertulis atau tidak memberikan izin tertulis terhadap permintaan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak permintaan izin diajukan.
Ayat (3): Penggeledahan dan penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membuat berita acara penggeledahan dan penyitaan pada hari penggeledahan dan penyitaan paling sedikit memuat:
ADVERTISEMENT
a. nama, jenis, dan jumlah barang atau benda berharga lain yang digeledah dan disita;
b. keterangan tempat, waktu, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan penggeledahan dan penyitaan;
c. keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai barang atau benda berharga lain tersebut;
d. tanda tangan dan identitas penyidik yang melakukan penggeledahan dan penyitaan; dan
e. tanda tangan dan identitas dari pemilik atau orang yang menguasai barang tersebut.
Ayat (4): Salinan berita acara penggeledahan dan penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada tersangka atau keluarganya.
Terdapat pula sisipan Pasal 47A yang berbunyi:
Ayat (1): Hasil penggeledahan dan penyitaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dapat dilakukan pelelangan.
Ayat (2): Ketentuan mengenai pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Sejumlah mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia berunjuk rasa di depan Gedung KPK, Kamis (12/9). Foto: Darin Atiandina/kumparan
***
ADVERTISEMENT
Selain pasal yang diubah, terdapat pula sejumlah pasal sisipan yang termuat dalam versi revisi, yakni:
Bab VA
Dewan Pengawas
Pasal 37A
Ayat (1): Dalam rangka mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a.
Ayat (2): Anggota Dewan Pengawas berjumlah 5 (lima) orang.
Ayat (3): Anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memegang jabatan selama 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal 37B
Ayat (1): Dewan Pengawas bertugas:
a. mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi;
b. memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan;
ADVERTISEMENT
c. menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi;
d. menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang ini;
e. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi; dan
f. melakukan evaluasi kinerja pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi secara berkala 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Ayat (2): Dewan Pengawas membuat laporan pelaksanaan tugas secara berkala 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Ayat (3): Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Presiden Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pasal 37C
Ayat (1): Dewan Pengawas dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37B membentuk organ pelaksana pengawas.
Ayat (2): Ketentuan mengenai organ pelaksana pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 37D
Untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37A, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. sehat jasmani dan rohani;
d. memiliki integritas moral dan keteladanan;
e. berkelakuan baik;
f. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun;
g. berusia paling rendah 55 (lima puluh lima) tahun;
ADVERTISEMENT
h. berpendidikan paling rendah S1 (sarjana strata satu);
i. tidak menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik;
j. melepaskan jabatan struktural atau jabatan lainnya;
k. tidak menjalankan profesinya selama menjadi anggota Dewan Pengawas; dan
l. mengumumkan harta kekayaannya sebelum dan setelah menjabat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Pasal 37E
Ayat (1): Ketua dan anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37A diangkat dan ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia.
Ayat (2): Dalam mengangkat ketua dan anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden Republik Indonesia membentuk panitia seleksi.
Ayat (3): Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur Pemerintah Pusat dan unsur masyarakat.
Ayat (4): Setelah terbentuk, panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengumumkan penerimaan calon.
ADVERTISEMENT
Ayat (5): Pendaftaran calon dilakukan dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja secara terus menerus.
Ayat (6): Panitia seleksi mengumumkan kepada masyarakat untuk mendapatkan tanggapan terhadap nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Ayat (7): Tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan kepada panitia seleksi paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diumumkan.
Ayat (8): Panitia seleksi menentukan nama calon pimpinan yang akan disampaikan kepada Presiden Republik Indonesia.
Ayat (9): Dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya daftar nama calon dari panitia seleksi, Presiden Republik Indonesia menyampaikan nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (8) kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk dikonsultasikan.
ADVERTISEMENT
Ayat (10): Presiden Republik Indonesia menetapkan ketua dan anggota Dewan Pengawas dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) selesai dilaksanakan.
Ayat (11): Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan ketua dan anggota Dewan Pengawas diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 37F
Ayat (1): Ketua dan anggota Dewan Pengawas berhenti atau diberhentikan, apabila:
a. meninggal dunia;
b. berakhir masa jabatannya;
c. melakukan perbuatan tercela;
d. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan;
e. mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis; dan/atau
f. tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara berturut-turut.
ADVERTISEMENT
Ayat (2) Dalam hal Dewan Pengawas menjadi tersangka tindak pidana, Dewan Pengawas diberhentikan sementara dari jabatannya.
Ayat (3): Ketua dan anggota Dewan Pengawas yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilarang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal pengunduran dirinya menduduki jabatan publik.
Ayat (4): Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia.
Pasal 37G
Ayat (1): Sebelum memangku jabatan, Ketua, dan anggota Dewan Pengawas wajib mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya di hadapan Presiden Republik Indonesia.
Ayat (2): Bunyi sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku secara mutatis mutandis dengan bunyi sumpah/janji Ketua dan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).
ADVERTISEMENT
Pasal 69A
Ayat (1): Ketua dan anggota Dewan Pengawas untuk pertama kalinya ditunjuk dan diangkat oleh Presiden Republik Indonesia.
Ayat (2): Kriteria ketua dan anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan Pasal 37D termasuk dan tidak terbatas pada aparat penegak hukum yang sedang menjabat dan yang telah berpengalaman paling sedikit 15 (lima belas) tahun.
Ayat (3): Penunjukan dan pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk 1 (satu) kali masa jabatan sesuai masa jabatan Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37A ayat (4).
Ayat (4): Pengangkatan ketua dan anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan bersamaan dengan pengangkatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi periode tahun 2019 sampai dengan tahun 2023.
ADVERTISEMENT
Pasal 69B
Ayat (1): Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, penyelidik atau penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang belum berstatus sebagai Pegawai Aparatur Sipil Negara dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku dapat diangkat sebagai Pegawai ASN sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2): Pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi penyelidik atau penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang telah mengikuti dan lulus pendidikan di bidang penyelidikan dan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 69C
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang belum berstatus sebagai pegawai aparatur sipil negara dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku dapat diangkat menjadi pegawai aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
ADVERTISEMENT
Pasal 69D
Sebelum Dewan Pengawas terbentuk, pelaksanaan tugas dan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dilaksanakan berdasarkan ketentuan sebelum Undang-Undang ini diubah.
Pasal 70A
Pengangkatan, pembinaan, dan pemberhentian Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 70B
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua peraturan perundangundangan yang bertentangan dengan Undang-Undang ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 70C
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua tindakan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan Tindak Pidana Korupsi yang proses hukumnya belum selesai harus dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten