Perbedaan Fenomena Aphelion dan Suhu Dingin di Indonesia

7 Juli 2018 7:09 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suhu di Bandung. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Suhu di Bandung. (Foto: Dok. Istimewa)
ADVERTISEMENT
Suhu udara dingin yang dirasakan di beberapa daerah seperti Bandung, Sukabumi, Malang dan Dieng saat musim kemarau dan beredarnya berita yang mengkaitkan hal tersebut dengan 'fenomena aphelion' banyak menimbulkan pertanyaan di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Fenomena suhu udara dingin merupakan fenomena alamiah yang biasa terjadi di bulan-bulan puncak musim kemarau (Juli-Agustus). Berdasarkan pengamatan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di seluruh wilayah Indonesia selama 1-5 Juli 2018, suhu udara kurang dari 15 derajat Celcius tercatat di beberapa wilayah yang berada di dataran tinggi/kaki gunung, seperti Ruteng (NTT), Wamena (Papua), dan Tretes (Pasuruan).
Suhu terendah tercatat di Ruteng (NTT) dengan nilai 12 derajat celcius pada tanggal 4 Juli 2018. Sementara itu untuk wilayah lain di Indonesia selisih suhu terendah selama awal Juli 2018 ini terhadap suhu terendah rata-rata selama 30 hari terakhir ini tidak begitu besar.
Menurut Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Mulyono R Prabowo fenomena aphelion ini adalah fenomena astronomis yang terjadi setahun sekali pada kisaran bulan Juli.
ADVERTISEMENT
"Sementara itu, pada waktu yang sama, secara umum wilayah Indonesia berada pada periode musim kemarau. Hal ini menyebabkan seolah aphelion memiliki dampak yang ekstrem terhadap penurunan suhu di Indonesia," ujarnya dalam siaran pers BMKG yang diterima, Sabtu (7/7).
Penurunan suhu di bulan Juli belakangan ini lebih dominan disebabkan karena dalam beberapa hari terakhir di wilayah Indonesia, khususnya Jawa, Bali, NTB, dan NTT kandungan uap di atmosfer cukup sedikit.
"Hal ini terlihat dari tutupan awan yang tidak signifikan selama beberapa hari terakhir. Secara fisis, uap air dan air merupakan zat yang cukup efektif dalam menyimpan energi panas. Sehingga, rendahnya kandungan uap di atmosfer ini menyebabkan energi radiasi yang dilepaskan oleh bumi ke luar angkasa pada malam hari tidak tersimpan di atmosfer dan energi yang digunakan untuk meningkatkan suhu atmosfer di atmosfer lapisan dekat permukaan bumi tidak signifikan," kata Mulyono.
ADVERTISEMENT
"Hal inilah yang menyebabkan suhu udara di Indonesia saat malam hari di musim kemarau relatif lebih rendah dibandingkan saat musim hujan atau peralihan," lanjutnya.
Selain itu, pada bulan Juli ini wilayah Australia berada dalam periode musim dingin. Sifat dari massa udara yang berada di Australia ini dingin dan kering. Adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia (dikenal dengan istilah Monsoon Dingin Australia) semakin signifikan sehingga berimplikasi pada penurunan suhu udara yang cukup signifikan pada malam hari di wilayah Indonesia khususnya Jawa, Bali, NTB, dan NTT,”imbuh Prabowo
”Fenomena suhu dingin malam hari dan embun beku di lereng pegunungan Dieng lebih disebabkan kondisi meteorologis dan musim kemarau yang saat ini tengah berlangsung. Pada saat puncak kemarau, memang umumnya suhu udara lebih dingin dan permukaan bumi lebih kering," imbuh Deputi Bidang Klimatologi, Herizal.
ADVERTISEMENT
Pada kondisi demikian, panas matahari akan lebih banyak terbuang dan hilang ke angkasa. Itu yang menyebabkan suhu udara musim kemarau lebih dingin daripada suhu udara musim hujan. Selain itu kandungan air di dalam tanah menipis dan uap air di udara pun sangat sedikit jumlahnya yang dibuktikan dengan rendahnya kelembaban udara.