Pergub DKI Terbit, Sanksi Pelanggar PSBB Harus Mulai Diterapkan

12 Mei 2020 12:39 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga melintas di depan toko Sarinah yang tutup, di Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
zoom-in-whitePerbesar
Warga melintas di depan toko Sarinah yang tutup, di Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
ADVERTISEMENT
DKI Jakarta masih dalam masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) guna menekan penyebaran virus corona. Sejumlah pembatasan diterapkan selama PSBB berlaku.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, pelanggaran terhadap pembatasan itu masih terjadi. Salah satu yang jadi polemik ialah berkumpulnya massa pada malam penutupan McDonald's Sarinah, Jakarta Pusat, Minggu (11/5).
Kepala Satpol PP DKI, Arifin, menyebut massa yang berkumpul hingga ke trotoar depan McD Sarinah sempat diperingatkan untuk membubarkan diri. Namun, imbauan itu tak diindahkan.
Perihal sanksi terhadap pelanggar PSBB, Anies Baswedan ternyata sudah menerbitkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta per 30 April 2020. Pergub memuat ketentuan sanksi terhadap pelanggaran-pelanggaran pembatasan selama PSBB.
Sanksi yang diatur dalam Pergub itu memuat tiga poin, yakni teguran, kerja sosial, serta denda.
Berkaca dari polemik tersebut, agar pelaksanaan PSBB lebih efektif, penegakan hukum dinilai perlu dikedepankan. Para pelanggar PSBB dinilai layak diberi sanksi.
ADVERTISEMENT
"Memang sudah waktunya, karena Jakarta sebagai epicentrum penyebaran wabah COVID-19, penegakan hukum lebih dilakukan secara strict dan tegas," kata Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji, kepada wartawan, Selasa (12/5).
Massa berkumpul di depan McD Sarinah, Minggu (10/5). Foto: Dok. Satpol PP
Ia menilai masyarakat belum sepenuhnya mematuhi protokol kesehatan saat PSBB berlaku. Sementara selama ini, pendekatan yang dilakukan ialah persuasif dan preventif.
"Bagi pelanggaran PSSB perlu konsistensi penindakan tegas secara hukum," ujar dia.
Sehingga, menurut dia, upaya terakhir yang bisa dilakukan ialah penegakan hukum yang tegas dan konsisten.
"Pelanggar ini sudah merendahkan protokol. Masih status PSBB perilaku pelanggaran cukup besar, apalagi akan diterapkan relaksasi PSBB, dikhawatirkan perilaku ketidaktaatan publik akan mempersulit memutus kata rantai penyebaran COVID-19 ini. Bahkan akan terjadi penyebaran massif COVID-19 ini. Jadi penegakan hukum harus tegas dan konsisten," papar mantan Wakil Ketua KPK ini.
ADVERTISEMENT
Prof. Dr. Indriyanto Senoadji, S.H., M.H. Foto: Marcia Audita/kumparan
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Hibnu Nugroho, pun menilai pelanggar PSBB layak disanksi. Termasuk massa yang berkumpul di McD Sarinah. Menurut dia, sanksi denda ialah hal yang tepat.
"Sanksi yang tegas, utamanya sanksi denda, karena sanksi denda yang tinggi, merupakan PNBP yang nantinya masuk negara, yang bisa digunakan untuk membantu mencegah COVID-19. Sanksi kurungan sebagai ultimum remidium, sebagai sanksi yang terakhir," kata Hibnu.
Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Fajri Nursyamsi, pun menilai sudah seharusnya petugas menegakkan aturan. Sanksi pidana pun menurut dia bisa diterapkan, meskipun sebagai pilihan terakhir.
Menurut dia, petugas yang berwenang seharusnya tak boleh bersikap kompromi dalam hal ini. Sebab, dikhawatirkan justru akan membuat kepatuhan masyarakat terhadap aturan PSBB berkurang.
ADVERTISEMENT
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
***
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona
***