Perih Hati Inggit Garnasih untuk Sukarno

14 Februari 2017 13:31 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Inggit Garnasih (Foto: Dokumentasi Keluarga)
zoom-in-whitePerbesar
Inggit Garnasih (Foto: Dokumentasi Keluarga)
Setelah aku mengantarnya apa yang menjadi cita-citanya, berpisahlah kami karena aku berpegang terhadap sesuatu yang berbenturan dengan keinginannya. --Inggit Garnasih
ADVERTISEMENT
Petikan kata-kata dalam novel karya Ramadhan KH berjudul Kuantar Kau ke Gerbang yang diambil dari kisah nyata sejoli Inggit Garnasih dan Sukarno ini begitu menyayat hati.
Sukarno pergi setelah Inggit memberikan segalanya. Sukarno bukannya tak cinta kepada Inggit, namun sebagai lelaki, jiwa ‘Casanova’-nya tampak lebih besar. Sukarno meninggalkan Inggit yang tak bisa memberikannya keturunan, kemudian pergi membersamai Fatmawati.
Dulu sekali, ketika baru saling kenal, Sukarno begitu mengelukkan Inggit. Bahkan saat pertemuan pertama mereka di Bandung, Inggit yang sudah bersuami pun tetap membuat Sukarno muda “terperangkap”.
Saat itu Sukarno baru meneruskan studinya di Technische Hoogeschool te Bandoeng (kini Institut Teknologi Bandung). Kalau tak ditampung Inggit dan Sanusi --mantan suami Inggit, mungkin Sukarno bisa jadi mahasiswa “gelandangan” dan bekerja serabutan demi bertahan hidup.
ADVERTISEMENT
Soekarno (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Soekarno (Foto: Wikimedia Commons)
Inggit sebelumnya sudah mendengar siapa Sukarno. Cerita dari mulut ke mulut membawanya sedikit paham bahwa Sukarno adalah murid sekaligus menantu HOS Tjokroaminoto, pemimpin Sarekat Islam.
Sukarno disebut-sebut sebagai pemuda harapan bangsa. Inggit pun tergelitik, sebab secara penampilan pun Sukarno adalah pemuda yang tampan dan bergaya perlente.
Ketika perkenalan pertama kali, Sukarno memang sudah menarik hati Inggit. Sementara suami Inggit sendiri, Sanusi, ialah lelaki baik hati yang tak pernah menyakiti.
Setelah beberapa kali berbincang, Inggit semakin tertarik dengan Sukarno. Menurut Inggit, Sukarno adalah pria cerdas, pandai bergaul, dan menyenangkan.
Sifat periang Sukarno tampaknya membuat Inggit makin tergoda. Sukarno memang ramah, murah senyum, dan mudah tertawa.
Sukarno pun menyadari, hati Inggit mulai tertaut padanya. Ia tak ragu untuk melontarkan rayuan mautnya kepada Inggit.
ADVERTISEMENT
Ketika Inggit bertanya tempat mana yang paling disukai Sukarno, jawaban putra asal Blitar itu itu juga mengisyaratkan rasa senangnya pada Inggit.
"Saya mau di sini saja. Sudah senang di sini. Tak usah mencari tempat yang lain," kata Sukarno, membuat Inggit mesam-mesem.
Hari-hari Inggit makin berwarna dengan kehadiran Sukarno. Sesekali dia mengikuti aktivitas Sukarno yang kerap berdiskusi dengan pemuda lainnya.
Sanusi mulai terabaikan. Ia yang bekerja siang-malam pun jarang pulang.
"Biarkanlah ia mendapat kesenangannya sendiri," itu kira-kira yang Inggit pikirkan tentang Sanusi.
Soekarno dan Inggit (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Soekarno dan Inggit (Foto: Wikimedia Commons)
Saat hati Inggit mulai tertawan, Sukarno pun mengatakan hal yang mengagetkan tentang hubungannya dengan Oetari, putri HOS Tjokroaminoto.
Sukarno berkata, hubungannya dengan Oetari tak selayaknya suami-istri. Sukarno pun beberapa kali menunjukkan bahwa dia tak lagi menginginkan Oetari.
ADVERTISEMENT
Inggit sempat mengingatkan Sukarno, bahwa Oetari adalah putri Tjokroaminoto yang punya jasa besar dalam hidup Sukarno..
Namun Sukarno balik meyakinkan Inggit. "Kami sudah berterus terang satu sama lain bahwa di antara kami tak ada rasa cinta dari seorang laki-laki terhadap dara seperti biasanya.”
Inggit tahu, Sukarno perlahan namun pasti akan menyatakan cinta untuknya di saat hubungannya dengan Oetari berakhir. Sukarno sering mengatakan, Inggit adalah perempuan idamannya.
Di mata Sukarno, Inggit keibuan dan penuh kasih sayang. Sukarno menyebutnya sangat pas untuk dijadikan istri, sahabat, bahkan adiknya.
Sukarno pun bercerai dengan Oetari. Ia mengembalikan Oetari ke pangkuan Tjokroaminoto di Surabaya secara terhormat.
Inggit pun sempat mencium pipi Oetari sebelum mereka Oetari dan Sukarno pergi ke Surabaya menemui Tjokroaminoto. Inggit tak senang sama sekali dengan yang terjadi pada Oetari, meski dia telah memiliki hati Sukarno.
ADVERTISEMENT
Sukarno tak lama di Surabaya. Ia kemudian kembali ke Bandung. Saat itu Inggit masih bersama Sanusi meski hubungan mereka kian renggang.
Ketika Sukarno kembali, Inggit dan suaminya pun masih menerima dia. Tiap hari, Inggit bahkan selalu menyediakan kopi dan sarapan sebelum Sukarno berangkat ke kampus.
Sampai suatu ketika, Sukarno berkata "Aku cinta kepadamu" kepada Inggit.
Inggit tak menjawab. Sukarno kecewa dan Inggit merasakan kekecewaan begitu mendalam.
Soekarno dan Keluarga Inggit (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Soekarno dan Keluarga Inggit (Foto: Wikimedia Commons)
Seiring berjalannya waktu, Inggit tak kuasa menahan pesona Sukarno. Mereka berdua akhirnya menjalin kasih. Sebuah kisah cinta terlarang.
Saat itu Sukarno masih berusia 21 tahun, sedangkan Inggit 34 tahun.
Perselingkuhan mereka mulai tercium oleh Sanusi. Hingga pada 1922, Sanusi menceraikan Inggit dan merelakannya untuk dinikahi oleh Sukarno muda.
ADVERTISEMENT
Setahun kemudian, 24 Maret 1923 di Bandung, Sukarno akhirnya menikahi Inggit secara resmi.
Hidup Sukarno selama di Bandung amat bergantung kepada Inggit. Apalagi Inggit saat itu perempuan yang cukup berada.
Kebergantungan Sukarno itu bukan masalah buat Inggit. Ia terus mendukung Sukarno.
Saat Sukarno dipenjara oleh Belanda di Sukamiskin, Inggit begitu setia. Setiap hari, nasi dan telur dadar ia bawakan untuk Sukarno.
Ketika Sukarno menjalani masa-masa pembuangan ke Ende hingga Bengkulu, Inggit pun tetap setia mendampingi.
Sukarno makin matang. Ia tumbuh dengan segudang kemampuan seorang pemimpin besar. Sementara usia Inggit pun makin bertambah.
Presiden Soekarno (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Soekarno (Foto: Wikimedia Commons)
Hal ini kemudian jadi masalah buah Sukarno. Sukarno begitu menginginkan keturunan, sedangkan Inggit yang sudah berumur hampir mustahil untuk memberikan Sukarno keturunan.
ADVERTISEMENT
Jiwa pengembara Sukarno tak pernah padam. Suatu hari ia berkenalan dengan Fatmawati, perempuan muda yang juga mengenal Inggit. Hati Sukarno kemudian juga terpaut pada Fatmawati.
Sukarno tak berniat menceraikan Inggit, namun Inggit tak rela diduakan. Inggit undur dari kehidupan Sukarno, kembali ke keluarganya di Bandung.
Hatinya sakit, namun dia tegar. Inggit akhirnya pergi meninggalkan Sukarno saat nama Sukarno makin besar dan harum seantero Republik.