Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Peringati Revolusi 6 April, Warga Sudan Gelar Demonstrasi Anti-kudeta
6 April 2022 17:08 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pasukan keamanan telah mengambil tindakan pencegahan sebelum massa membanjiri jalanan. Mereka menutup jembatan yang menghubungkan Khartoum dengan kota-kota lain pada Rabu (6/4/2022).
Pemerintah juga telah mengerahkan tentara ke sekitar istana presiden dan markas militer di ibu kota.
Tanggal 6 April menandai dua peringatan hari bersejarah bagi Sudan. Protes tersebut bertepatan dengan peringatan pemberontakan rakyat tahun 1985. Sekelompok perwira militer menggulingkan mantan Presiden Jaafar Nimeiri yang telah berkuasa bertahun-tahun saat itu.
Selain itu, 6-7 April turut menandai ulang tahun ketiga awal demonstrasi massa pada 2019. Saat itu warga sipil menggelar protes besar-besaran di luar markas tentara. Aksi itu merupakan puncak dari protes berbulan-bulan.
Mereka menyerukan agar kekuasaan Omar al-Bashir selama tiga dekade berakhir. Para jenderal lantas tunduk pada tekanan dari jalanan. Mereka menyingkirkan Bashir pada 11 April 2019. Namun, pengunjuk rasa tidak kunjung angkat kaki dari perkemahan mereka.
ADVERTISEMENT
Masyarakat menuntut pemerintahan sipil, tetapi gagal meraihnya. Prajurit membubarkan kerumunan warga dengan kekerasan. Setidaknya 128 orang tewas dalam selama aksi kekerasan yang berlangsung hingga berhari-hari pada 2019 lalu.
Para pemimpin sipil dan militer kemudian menyepakati transisi ke pemerintahan sipil. Namun, kudeta terbaru Sudan pada 25 Oktober 2021 membatalkan rencana itu.
Demonstrasi hari ini pun muncul seiring Sudan masih bergulat dengan dampak penggulingan tersebut. Panglima militer Abdel Fattah al-Burhan memimpin kudeta terbaru ini.
Langkah itu tidak hanya memukul keras perekonomian Sudan. Tindakan yang diambil Burhan untuk meredam protes anti-kudeta turut merenggut nyawa warga sipil. Kekerasan militer terhadap protes teranyar pun menewaskan sedikitnya 93 orang.
Masyarakat lantas berupaya menempuh jalur damai dengan pihak berwenang. Mereka berharap kudeta serupa tidak akan kembali terulang di masa depan.
Kendati demikian, para pemimpin militer justru mempererat cengkeraman mereka sejak merebut kekuasaan. Pihaknya mengumpulkan para pemimpin sipil terkemuka. Militer kemudian membatalkan segala rencana yang dibuat selama masa transisi.
ADVERTISEMENT
"Kami telah mencoba kemitraan dengan militer, dan gagal, berakhir dengan kudeta ini, dan kami seharusnya tidak melakukan ini (kudeta) lagi," ungkap juru bicara Pasukan Kebebasan dan Perubahan, Jaafar Hassan.
Hassan menambahkan, April merupakan bulan kemenangan bagi Sudan. Selama masa itu, ia ingin masyarakat dapat menemukan jalan keluar.
"Kita harus mengalahkan kudeta. Kita harus keluar dari krisis ini," pungkas Hassan.
Jenderal Burhan mengatakan pada Sabtu (2/4), ia hanya akan menyerahkan kekuasaan kepada otoritas terpilih. Otoritas itu disebut harus jujur dan diterima oleh seluruh rakyat Sudan.
Meski menghadapi tekanan, para aktivis tidak urung menyerukan pengakhiran kekuasaan militer. Mereka mengunggah undangan untuk protes menggunakan tagar ‘Badai 6 April’ dan ‘Gempa bumi 6 April’.
ADVERTISEMENT
Para pengunjuk rasa berharap masyarakat akan turun ke jalanan dalam jumlah besar. Mereka menekankan, masyarakat harus bersatu demi membasmi 'budaya' kudeta.
"Ini adalah hari yang penting jadi kami berharap banyak yang turun ke jalan meskipun panas dan Ramadhan," tegas seorang pengunjuk rasa dari Khartoum, Badwi Bashir.
"Kami hanya ingin mengakhiri kudeta dan prospek kudeta di masa depan," sambung Bashir.