Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Perintah Propam Polri: Jangan Ada Lagi Penembakan di Kendari-Parigi
17 Februari 2022 16:03 WIB
·
waktu baca 2 menitDiperbarui 2 Maret 2022 15:23 WIB
ADVERTISEMENT
Divisi Propam Polri menyesalkan insiden penembakan yang menewaskan 1 pendemo menolak tambang di Parigi , Sulawesi Tengah. Insiden tersebut seakan membuka luka lama insiden penembakan mahasiswa di Kendari , Sulawesi Tenggara.
ADVERTISEMENT
Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo meminta agar insiden tersebut tak terulang kembali. Dia meminta para anggota di daerah yang melakukan pengamanan unjuk rasa tak lagi berpakaian preman.
“Jangan ada lagi kejadian Kendari, kejadian di Parigi yang melakukan penembakan semua anggota berpakaian preman,” kata Sambo lewat keterangannya dalam video yang diperoleh kumparan, Kamis (17/2).
Sambo melarang ada anggota polisi menenteng senjata api dalam pengamanan unjuk rasa. Bila harus ikut dalam pengamanan harus memakai seragam dinas resmi. Hal ini untuk mencegah insiden yang tak diinginkan.
"Mereka boleh ikut pengamanan unjuk rasa, tapi harus menggunakan pakaian dengan atribut yang sama. Sehingga kelihatan harus dilucuti senjatanya, karena ada tahapan yang harus dilalui,” ujar Sambo.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Sambo akan menindak anggota yang tetap melanggar aturan tersebut. Tak tanggung-tanggung, Kapolres maupun kasat akan dikenakan sanksi bila lalai mengawasi anggotanya.
"Nah bukan lagi anggota yang salah ini, harus kasatnya yang bertanggung jawab, Kapolresnya bertanggung jawab,” tandasnya.
Seperti diketahui, dalam demo penolakan tambang di Parigi Moutong, terdapat 1 pendemo yang tewas diduga luka tembak di bagian dadanya. Kasus tersebut pun tengah didalami Propam Polri dan Polda Sulawesi Tengah.
Jauh sebelum insiden di Parigi, insiden penembakan yang menewaskan 2 mahasiswa terlibat unjuk rasa juga pernah terjadi di Kendari, Sulawesi Tenggara pada 2019 lalu. Hasil investigasi, sebanyak 13 polisi saat itu ditahan.