Perjalanan Kasus Paulus Tannos: Tersangka e-KTP di KPK, Ditangkap di Singapura

24 Januari 2025 14:41 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Paulus Tannos. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Paulus Tannos. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Buronan kasus korupsi e-KTP Paulus Tannos ditangkap di Singapura. Penangkapan dilakukan otoritas Singapura atas permintaan penegak hukum di Indonesia. Paulus merupakan tersangka KPK yang sudah dijerat sejak 2019.
ADVERTISEMENT
Kabar penangkapan itu disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto.
"Benar bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan," kata Fitroh kepada wartawan, Jumat (24/1).
Dikutip dari laman resmi KPK, Paulus Tannos disebut juga memiliki nama Tjhin Thian Po. Paulus Tannos merupakan pria kelahiran Jakarta, 8 Juli 1954. KPK mencatat Paulus sudah berstatus buron atau dalam pencarian tim penyidik sejak 19 Oktober 2021.
Ia diduga terlibat korupsi terkait pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional tahun 2011 sampai 2013 pada Kemendagri.
Seperti apa kasusnya?
Paulus Tannos merupakan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra. Keterlibatan Paulus di proyek ini hingga berujung suap bermula tahun 2011.
ADVERTISEMENT
Saat itu, Paulus diduga melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor, eks Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, dan mantan Ketua Tim Teknis e-KTP sekaligus PNS BPPT Husni Fahmi. Isnu dan Husni merupakan tersangka yang juga dijerat oleh KPK dalam kasus ini.
Adapun pertemuan itu dilakukan di sebuah ruko di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan. Pertemuan-pertemuan tersebut berlangsung kurang lebih selama 10 bulan dan menghasilkan beberapa output.
"Di antaranya adalah Standard Operating Procedure (SOP) pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja, dan spesifikasi teknis yang kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang pada tanggal 11 Februari 2011 ditetapkan oleh Sugiharto selaku PPK Kemendagri," kata Wakil Ketua KPK saat itu, Saut Situmorang, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (13/8/2019).
Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 Saut Situmorang meninggalkan ruangan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Promoter Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (17/10/2023). Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
Saut menambahkan, Paulus juga diduga bertemu dengan Andi Narogong, bos PT Biomorf Lone Indonesia Johannes Marliem, dan Isnu untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI.
ADVERTISEMENT
"Dan menyepakati fee sebesar 5% sekaligus skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada Kementerian Dalam Negeri," jelas Saut.
Akhirnya dalam proyek tersebut, perusahaan milik Paulus yakni PT Sandipala Arthaputra, diduga diperkaya Rp 145,85 miliar.
Paulus Tannos kemudian ditetapkan tersangka pengembangan kasus korupsi e-KTP pada 2019. Pengumuman itu juga mengungkap tersangka baru bersama 3 orang lainnya, yaitu Isnu Edhi Wijaya, Husni Fahmi, dan anggota DPR RI 2014–2019 Miryam S. Haryani.
Nama Paulus Tannos juga sering muncul dalam pemeriksaan, kesaksian, dakwaan, hingga eksekusi kasus yang diusut KPK tersebut.
Paulus diketahui menetap di Singapura. Terkait penyidikan Paulus tersebut, KPK sempat mengaku kesulitan memproses hukum yang bersangkutan. Sejumlah saksi, termasuk anak Paulus, juga tinggal di Singapura.
ADVERTISEMENT
Bahkan, pada saat persidangan kasus e-KTP, Paulus hanya bersaksi melalui teleconference.

Berganti Nama-Kewarganegaraan, Gagal Ditangkap

Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos. Foto: Dok. Istimewa
Setelah menjadi tersangka, KPK terus melakukan perburuan untuk menangkap Paulus Tannos. Pada Februari 2023, KPK kemudian mendapatkan informasi bahwa Paulus Tannos telah berganti nama menjadi Tjhin Thian Po.
Ketua KPK saat itu, Firli Bahuri, sempat meyakini bahwa perubahan nama tersebut tak menjadi kendala dalam menangkap Paulus Tannos.
Lalu, pada Agustus 2023, KPK juga sudah sempat menemukan keberadaan Paulus Tannos. Namun, penangkapan Paulus gagal dilakukan lantaran sang buron sudah punya kewarganegaraan lain.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa beberapa bulan sebelumnya, ia diperintah pimpinan KPK ke suatu negara yang diduga menjadi lokasi persembunyian Paulus Tannos.
ADVERTISEMENT
Namun, saat itu, Asep tak membeberkan negara yang dimaksud.
"Beberapa bulan lalu lah, saya diminta pimpinan ke negara tetangga karena ada info yang bersangkutan ada di sana. Nah, saya sudah datang ke sana dengan tim dengan tim dari Div Hubinter (Polri) juga, sudah ketemu orangnya," kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (11/8/2023).
"Tapi, ketika mau ditangkap tidak bisa, namanya lain, beda, paspornya juga lain, beda, dia gunakan paspor dari salah satu negara di Afrika," sambungnya.
Saat di negara tersebut, Asep menegaskan ada perjanjian police to police alias kerja sama dengan polisi di negara tertentu, sehingga koordinasi penangkapan bisa dilakukan.
Namun, pihak kepolisian dari negara tersebut menyatakan penangkapan tidak bisa dilakukan karena identitas buron sudah berubah.
ADVERTISEMENT
"Kita sudah bilang ke police di negara tersebut, karena ada perjanjian police to police, kita koordinasi dengan polisi di sana, 'Pak ini orangnya sama lho, wajahnya sama' tapi mereka tidak bisa membantu karena secara fakta hukumnya, de jure-nya memang dia lain. Namanya lain, paspornya juga bukan dari negara kita," kata Asep.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menyampaikan pemaparan saat konferensi pers penahanan Bupati Situbondo Karna Suswandi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (21/1/2025). Foto: Muhammad Ramdan/ANTARA FOTO
Usai gagalnya penangkapan itu, KPK kemudian berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri untuk meminta negara di Afrika mencabut paspol milik Paulus Tannos.
KPK juga mengajukan red notice atas nama Tjhin Thian Po. Sebab, selama pencarian sebelumnya, red notice terdaftar atas nama Paulus Tannos.

Ditangkap di Singapura

Barulah pada hari ini, Jumat (24/1), KPK mengabarkan buron kasus dugaan korupsi e-KTP tersebut berhasil tertangkap di Singapura. Dia ditangkap pada 17 Januari 2024.
ADVERTISEMENT
Saat ini lembaga antirasuah tengah berkoordinasi dengan stakeholder terkait untuk proses pemulangan ke Indonesia, dengan cara ekstradisi.
"KPK saat ini telah berkoordinasi [dengan] Polri, Kejagung, dan Kementerian Hukum sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan [Paulus Tannos] ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan," kata Wakil Ketua KPK Fitroh.
Sementara itu, Menteri Hukum RI Supratman Andi Agtas, mengatakan bahwa saat ini pemerintah Indonesia bersama aparat penegak hukum (APH) tengah mengumpulkan dokumen untuk proses ekstradisi Paulus.
"Masih ada dokumen-dokumen yang dibutuhkan baik dari Kejaksaan Agung maupun dari Mabes Polri, terutama yang Interpol, ya," kata Supratman kepada wartawan, di Kementerian Hukum, Jumat (24/1).
"Jadi, ada masih dua atau tiga dokumen yang dibutuhkan. Nah, karena itu Direktur AHU [Administrasi Hukum Umum] saya sudah tugaskan untuk secepatnya berkoordinasi dan saya pikir sudah berjalan," jelas dia.
ADVERTISEMENT
Supratman menyebut bahwa waktu yang dibutuhkan dalam proses ekstradisi itu juga bergantung pada kelengkapan dokumen.
"Semua bisa sehari, bisa dua hari, tergantung kelengkapan dokumennya," tutur dia.
"Karena, kan, itu permohonan harus diajukan ke pihak pengadilan di Singapura. Kalau mereka anggap dokumen kita sudah lengkap, ya, pasti akan diproses," tandasnya.