Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Perjalanan Kasus Ratu Atut, Eks Penguasa Banten yang Kini Bebas dari Lapas
6 September 2022 15:16 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ratu Atut Chosiyah merupakan narapidana tindak pidana korupsi (Tipikor) kasus suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar serta kasus pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten yang merugikan negara Rp 79 miliar.
Dari dua kasus tersebut, dia total harus menjalani pidana penjara selama 12,5 tahun. Adapun dia mulai ditahan pada Desember 2013. Dengan demikian, dia belum bebas murni dari hukumannya.
Koordinator Humas dan Protokol Ditjen PAS Rika Aprianti mengatakan, dalam kondisi bebas bersyarat, Ratu Atut Chosiyah masih harus menjalani bimbingan dari Balai Pemasyarakatan Serang.
"Sampai 8 Juli 2025, yang bersangkutan masih wajib mengikuti bimbingan di bapas serang, penjamin PB ini berdomisili, Bu Atut akan selama PB akan bertempat tinggal di daerah serang dan tidak boleh ada pelanggaran umum atau khusus," ucap Rika Selasa (6/9).
ADVERTISEMENT
"Kalau sampai terjadi pelanggaran maka hak bersyaratnya dicabut dan kembali menjalani sisa masa pidana di dalam lapas," sambung dia.
Siapa Ratu Atut Chosiyah?
Perempuan kelahiran Banten 16 Mei 1962 ini merupakan mantan Gubernur Banten. Nama Ratu Atut pun kental dengan istilah 'dinasti' politik yang kini populer. Istilah tersebut merujuk pada penguasaan sejumlah jabatan di daerah oleh keluarga atau kerabat yang sama.
Sebelum terjerat kasus korupsi, Ratu Atut memulai karier politiknya di tingkat tertinggi di Banten sebagai Wakil Gubernur berpasangan dengan Djoko Munandar pada 11 Januari 2002. Djoko merupakan kakak dari Ratu Atut.
Empat tahun berjalannya pemerintahan, atau tepatnya pada 2006, Djoko terjerat kasus korupsi. Ia dicopot dari jabatannya, dan mengantarkan Ratu Atut menduduki kursi sebagai Pelaksana Tugas Gubernur Banten.
ADVERTISEMENT
Pada Pilkada langsung 2006, Ratu Atut mencoba peruntungannya kembali dengan mencalonkan diri sebagai Gubernur Banten didampingi Mohammad Masduki sebagai calon wakilnya. Mereka diusung oleh Partai Golkar, PDI-P, PBR, PBB, PDS, Patriot, dan PKPB.
Meski Pilkada ini sempat sengketa, tapi Ratu Atut tetap bisa mempertahankan kemenangannya dari gugatan pesaingnya saat itu. Atut pun menoreh sejarah sebagai gubernur wanita pertama di Indonesia.
Atut resmi menjadi Gubernur Banten didampingi Mohammad Masduki pada 11 Januari 2007-2012.
Pada Pilkada 2011, Atut kembali mencalonkan diri untuk meneruskan kepemimpinannya. Ia kembali berjaya. Kala itu Atut maju dan terpilih bersama Rano Karno sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Banten periode 2012-2017.
Selain berhasil menduduki jabatan Gubernur, karier politik Atut juga mencapai titik puncak sebagai Wakil Bendahara DPP Partai Golkar. Tak hanya di dunia politik, Atut juga dikenal sebagai pengusaha perempuan dan pernah mendapat Anugerah Citra Kartini tahun 2003 di Jakarta.
ADVERTISEMENT
Namun sayang, pencapaiannya sebagai perempuan berprestasi itu runtuh usai ia terjerat kasus tindak pidana korupsi di KPK.
Gurita Korupsi Ratu Atut
Ratu Atut terjerat dua kasus korupsi. Pertama, Atut bersama adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, menyuap Akil Mochtar selaku Ketua Mahkamah Konstitusi. Kasus ini terungkap dalam OTT KPK pada 2013 silam.
Ratu Atut dihukum 4 tahun penjara atas perbuatannya. Hukumannya diperberat pada tahap kasasi pada 23 Februari 2015 menjadi 7 tahun penjara. Majelis hakim kasasi yang mengadilinya ialah Artidjo Alkostar, Krisna Harahap, dan M.S. Lumme.
Selain terlibat kasus suap, Ratu Atut juga terjerat kasus korupsi pengadaan alat kesehatan di Pemprov Banten yang merugikan negara Rp 79 miliar. Ia dihukum 5,5 tahun atas perbuatannya itu pada 2017.
ADVERTISEMENT
Majelis hakim menilai Atut terbukti melakukan pengaturan dalam proses pengusulan anggaran di dua Anggaran Pendapatan Belanja Daerah 2012. Kedua anggaran tersebut, adalah APBD pada Dinas Kesehatan Provinsi Banten, serta APBD Perubahan 2012 dan pengaturan pelaksanaan anggaran pada pelelangan pengadaan alat kesehatan (alkes) Rumah Sakit Rujukan Pemerintah Provinsi Banten Tahun Anggaran 2012.
Atut dinilai terbukti memperkaya diri sendiri sebesar Rp 3,859 miliar, dan merugikan negara hingga Rp 79,79 miliar.